Thursday, 10 January 2013

Suamiku Seorang Gay (Last edited at 10/01/13)




Suamiku seorang gay
Pernikahan adalah impian semua anak perempuan dikala masih kecil, Aku pun juga begitu, selalu memimpikan ada seorang pangeran tampan datang melamarku, untuk menikahiku. Impian itu semakin besar dengan berimajinasi  mbahwa Aku akan memiliki beberapa anak dan hidup bahagia bersama pangeran dan anak-anakku. Dan akhirnya setelah bermimpi bertahun-tahun Ayah menemukan seorang pangeran untuk menjadi imam dan suamiku.
Dia itu adalah Mas Hafiz. Mas Hafiz seorang pemuda tampan dan mapan, hal itu membuat Ayah menerima perjodohan yang direncanakan beberapa tahun belakangan. Namun kali ini perjodohan itu terjadi dan hari itu juga Aku melihat mas Hafiz secara langsung. Sebenarnya Aku sudah tahu bahwa Aku akan dijodohkan dengan laki-laki tampan itu, karena Ayah pernah menanyakan padaku tentang Mas Hafizs saat menunjukan fotonya. Hingga hari pertemuan yang sudah ditentukan tiba.
Ayah dan Ibu terlihat sangat sibuk saat itu, mereka membuat acara berjalan sangat lancar. Dan kali ini tinggal jawabanku dan mas Hafiz, apakah kami mau akan perjodohan ini atau sebaliknya. Kedua orang tuaku memang hanya memlihkan pasangan hidup, namun beliau selalu memberikan semua keputusan kepadaku. Aku hanya bilang kepada mereka, kalau mereka mantap dan menilai mas Hafiz baik maka Aku siap dinikahi oleh Mas Hafiz.
Saat malam pertemuan itu, Ayah selalu menyanjung calon suamiku. Aku hanya bisa tersenyum mendengar sanjungan Ayah terhadapnya dan tak sabar ingin melihatnya. Namun, Aku harus menunggu minuman yang dibuat oleh bibi di dapur dan harus sesuai sekenario dari Ibu. Aku harus membawa minuman itu kedepan dan bersalaman kepada mereka.
Dan Akhirnya, Minuman itu selesai dan Aku mengantarnya ke ruang tamu, dan semua di ruang tamu berhenti berbicara dan hanya melihatku dengan tatapan heran. Setelah meletakan minuman di meja, Aku bersalaman kepada Tante Nana dan menyimpulkan tangan di dada memberi isyarat kepada Om Dony dan Mas Hafiz. Ku lihat Maz Hafiz memandangku dengan tatapan biasa, dan kutangkap raut wajahnya menyimpan banyak masalah.
“Ini loh Bu Aisyah yang sering Aku bicarakan ditelfon. Maklumlah dia ini tinggal dipesantren di kampung halaman nenennya sejak SD dan setelah lulus SMA dia kuliah dijogja dan jarang pulang jadi Bu Nana jarang melihat aisyah ketika arisan di rumah ini” kata Ibu memperkenalkanku panjang lebar. Aku hanya tersenyum malu mendengar apa yang diceritakan Ibu pada mereaka.
“Aisyah Kok diem? Jangan Malu-malu nak” Kata Bu Nana sambil menyentuhku. “Biasalah Ma, Anak yang akan dijodohkan pasti malu-malu” jawab Om Dony. “Aku gak malu Pa, Assalamualaikum Aisyah” Suara Mas Hafiz terdengar menyapaku. Aku hanya bisa menjawab salamnya dengan masih menundukan kepala. Mendengar salamku, Semua semuanya tertawa dan terdengar sangat bahagia.
*******
            Seminggu berlalu, Acara pertunangan diselenggarakan tidak terlalu mewah dan hanya keluarga terdekat yang diundang. Kali ini wajah Hafiz sudah terlihat berbeda, dia terlihat sangat bahagia sore itu. Ntah berapa kali dia tersenyum ketika melihatku, dan itu juga membuatku bahagia melihat senyunmnya yang tulus.
            Ketika acara selesai, Mas Hafizs menemaniku di halaman belakang, dan saat itu juga kali pertama bagiku berkomunikasi dengan mas Hafiz. “Aisyah, Kedua orang tua kita akan segera menikahkan kita berdua, bagaimana perasaanmu?” Mas Hafiz bertanya padaku dengan jarak yang tidak terlalu jauh.
“Aisyah bahagia Mas, bahagia karena dapat membahagiakan kedua orang tua, bahagia karena Aisyah ada yang menjaga dan sebagai imam, Bahagia karena, Aisyah bisa segera menjalankan Sunnah Rosul” jawabku sambil menundukan wajah.
“Aisyah cinta sama mas? Aisyah akan sayang pada mas?” Mas Hafiz menanyakan hal yang seharusnya sudah ia tahu.
“Insyallah Mas” itulah yang Aku katakan padanya.
“Alhamdulillah Aisyah, Mas akan menjadi suami untuk Aisyah, suami yang akan menjadi iman dan melindungin Aisyah. Insyallah” Kata mas Hafiz dan terdengar sangat berat. Tak banyak yang kami omongin sore itu, hingga akhirnya Mas Hafiz beserta keluarga pamit pulang.
            Hubunganku dengan Mas Hafiz lebih dekat dan intens mengirim SMS dan bertelfonan. Dari rasa suka timbul rasa Cinta dan Akhirnya Aku bisa menyayangi mas Hafiz. Sesekali mas Hafiz berkunjung ke rumah menemui Ibu dan Ayah, namun tujuan utamanya adalah diriku. Dan beberapa minggu kemudian Mas Hafiz dan Ibunya mengajak Aku dan Ibuku pergi kesebuah Mall untuk membeli sesuatu. Namun ketika tiba disebuah Mall Aku tahu mereka akan membelikanku pakaian dan mencari perhiasan buat Mas kawin nanti.
            “Adek Aisyah minta mas kawin apa?” tanya Mas Hafiz. “Tidak usah terlalu dipikirkan mas, seperangkat alat Sholat saja cukup” jawabku merendah didepannya. “Janganlah, Biar ada kenangan nanti Aku belikan perhiasan kalung aja ya!” kata Mas Hafiz. “Yaudah mas, sesuai kemampuan mas Hafiz saja” jawabku sambil tersenyum. 
            Tak terasa, akhirnya pernikahan itu telah tiba, Ketika malam pertama Aku sedang haid jadi tidak dapat melakukan kewajibanku sebagai seorang istri. Hingga akhirnya seminggu berlalu masa haidku berakhir namun Mas Hafizs belum menyentuhku meski kami tidur sekamar dan dirumah hanya ada Aku dan Mas Hafiz.
            Namun, perhatian mas Hafiz tidak pernah berkurang dan mengganti panggilan unukku menjadi kata Sayang. Meski tinggal serumah dengan kedua orang tua mas Hafiz, Aku masih canggung menghadapi kedua orang tuanya. Hingga akhirnya Mas Hafiz mengajakku pindah tinggal berdua disebuah rumah warisan Ayahnya di luar kota. Di rumah inilah Aku mulai menjadi istri yang melayani suaminya, Namun bukan melayani batiniyah melainkan lahiriah. Memasak dan mencuci adalah tugasku sehari-hari sebagai seorang istri.
            Aku memiliki harapan yakni jika Aku tinggal berdua dengan Mas Hafiz, mungkin Mas Hafiz akan menafkahiku, nafkah batin yang belum pernah diberikannya. Namun, harapan itu sia-sia, setiap kali mas Hafiz pulang kerja dia langung tidur dan bangun di pagi hari dan kembali bekerja. Aku selalu mencoba sabar menerima keadaan, namun Aku tak tahu sampai kapan Aku akan bersabar.
            Hingga Akhirnya Aku menutarakan apa yang ingin kukatakan selama ini. Ketika Mas Hafiz naik ke kasur untuk tidur Aku berkata, “Dalam hubungan suami istri, kewajiban seorang suami adalah menafkahi istrinya dan bukan hanya nafkah lahiriyah melainkan juga nafkah batin”.
            “Asiyah, Mas belum siap.” Jawabnya datar. Mendengar jawabannya Aku langsung diam dan tidak pernah mengungkitnya lagi. Hingga keesokan harinya saat menjelang tidur, tak kusangka mas Hafizs memelukku dan menciumiku, Aku tak mengira mas Hafiz sudah siap untuk melakukannya. Malam pertama dengan maz Hafizs dilakukan setelah 17 hari pernikahanku dengannya.
            Namun, Aku heran dengan mas Hafiz, dia memakai pengaman saat berhubungan denganku. “Mas, mas belum siap punya anak?” tanyaku pada mas Hafiz. Mas Hafiz hanya diam dan menundukan kepalanya. Aku merangkul mas Hafiz mencoba mengurangi beban yang tak pernah diceritakannya. “Sayang, maafkan mas Hafiz ya” jawab mas Hafiz lirih. “Aku yang seharusnya meminta maaf mas” kataku disampingny sambil menyandarkan kepalaku dipundaknya.
******
Pernikahanku dengannya sudah menginjak bulan ke empat, dan pada bulan kempat ini ibu menanyakanku tentang kehamilan. Aku hanya bilang pada mereka, “Allah belum mempercayai kami untuk merawat seorang bayi”. Namun semakin lama mereka curiga bahwa Aku dan Mas Hafizs memiliki masalah tentang kesuburan. Kedua orang tua mas Hafiz mendesakku untuk periksa kedokter, dan itu membuat Ayah dan Ibu tersinggung.
Ketika Mas Hafiz dinas ke luar Kota, Ayah dan Ibu datang kerumah menemuiku. Dan ternyata kedua orang tua mas Hafiz juga datang bersama. “Aisyah, kalian ada masalah? Ibu yakin tidak ada masalah dengan kesuburan kamu, karena keluarga kita tidak mengalami hal seperti ini sebelumnya” kata Ibu. “Oh, Mbak pikir Hafiz yang mandul?”, Kata mama Nana.
“Bukan gitu Na, Aku hanya memastikan tidak ada salah dengan keluargaku” jawab Ibu yang terpancing emosi. “Sudah ma, jangan salahkan orang lain” jawab papa Doni. “Aisyah, tolong ceritakan pada kami apa kalian ada masalah?” tanya papa Doni dengan suaranya yang lembut. Aku semakin tersudut dengan keadaan ini, dan akhirnya Aku menceritakan bahwa mas Hafiz selalu pakai pengaman ketika berhubungan intim dan hal itu yang membuat Aisyah belum hamil.
Mendengar itu, Semua menjadi diam dan seketika di ruang tamu menjadi hening. Namun mama Nana merangkulku dan meminta maaf padaku, karna mama telah berfikiran negatif tentang Aisyah. Mama juga meminta maaf kepada Ibu dan semua sudah tahu, masalah kehamilanku adalah tergantung Mas Hafiz. “Ma, kita harus bicara pada Hafiz!” kata Papa Doni. “Jangan Pa, Mas Hafiz melakukan itu dengan alasan belum siam memiliki seorang anak” Aku memohon pada papa agar tidak menyinggung mas Hafiz.
“Iya, mungkin kami akan sedikit menyindirnya saja nak, Kamu yang sabar ya! Semua akan baik-baik saja.” Kata mama sambil terus mengelus tanganku. Akhirnya kedua orang tuaku, juga kedua mertuaku pulang ke rumah masing-masing, dan Aku tidur sendiri dimalam yang sepi. Mas Hafiz masih pulang besok malam, dan Aku harus bertahan sendiri di rumah. Aku mencoba membuka lemari Mas Hafiz, kulihat baju-bajunya berantakan dan berkerut. Melihat itu, Aku putuskan untuk menghabisakan malam dengan membereskan lemari mas Hafiz.
Aku megeluarkan semua Baju mas Hafiz yang berada di bagian atas. Ketika melipat salah satu kemejanya, Aku menemukan sebuah amplop yang sudah kusut. Penasaran dengan Amplop itu, Aku mencoba membukanya dan mengambil selembar kertas yang ada di dalamnya. Ketika membaca surat itu, Aku langsung beristighfar dan tak terasa air mataku mengalir. Aku menangis membaca selembar hasil tes darah Mas Hafiz. Surat itu menyatakan Mas Hafiz terjangkit virus HIV.
Aku mengembalikan Amplop itu ke dalam saku kemeja Mas Hafiz, dan merenung apa yang telah terjadi. Sekarang Aku tahu, Mas Hafiz memiliki alasan lain atas tindakannya memakai pengaman. Aku tahu Mas Hafiz sangat mencintaiku dan tak ingin Aku juga terjangkit virus mematikan itu. Kini hilang sudah impianku memilki banyak Anak dari mas Hafiz, karena satu pun tak mungkin diberikan oleh mas Hafiz.
Di sisi lain Aku merasa sakit hati padanya, sakit hati karena cemburu dan curiga. Aku memiliki keyakinan bahwa mas Hafiz pernah melakukan zinah dengan pelacur. Dan Allah telah menghukum mas Hafiz atas tindakannya itu. Aku ingin menanyakan semuanya kepada mas Hafiz, namun Aku harus sabar menunggu hingga dia kembali ke rumah besok malam.
Ke esokan harinya, Aku berusaha melupakan apa yang kutemukan semalam, Namun rasa gundah masih terus menyelimutiku berharap mas Hafiz segera pulang ke rumah. Tiba-tiba ada suara ketukan pintu di depan rumah. Aku segera berlari menuju pintu dan membukakan pintu itu. “Assalamualaikum” Kata laki-laki di depanku. Aku hanya menjawab salamnya dan bertanya kepadanya, “Maaf Mas cari siapa ya?” Tanyaku sambil memegang daun pintu.
“Saya mau tanya, Apa benar ini rumah Hafiz?” tanya laki-laki itu. “Iya, tapi Mas Hafiz belum pulang” Kataku sambil terus berdiri di dekat daun pintu. “Maaf ya ukhti, Saya teman Hafiz saat kuliah dulu, Mbak istri mas Hafiz?” Tanya laki-laki itu. “Iya, saya istrinya… Tapi lebih baik Mas kembali nanti malam saja, karena Mas hafiz baru nanti malam pulang ke rumah” jawabku datar. “Yaudah Mbak, nanti malam saya datang lagi, Assalamualaikum” Laki-laki itu langsung pergi menjauh dari rumah. Aku pun langsung mengunci pintu rumah dan berdiam diri di rumah.
*******
            Tak terasa hari berlalu sangat cepat, dan kulihat matahari sudah berada di ufuk barat. Aku semakin berat dengan waktu yang semakin cepat. Jantungku pun berdetak sangat kencang, dan semakin gelisah ketika masuk sholat maghrib. Selesai sholat, Aku mendengar ketukan pintu lagi, dan setelah kubuka masih laki-laki sama seperti tadi siang. “Assalamualaiku, mas Hafinya sudah datang mbak?” tanya laki-laki itu. “Aku menjadi tidak enak jika menyuruhnya pergi lagi seperti siang tadi. “Mas hafi belum pulang, mungkin sebentar lagi pulang. Mas tunggu disini saja ya, Aku mau buat minuman” kataku menyuruhnya duduk di teras rumah.
            Aku menyeduh teh dan membawanya ke teras, “Ayo mas diminum dulu!”. “Terimakasih ya mbak, Oia Mas Hafiz sudah lama menikahnya?” Tanya laki-laki itu. “Alhamdulillah sudah hampir dua bulan!” jawabku sambil tersenyum. “Oh, Kira-kira jam berapa ya mas Hafiz pulang?” Laki-laki itu bertanya lagi. Aku hanya menjawab pertanyaannya dengan jawaban yang sama yakni “sebentar lagi”.  “Oia, Nama Mas siapa?” tanyaku padanya. “Oh, Aku Roby mbak, mbak sendiri siapa?” tanya Roby.
            “Aku Aisyah mas. Maaf ya Mas Roby harus duduk di luar karena Aku takut menjadi fitnah para tetangga jika di dalam rumah” Aku mencoba meminta maaf atas keadaan malam itu. dan tiba-tiba mobil mas Hafiz masuk ke gerbang. Aku berdiri menyambut Mas Hafi dengan perasaan yang tak enak. Ketika melihatnya, Aku langsung mencoba menghilangkannya dengan jilbabku. Aku mendekati mas Hafiz dan langsung mencium tangannya. “Kamu baik-baik saja kan sayang?” tanya mas Hafiz. “Alhamdulillah mas” jawabku sambil tersenyum.
            “Hei Hafiz, Assalamualaikum!” Kata Roby yang berdiri di teras rumah. “Walaikumsalam, Roby? Ngapain kamu disini?” Seketika mimik wajah mas Hafiz menjadi tegang dan sesekali melihat ke arahku. “Alhamdulillah, Akhirnya aku bertemu denganmu Fiz” kata Roby sambil memeluk mas Hafiz. Mas Hafiz sedikit canggung dengan keadaan itu, namun bagiku itu adalah hal wajar bagi seorang laki-laki untuk berpelukan sebagai ganti berjabat tangan.
            “Yaudah Mas, ayo kita masuk dulu” ajakku pada Mas Hafiz. “Fiz, Istrimu cantik loh, dan sepertinya dia sholeha” Kata Hafiz. “Sudah lama kamu disini?” Tanya mas Hafiz khawatir. “Tenang Fiz, Aku baru tiba kok, dan Aisyah menyuruhku untuk menunggu di luar rumah, sungguh benar-benar istri yang berabkati” Pujinya padaku.
            Akhirnya, Mas Hafiz mengajak Roby untuk menginap di rumah. Aku tidak pernah keberatan dengan itu karena ada tiga kamar di rumah ini. Mas Hafiz menempatkan Roby di kamar belakang dekat dapur. Dan kamar kami berdua ada di depan dekat ruang tamu. Rencanaku untuk menanyakan surat hasil tes itu harus kutunda karena Aku tak mau orang lain mendengar bahwa Mas Hafiz terkena virus HIV.
            Malam pun semakin larut, setelah makan malam Aku kembali ke kamar menonton acara Tv di kamar hingga mata terasa berat. Aku putuskan untuk ke kamar mandi dan ketika keluar dari kamar ku lihat mas Hafiz dan Roby sedang asyik menonton Bola. Sudah menjadi kebiasaan mas Hafiz kalau ada bola selalu menyempatkan diri untuk menontonnya. Apalagi ada sahabatnya dan Aku yakin mas Hafiz akan tidur di ruang tamu kali ini.
            Namun perkiraanku salah, saat Aku mulai terlelap ku rasakan ada seseorang yang berbaring dis ebelahku, dan saat Aku lihat ternyata mas Hafiz berbaring di sebelahku. Aku tersenyum dan melanjutkan tidurku, memejamkan mata sambil memeluknya.
            Tiba-tiba udara dingin berhembus membuat diriku menggigil, Aku membuka mata dan terlihat pintu kamar terbuka lebar. Aku kaget dan segera beranjak dari tempat tidur menuju pintu kamar untuk menutupnya. Namun Aku tersadar kalau mas Hafiz tidak lagi di sampingku. Suara Televisi di rung tengah masih terdengar, segera Aku cek dan tidak ada seorang pun di sana. Ku arahkan pandanganku ke kamar tamu dan terlihat cahaya lampu kamar masih menyala, dan perlahan Aku menghampiri kamar itu. Terdengar suara mas Hafiz berbicara dengan Roby. Semakin dekat semakin terdengar suara obrolan mas Hafiz.
“Aku sangat mencintai Aisyah, Aku tak mau menyakiti hatinya” suara mas Hafiz terdengar sangat pelan.
“Sekali saja, setelah itu Aku pergi dari kehidupanmu, Apa kamu tak pernah berfikiran bagaimana perasaanku?” kali ini Roby yang berbicara pelan. Dan setelah itu tak ada suara lagi yang dapat kudengar. Aku mencoba mendekat ke pintu, melihat apa yang terjadi di celah lubang kunci. Hasilnya Nihil, Aku tak dapat melihat dari lubang kunci yang kecil itu.
            Dengan penuh tekad, Aku membuka pintu kamar tamu dan ketika terbuka sedikit saja langsung pemandangan yang membuatku shock dan seketika Aku mengucapkan Istighfar. “Astaghfirullah” kataku ketika melihat mas Hafiz sedang berciuman dengan Roby.
            “Aisyah, bukakan pintu…” suara Mas Hafiz terdengar sedih. Aku tak menghiraukannya dan langsung menuju jendela kamar untuk menguncinya dan mematikan lampu. Berkali-kali mas Hafiz berusaha membujukku untuk membukakan pintu. Aku hanya diam dan menangis di dalam kamar. Dan Aku tak tahu kapan Aku terlelap dan terbangun ketika matahari sudah terang.
            Di luar kamar tak terdengar suara Mas Hafiz, Aku langsung mengemasi beberapa pakaianku dan perlahan membuka pintu kamar. Ku lihat mas hafiz terlelap di dekat pintu kamar. Perlahan Aku melewatinya menuju ruang tamu, dan kulihat Roby sedang duduk merenung semua yang terjadi. Ketika melihatku Roby berdiri dan berusaha mengatakan sesuatu, namun Aku berlari langsung keluar dari rumah.
            Aku terus berjalan tak tahu harus kemana. Berjalan menjauh dari suamiku yang kucintai, dan kali ini Aku merasa pernikahanku akan hancur. Aku menangis sambil terus berjalan dengan tas di tanganku dan Aku ingin segera pulang bertemu dengan Ibu. Tiba-tiba Mas Hafiz datang dengan motornya dari belakangku memanggil namaku. Di saat bersamaan Ada taxi lewat dan Aku langsung menghentikan taxi dan menyuruhnya untuk segera pergi menjauh.
            Ku lihat mas Hafiz menangis sambil terus mengejarku di belakang taxi. “Aisyah…” itulah yang kudengar darinya. Dan tiba-tiba terdengar suara keras dari belakang, Ketika Aku melihatnya Mas Hafiz terjatuh jauh dari motornya karena sebuah Mobil menabraknya. Aku berteriak di dalam taxi dan menyuruh sopir taxi berhenti.
            Aku langsung berlari menuju mas Hafiz yang sudah berlumuran darah, dan sopir taxi yang kutumpangi berinisiatif membawa mas Hafiz ke rumah sakit terdekat. “Ya allah, selamatkan mas Hafiz” Aku berdoa di dalam taxi menuju rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, Mas Hafiz langsung di masukan ke ruang ICU dan seorang dokter memintaku untuk menunggu di luar.
            Beberapa menit kemudian, Roby datang ke rumah sakit dan mendekatiku menanyakan kabar mas Hafiz. “Bagaimana Hafiz mbak?” tanya Roby panik. “Dokter masih berusaha menyelamatkannya” jawabku dengan air mata terus mengalir. “Mbak, Maafkan Aku ya! Aku yang salah…” Kata Roby. “Bukan saatnya, dan jangan meminta maaf kepadaku minta maaflah kepada Allah!” Aku memandangnya dengan tatapan emosi. “Iya Mbak, Aku sangat berdosa telah melakuka hal itu” Roby berlutut di depanku.
            Aku hanya diam melihat Roby, dan terus mengkhawatirkan mas Hafiz. “Mbak, Aku dan Mas Hafiz sebeanarnya sudah lama mengakhiri hubungan kami sejak Kuliah dulu, namun semalam Aku memaksa mas Hafiz melakukan Apa yang pernah kami lakukan dulu untuk yang terakhir kalinya” Roby terus berusaha menjelaskannya. Dan ketika itu juga Aku melihat Mama dan Papa berada kejauhan menuju ruang UGD. “Roby, sebaiknya kamu pergi dan jangan cerita kepada siapa pun tentang masalah kita, dan Aku harap kamu dapat merahasiakan aib mas Hafiz itu, karena kedua orang tua Hafiz sudah mendekat” Aku langsung berjalan menjauh dan berlari menuju Mama dan Papa.
            Mama tak kuasa menahan sedihnya dan terlhat sangat khwatir dengan keadaan Mas Hafiz. Kemudian Tim dokter datang dengan membawa kabar buruk, Mas Hafiz harus rela kehilangan satu kakinya. “Pasiaen harus menjalani amputasi di kakinya, karena tulang-tulang kakinya sudah hancur dan tak dapat diselamatkan” kata Dokter menjelaskan kepada mama dan papa. Mama langsung pingsan, Papa langsung membawa mama ke kursi dan membaringkannya. “Pak, Paien harus segera ditangani dan kami meminta persetujuan keluarga” Kata Seorang suster. “Baiklah Sus, lakukanlah yang terbaik buat anakku” Papa menandatangani surat-surat.
**********
            Beberapa hari kemudian, Mas Hafis sudah sadar setelah tiga hari koma di rumah sakit. Aku bergantian dengan mama dan Ibu untuk menjaga Mas Hafiz, dan sesekali Roby datang menjenguk. Ketika pertama kali mas Hafiz sadar, dia memanggil namaku dan hanya Aku yang boleh masuk oleh dokter. “Aisyah….Maafkan Mas Hafiz ya!” suara mas Hafiz berat. “Iya Mas, Aisyah sudah maafin kok” Jawabku sambil meneteskan air mata. “Mas sudah menyakiti Aisyah” Suara Mas Hafiz terbata-bata. “Mas Istirahat dulu ya, Mama juga ada di sini mas, biar Aku panggilkan mama” Aku langsung ke luar dari ruangan itu dan menyuruh mama masuk.
            Bergantian kami masuk ke ruangan mas Hafiz hingga kahirnya mas Hafiz terlelap akibat obat bius yang disuntikan suster. Beberapa hari kemudian, mas Hafiz sudah membaik dan sudah dipindah ke ruang perawatan. Mas Hafiz juga sudah mengetahui tentang kaki kirinya yang sudah tak dapat menemaninya lagi. Ketika Aku yang menjaga Mas Hafiz sendirian, tiba-tiba mas Hafiz membahas masaalah dimalam itu. “Aisyah, Mas sekarang sadar bahwa mas tidak pantas menjadi suamimu, bahkan mas tidak pantas menjadi suami perempuan lain yang soleha dan tulus sepertimu” kata Mas Hafiz.
            Tiba-tiba Roby datang dan masuk ke ruang perawatan. “Fiz, maafkan Aku. Gara-gara Aku kamu menjadi seperti ini” Roby menangis di sampingku. Aku hanya melihat Roby yang sangat terlihat menyesal. “Aku juga salah Rob, Jika Aku tidak menjalani hubungan denganmu saat kuliah dulu mungkin semua tidak akan menjadi seperti ini. Namun itu lah yang terjadi, sebaiknya kamu juga memnita maaf kepada Aisyah” Mas Hafiz menyuruh Roby meminta maaf kepadaku.
            Aku hanya diam tak bersuara ketika Roby mengutarakan penyesalannya dan meminta maaf kepadaku. “Aisyah, Aku adalah laki-laki tak berguna, laki-laki yang tak pantas menjadi suamimu, laki-laki yang hanya memliki satu kaki, dan laki-laki yang tak dapat memberikan kamu seorang anak karena suatu alasan yang tak mungkin kuceritakan, Jika kamu mau minta cerai bilang pada mas Hafiz!” Kata Mas Hafiz sambil meneteskan air matanya.
            “Aisyah sudah tahu alasannya mas, Mas mendapat banyak cobaan dan menahan penderitaan begitu panjang, Meski mas tidak bisa memberikan anak buatku karena penyakit di darah mas Hafiz dan meski mas adalah seorang gay, Namun jika Mas hafis berjanji akan berubah dan bertobat, Aku tak akan pernah meminta mas Hafiz untuk menceriakan Aisyah. Karena Aisyah sangat mencintai Mas Hafiz dan Aisyah Memaafkan semua hal yang pernah dilakukan mas Hafiz pada Aisyah. Mari kita jalani hidup lebih baik, meski tak ada kemungkinan kita mendapatkan seorang anak, Aku yakin kita akan bahagia mas!” jawabku sambil terus menangis.
            “Jadi Aisyah sudah tahu kalau mas terjangkit HIV? Maafkan Mas ya! Itulah alasan mengapa Mas Hafiz selalu memakai pengaman karena Aku tak mau kamu juga terjangkit Virus mematikan itu” Mas Hafiz mencoba meraih tanganku.
            “Aisyah, Mar Hafiz…. Kalian benar-benar saling mencinta. Aku meminta maaf kalau selama ini Aku menipu mas Hafiz dengan Surat hasil tes itu. Tak ada Virus HIV di darah Mas Hafiz, karena Surat itu adalah palsu yang kubuat untuk menghancurkan hidupmu dulu, maafkan Aku Fiz” Roby menceritakan semua kebenarannya.
            “Jadi, Aku tidak terjangkit Virus? Alhamdulillah Ya Allah1” Kata Hafiz sambil memelukku. Aku semakin haru dan bahagia mendengar itu dan Roby sekali lagi meminta maaf dan pamit untuk pergi dari kehidupan kami.
******
            Beberapa tahun kemudian, Mas Hafiz masih bisa bekerja di kantornya sebagai administrasi dan Hubunganku dengan mas Hafi semakin harmonis. Aku disibukan dengan kedua anakku yang cantik-canti. Ya sekarang Aku menjadi seorang istri seutuhnya seorang istri sekaligus seorang Ibu di rumah kecil kami. Dan Aku selalu yakin Allah selalu memberikan jalan yang terbaik pada HambaNya jika dia memnta padaNya.
::Sekian::

Comments
19 Comments

19 comments:

  1. Tumben gak mati? biasanya tewas mengenaskan, tapi yang ini Ok banget dan beberapa masih ada salah ketik, coba teliti lagi ya! keep posting my brade, I will support you in here! :-)

    by: your part of life

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimaksih, tapi Aku tak pernah merasa punya bagian dari hidupku yang beranama 'Anonim/tanpa nama"!

      Delete
  2. numpang baca boleh ya Ray..
    suka ma ceritanya,,dd gak nyangka..klo nti dd nti pya suami kyk maz hafiz bisa setegar itu nggak..

    gak tw knp dd suka bgt baca n ntn yg berbau Gay or YAOI gtu..
    kok dd jd curhat!!

    cinta pelangi mank jarang yg happy end ya ^^..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih sudah baca DD, wah masalah happy neggaknya tergantung yang menjalani :D kalau kisah ini kan udah happy ending :D hehehe

      Delete
    2. iya sih Ray...mank Ray ad tmn yg G** juga???
      DD ada...
      dia pgn bisa berubah!!!
      tp blom bisa...ya jln satu2nya ya dijodohin..

      Delete
  3. Kisah ini hampir mirip dengan kisah hidupQ, bagaimanapun jg Q tidk sprti Aisyah yg tgr menghadapi semua cobaannya, Andai saja Q bs bersabar seperti Aisyah Q tidak akan khilangn suamiQ untk selamanya. Setelah kepergiannya, yang Q rasakan hanyalah penderitaan karena tdk ada laki-laki lain yang Q cintai selain dirinya.

    Thanks ceritanya bagus! tapi terlambat Q menemukan cerita ini :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya, jarang hampir tak ada perempuan yang setegar Aisyah di akhir Zaman ini, Aku hanya berharap semoga Fitri bisa mendapatkan kebahagiaan dan menemukan laki-laki idaman. aamiin :) Thanks atas kunjungan dan komentarnya :)

      Delete
  4. Hy..makasi ceritanya...saat ini aq menglami hal yg sama....bedanya hasil lab nya benar...namun ku masih bersamanya dan sangat bahagia....tetap semangat siapapun yg sedang mengalami hal ini...Alloh tidak akan memberikan cobaan yang tidak dapat ditanggung hambaNya : )

    ReplyDelete
  5. Andai aku mempunyai istri setegar aisyah.. Aku akan mencintai sepenuh hatiku.. Karena siapa yg mau dilahirkan jadi Gay.. Dan q sudah memulai keluar dari dunia sprti ini, pada dasarnya q hanya kekurangan kassih sayang seorang ayah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semangat...! Anggap saja "GAY" itu sebagai cobaan yang harus dilewati... siapa yang bisa bertahan menghindari dan melewatinya, Insyallah itu menjadi nilai baik bagi kita... Aamiin!

      Delete
  6. Kalau memang iya ada beneran seperti ini, surga bagi istrinya

    ReplyDelete
  7. Yang ku cari slm ini adalah wanita sprti aisyah........ Dimanaku bisa menemukanya

    ReplyDelete
  8. Yang ku cari slm ini adalah wanita sprti aisyah........ Dimanaku bisa menemukanya

    ReplyDelete
  9. Fall in love sama cerita ini :)

    ReplyDelete
  10. Ceritanya bagus tapi apakahcerita nya nyata atau hanya cerita? Mas hafiz emang cinta sayang perhatian dan masih mau menafkahi istrinya.. wajar bila aisyah mampu bertahan. Bagaimana seandainya mas hafiz yg seorang gay tidak cinta sama sekali tidak menafkahi lahir dan batin , dan sama sekali tidak perduli dgn istrinya, bahkan suka memukuli, dan suka cari2 kesalahan istri, apakah seorang aisyah mampu tetap bertahan ??

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yes I did. Just my old own story.
      Saya tetap bertahan dan sekuat tenaga mempertahankan pernikahan meski suami saya seorang gay, tidak pernah memberikan nafkah batin, tidak mencintai saya (karena dia adalah gay), tidak peduli terhadap saya, selalu mencari2 kesalahan saya, selalu menyalahkan saya, dll. Tetapi, saya tetap mencintai dan menyayanginya sepenuh hati, melakukan yang terbaik yang saya bisa, bersabar, dan selalu setia.. karena dia suami saya, amanah yang Alloh serahkan pada saya dan saya pikir bahwa kita tidak akan pernah tahu di waktu yang mana Alloh akan memberikan jalan-Nya ��

      Delete
  11. Baca Punyaku juga yah.. bantuin aku biar aku bisa jadi writer juga :) Pengen Punya Laptop :(
    Cerita Gay Khusus Cowok ( http://khusus-cowok.blogspot.co.id )
    Love Season Episode 2 'Cerita Gay Romantis Semi' ( http://khusus-cowok.blogspot.co.id/2016/02/love-season-episode-2.html )

    ReplyDelete
  12. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete

Terimakasih atas kunjungannya, besar harapan penulis tolong tinggalkan jejak dalam kolom komentar, terimakasih....