Saturday 5 January 2013

Cinta dan Khayalan


 Pagi yang cerah ini aku duduk di tepi jalan beraspal berbatas jurang yang begitu indah. Suara gemuruh sungai di dasar jurang bersautan dengan suara serangga di pepohonan. Kedua suara bergabung menjadi satu dengan suara hembusan angin dan kicauan burung mejadikan irama yang menenangkan bagiku. Selain indra pendengaran dan penglihatanku, ternyata indra penciumanku juga aktif di tempat ini. Aroma rumput basah dan bunga di tepi jalan menghiasi penciumannku. Semua komponen itu melengkapi keindahan tempat ini, tempat yang selalu aku gunakan berdua dengan orang yang kucintai untuk menghilangkan stress.
**********
Mencintai seseorang adalah bagian paling mudah bagiku, tapi untuk mengungkapkannya merupakan hal tersulit bagiku. Apalagi mencintai sosok laki-laki yang menjadi pusat perhatian teman-teman saat SMA dulu. Iya, bukan sosok perempuan yang aku cintai tapi seorang laki-laki, dan akupun tak tahu apa penyebabnya karena aku merasakan cinta ini mengalir begitu saja.

Memoriku masih menyimpan nama Riko, Riko Zulkifli adalah laki-laki pertama yang aku suka. Kedatangannya ke sekolahku menjadikannya medan maghnet yang menarik perhatian para siswi yang mengagumi ketampanannya. Tak hanya siswi guru muda pun juga ikut-ikutan menjadi penggemar rahasianya. Dari sekian banyak penggemar mungkin hanya aku sendiri penggemar bejenis kelamin laki-laki.

Hampir semua penggemarnya hilang saat dia mendapatkan predikat siswa tersombong di sekolah. kesombogannya menurutku hanyalah sikap cuek di depan teman-teman lain, dia paling anti bicara dan bergurau dengan teman-teman, hanya buku yang selalu dijadikan teman setianya membuat di semakin misterius. Namun, sepertinya hanya aku yang bertahan menjadi penggemar rahasianya hingga dia lulus SMA.

Aku tidak pernah tau kemana dia pergi setelah lulus SMA, namun wajahnya masih tetap menjadi teman mimpiku. Hingga akhirnya di sebuah Universitas aku bertemu dengannya lagi. bertemu dengan orang yang pernah menjadikanku pemimpi terbaik.

 Mungkin Mimpiku akan selalu menjadi mimpi jika aku tidak pernah memperjuangkan mimpiku. Aku beranikan untuk bergabung dengan UKM kesenian dimana Riko merupakan Wakil ketua dari Organisasi tersebut. Ketika mendaftarkan diri di UKM (Unit kegiatan Mahasiswa) kesenian Riko yang menjadi panitia perekrutan.
“Rendy Oktabara” Tanya Riko padaku.
“Iya, Mas” kataku agak sedikit canggung.
“Panggilannya?” lagi-lagi dia bertanya dan hanya melihat biodataku.
“Rendy”
“Baiklah, keahlian apa yang kamu punya dalam bidang seni?” pertanyaan yang sangat kutakutkan akhirnya keluar juga.
“Sebelumnya saya minta maaf, mungkin saya memang tidak punya bakat dalam berseni, namun motifku ingin bergabung dalam UKM ini ialah melatih diri untuk berorganisaasi, karena sebelumnya saya juga aktif berorganisasi di OSIS dan saya sebagai ketua osis dulu” kataku panjang lebar dan berhasil membuat dia memandangku heran.
“Terus bagaimana kamu bisa berpartisipasi dalam bidang seni?” kata Riko heran.
“Gampang saja, meski saya bukan pelaku seni bisa saja saya membantu di belakang panggung memberikan ide kratif saya” kataku sedikit ragu.
“Baiklah, kamu lolos interview tinggal mengikuti Diklat sabtu malam besok” katanya sambil menjulurkan tangannya. Aku langsung tersenyum meraih tangannya untuk berjabat tangan. Itulah kali pertama diriku menyentuh tangannya yang putih mantap, namun dia tetap dingin seperti dulu. Hal itulah yang membuatku semakin bersemangat mencari simpati darinya.

Dua hari berlalu, sekarang aku berada di hutan tepatnya di lereng gunung Arjuna bersama belasan calon anggota UKM kesenian lainnya. Aku measa bingung kenapa mereka melakukan Diklat di tempat seperti ini, ini UKM kesenian atau Pencinta Alam pikirku. Aku hanya bisa diam mengikuti arahan beberapa kakak tingkatan dan sesekali mataku menelusuri mencari sosok Riko di hutan yang mulai sore ini. Akhirnya kedua mataku dapat menangkap dirinya duduk termenung di depan tenda panitia.

“Kalian masih calon anggota, dan dapat dimungkinkan diantara kalian tidak akan lolos dalam seleksi ini” Suara besar kakak tingkatan yang telah kulupakan namanya. Aku memang sulit mengingat sebuah nama jika orang itu hanya biasa-biasa aja. Aku selalu mengingat orang yang paling dominan diantara mereka, paling pintar, paling nakal, bodoh, ganteng, cantik, dan sebagainya.

Satu persatu dari kami diabsen dan mendapatkan nomor tenda yang akan ditempati oleh 3 orang calon anggota dan 1 pendamping. Setelah semua siap aku menuju tenda nomor lima sesuai arahan panitia tadi.
“Hai, tenda no lima?” Tanya laki-laki berpenampilan paling modis diantara kami.
“Hai juga, kita sekelompok ya?” kataku tersenyum padanya sambil melihat pakaiannya.
“Rendy kan?” dia tersenum padaku
“iya, Kita sudah penah kenalan ya?” aku menjabat tangannya.
“Belum, kenalin namaku Davi” kata Davi sambil menjabat tanganku.
“Rendy, hmm.. ngomong-ngomong kamu mau kemana pakaian modis seperti itu?” kataku agak heran.
“Hahaha…” dia hanya tertawa dan melepas jabatan tangannya. akupun hanya geleng kepala melihatnya seperti itu.
“Eh, Iya karena kita satu tim kita saling bantu ya, ngomong-ngomong anggota kita masih kurang satu orang” kataku sambil mencari sosok yang tak tahu orangnya. Ku lihat davi juga menoleh kesegala arah namun tak ada orang yang datang ketenda kami.
Biarlah, mungkin dia terlambat” kata davi sambil memasuki tenda.

Aku mengikutinya masuk ke tenda, tenda yang disediakan memang cocok untuk kapasitas empat orang, namun kami masih berdua di dalam tenda. Jelang beberapa menit ada seorang yang masuk ke tenda, dia adalah Riko.
“Permisi, Aku pendamping kalian menggantikan kak Aldo, dia lagi sakit di rumahnya. Mungkin kalian sudah tau namaku dan sekarang  saatnya kalian perkenalkan nama kalian” Kata Riko sambil meihat ke arahku.
“Rendy” “Davi” kata kami berdua bergantian memperkenalkan nama kita masing-masing.
“Baiklah, kalian harus menjadi tim yang hebat meski kalian hanya berdua karena teman satu kelompok kalian mengundurkan diri. silahkan ganti pakaian” kata Riko sambil keluar dari tenda.

Aku merasa manusia paling bahagia malam ini, karena Riko akan tidur satu tenda denganku. Pikiranku melayang kemana-mana hingga akhirnya aku di kagetkan suara Davi.
“Hei, mikirin apa?” kata Davi sambil membereskan ranselnya.
“Ahh, tidak aku Cuma memikirkan sesuatu tadi” kataku sambil membuka ranselku.
“Pasti pacarnya” ledek davi. Aku tak membalas ledekannya yang kulakukan hanyalah mengeluarkan kaosku dari ransel.

Aku tak mau membuang-buang waktu untuk ganti pakaian, aku langsung membuka kemejaku dan menggantinya dengan kaos yang disediakan kampus. Ketika membuka baju kulihat davi sedang memandangiku. Aku hanya diam dan langsung memakai kaosku.
“Dav, Permisi ya” kataku padanya sambil membuka celana jeansku. Davi hanya diam heran melihatku brganti pakaian seenaknya di depannya. Kulihat berkas merah dipipinya dan titik keringat di dahinya.
“Dav, napa bengong? Kamu nggak mau ganti baju?” kataku setelah selesai memakai celana olahraga.
”Ah, gantian aja Ren” jawabnya sambil mengaduk isi ranselnya.
“Kamu malu ya? kita ka sama-sama Laki Dav, buat apa malu” kataku meledeknya karena aku tau tidak semua laki-laki mau berganti pakaian meski di depan teman laki-lakinya.
“Eh, nggak kok” katanya ragu. Aku hanya tersenyum melihat tingkahnya yang menyembunyikan rasa malunya.
“Eh, Dav sorry ya aku ganti pakaian seenaknya” kataku padanya. Davi hanya dian dan sibuk dengan Tasnya.
“Dav? Kamu tak apa?” kataku memegang pundaknya.
“Eh, aku tidak apa apa Ren” Kata Davi sedikit kaget.
“Baiklah, aku keluar dulu ya, silahkan kamu ganti pakaian” kataku sambil keluar dari tenda.

Suasana di luar tenda sudah semakin gelap, kulihat dua orang panitia telah menyiapkan Api unggun. Beberapa anggota lain juga mulai menjelajahi sekitar perkemahan dan sebentar lagi kami harus berkumpul untuk melakukan perjalanan.
“Dav, sudah selesai belum?” kataku dari luar tenda.
“Sudah Rend” jawab Davi dan langsung keluar dari tenda. Kami berdua langsung menuju tenda panitia untuk berkoordinasi dengan Riko yang sedang duduk di sana. Langitpun mulai gelap acara diklat dimulai. Aku dan Davi satu-satunya kelompok beranggotakan dua orang, sedangkan yang lain beranggotakan 3 orang.

Satu persatu Pos telah kami lalui, setiap pos kami harus melakukan apa yang disuruh oleh penjaga Pos. dari bernyanyi, menjawab pertanyaan tentang kepemimpinan terakhir perjalanan kami berakhir di depan api unggun. disinilah kami merenung bersama hingga lewat tengah malam.

Setelah semuanya selesai akhirnya kami diperbolehkan kembali ke tenda masing-masing. Aku membuka isi tasku dan mengambil Snack yang sengaja aku bawa dari kos.
“Dav, Silahkan” Aku menyuguhkan snack yang ku bawa
“Wah, prepare banget kamu Ren, aku gak kepikiran buat bawa cemilan ke sini, thanks ya!” kata Davi sambil mencomot makanan kemulutnya.

Sambil Istirahat dan santai, aku dan Davi banyak mengobrol tentang diri kita masing-masing. ternyata Davi adalah mahasiswa luar kota dan tinggal di kota ini dengan tantenya. Dan baru aku tahu ternyata Davi merupakan mahasiswa semester tiga dan baru mengikuti UKM ini setelah setahun dia kuliah. Dia merupakan anak tunggal dan kedua orang duanya tinggal di paris. Sekilas aku dapat menilai Davi dari cara berbicara dan sikapnya dia merupakan anak yang supel dan menyenangkan. Meski penampilannya terkesan sangat mewah tapi dia tetap rendah hati dan tidak sombong.
“Oia, Fokus senimu apa Ren?” Tanyanya.
“Oh, aku tidak punya bakat seni, tapi aku suka berorganisasi aja, dan sedikit punya keinginan untuk belajar seni” kataku sedikit malu.
“Bagus kalau gitu, Aku sendiri hanya bisa main musik Ren” kata Davi datar.
“Alat musik apa yang dapat kau mainkan Dav?”
“Untuk sementara aku hanya bisa main piano dan gitar”
“Kapan-kapan Aku ajari bermain gitar ya” kataku sambil tersenyum menandakan suatu permohonan padanya.

Beberapa menit kemudian ada seseorang yang membuka tenda kami, dan menyuruh kami berdua untuk keluar. aku sudah dapat menebak dari suaranya siapa yang menyuruh kami keluar yakni Riko. Aku dan Davi segera keluar dari tenda dan menghadap kearahnya.
“Salah satu anggota kehilangan Handphonenya dan terpaksa kita menggeledah satu persatu Tenda, Don periksa barang mereka” kata Riko memerintahkan kak Doni. aku santai saja karena aku yakin barang yang mereka cari tidak ada di dalam tenda kita.
Selang beberapa menit, Doni keluar dari tenda membawa Tasku “Ini Tas siapa?”
“Ini Tas saya kak, kenapa?”
“Oh, ini Handphone siapa?” Dony menunjukan handphone yang tak kukenal kepadaku.
“Saya tidak tahu kak” kataku keget melihat barang yang tak ku kenal ada di Tasku.
“Baiklah, kalau kamu mengaku kami tidak akan melaporkan kamu ke polisi” Bentak Riko.
“Kenapa? Kenapa saya mau dilaporkan Polisi?” Kataku
“Sudah jelas ini Ponsel yang hilang, dan kamu pencurinya”.

Suasana semakin memanas, beberapa anggota berhamburan keluar dari tenda mereka menuju tendaku. Beberapa wajah melihatku penuh kebencian. Ku lihat wajah Davi yang tidak percaya kalau aku yang mencuri benda itu, namun aku benar-benar tidak tau tentang benda itu. Sumpah demi sumpah telah ku lontarkan namun balasannya hanyalah makian dan tuduhan yang memperkuat bahwa akulah pelakunya.

Aku sempat berfikir bahwa ini adalah jebakan dari temanku sendiri, teman yang baru aku kenal yakni Davi. “Dav, jelaskan pada mereka kalau aku tak bersalah, aku selalu berdua denganmu dari sore tadi” kataku memohon pada Davi.
“Iya kak, tadi Rendy selalu bersamaku” kata Davi.
“Oh, berarti kalian berdua bersekongkol ya?” kata Riko. Kulihat Davi merasa ketakutan, apa mungkin davi orang yang telah merencanakan ini. namun apa salahku padanya hingga dia tega menuduhku mencuri.
“Laporin polisi aja”, “Keluarin dari UKM”, “Dasar Maling” beberapa suara mulai bersautan dari kerumunan panitia.
Akhirnya aku dibawa kedepan api unggun dan duduk di sana berdua dengan Davi.
“Kami disini tidak mencari maling, tapi kami mencari orang yang royal pada organisasi kami” kata Riko. Sungguh rasa malu yang sangat besar ketika dituduh sebagai maling. Tak terasa air mataku mendobrak untuk keluar, namun aku selalu menahan air mata itu, karena aku tak mau menjadi laki-laki cengeng.

Aku harus menghadapi masalah ini, aku harus bertanggung jawab pada mereka meski aku hanyalah korban fitnah.
“Rendy, kalau kamu tidak mengaku terpaksa aku laporkan Davi juga ke polisi sebagai komplotan pencuri” kata Dony dengan suaranya yang besar.
Maaf kak, sekali lagi saya katakan bahwa saya tidak mencuri barang itu menyentuhnyapun tidak, percaya atau tidak yang jelas aku dan Davi tidak berencana menjadi maling, jadi hukumlah saya” kataku untuk menyelamatkan Davi.

Oh, akhirnya kamu mengaku kalau kamu yang mencuri?” kata Riko. Aku tak berani menjawab lagi, meski aku menjawab dan membela diri bukti dan saksi lengkap untuk menuduhku sebagai pencuri. Aku menundukan kepalaku merenungi nasib.

“Hei Rend, angkat kepalamu” bentak Riko.

Ketika aku mengangkat kepala, Satu timba air mengguyurku dan langsung membasahi tubuhku. bersamaan dengan guyuran air suara nyanyian selamat ulang tahun besautan di belakang. Aku langsung berdiri tertawa kepada mereka semua, rasa bahagia dan terharu campur jadi satu. Riko menjabat tanganku dan Davi Juga mendekatiku mengucapkan selamat ulang tahun. Aku tak pernah berfikiran mendapatkan surprise semacam ini sebelumnya karena akupun juga lupa kalau hari ini adalah ulang tahunku.

Ketika semuanya bubar, aku berganti pakaian dan memakai jaket di dalam tenda. Suasana sudah sangat sepi dan ternyata Riko tidak bergabung dengan tenda kami. Hanya aku dan Davi berbaring di dalam tenda. Gara-gara guyuran air itu aku merasa sangat kedinginan. Jaket yang kulekatkan di tubuhku tak juga menghangatkanku.  Kulihat Davi sudah terlelap dalam tidurnya.
“Dav, aku numpang selimutnya ya” kataku membangunkan Davi.
“Kamu kenapa Rend? Kedinginan ya? silahkan rend” Davi sedikit bergeser dan membentangkan selimutnya. Perlahan akhirnya rasa dingin yang kurasakan berkurang. Hingga aku terlelap dalam tidurku.

********

            Suara kicauan burung sudah terdengar mengusik tidurku aku mencoba membuka mataku dan langsung kaget ketika diriku memeluk Davi. Perlahan aku melepas pelukanku dan berbalik arah membelakangi Davi. Aku yakin Davi tidak merasakan bahwa aku telah memeluknya, untung saja dia masih terlelap.

Aku langsung keluar dari tenda menuju sisa api unggun tadi malam, tanah basah sisa guyuran tadi malam masih terlihat. Aku mengambil ranting pohon dan mengais bara api yang masih menyala. “Mau kopi?” tanya Riko mendekatiku dengan dua gelas kopi.
“Boleh, terimakasih” kataku sambil menerima segelas kopi hangat darinya.
“Kamu dari mana?” dia mulai membuka pembicaraan.
“Aku dari kediri kak” kataku sambil meniup kopi hangat di gelasku.
“Oh, sepertinya aku pernah melihatmu tapi aku lupa”
“Hehehe, bukan sepertinya kak, tapi memamng benar kakak pernah melihatku kok”
“Oia, emang dimana?” tanyanya ingin tahu.
“Dulu pas waktu SMA kak” kataku sambil tersenyum.
“SMA yang mana? Soalnya pas mau naik kelas tiga dulu aku pindah sekolah”
“SMA pindahan kakak, saat itu aku masih kelas satu dan di kelas teman-temanku yang cewek pada heboh membicarakan kak Riko” aku panjang lebar menceritakan respon teman cewekku di kelas ketika kak Riko mula pindah  ke sekolahku.

            Obrolan demi obrolan mengalir begitu saja, banyak yang aku bicarakan dengan Riko mengenai sekolah kami dulu hingga tak terasa cahaya matahari semakin terang menembus lebatnya hutan.
“oia, kalau acara diklat ini selesai jangan panggil Kakak, panggil Riko saja” kata Riko sambil berdiri dari tempat duduknya.
“Ok boss” kataku sambil mengangkat tanganku yang memegag gelas plastik berisi kopi.
“Yaudah, silahkan kamu berkemas, karena nanti siang kita akan kembali ke kampus” Riko menimggalkanku sendiri di depan bara api yang sudah hampir mati.

Segera aku kembali menuju tenda dan ku lihat Davi sudah bangun dari tidurnya.
“Udah bangun Dav?” sapaku ketika masuk ke tenda.
“iya, semalam aku tidur nyenyak banget” katanya sambil melipat selimutnya dan langsung dimasukan ke ranselnya.
“Ayo kita mandi ke sungai, pastinya teman-teman juga sudah di sana” ajakku pada Davi. Kulihat ada keraguan dalam diri Davi ketika ku mengajaknya mandi bareng di sungai. Sekali lagi aku mengajak Davi namun dia beralasan yang tak masuk akal.
“Dav, aku tahu kamu pasti malu ya mandi bareng teman2 lain?” kataku padanya.
“eh, enggak kok Ren” jawabnya kaku.
“hahaha, yaudah kalau begitu kita tidak usah gabung bersama mereka, lebih baik kita berdua aja ke sungainya dan memilih tempat yang berbeda dengan mereka, ntah di hilir atau di hulu sungai yang agak jauh dari mereka, gimana?” saranku pada Davi. Tak usah ku ulangi dua kali ternyata davi menyetujuinya.

Segera aku dan davi berjalan menyusuri jalan setapak untuk mencapai sungai yang jernih. Sesampainya di sungai aku langsung membuka semua pakaianku dan melompat ke sungai. Rasa segar langsung mengguyur tubuhku dan aku lihat Davi masih berdiri melihat ke arahku.
“Dav, ayo airnya segar loh” aku berteriak memanggil Davi.
“iya Ren” kata davi sambil membuka kaosnya. Kulihat badan Davi ok juga tak kalah bersih dengan badanku. Aku kira Davi memiliki penyakit kulit di tubuhnya karena dia tidak mau membuka baju di depanku namun semua terbantahkan badannya bagus bersih.
Perlahan Davi turun ke sungai tanpa melepas celananya. “Dav, buka saja celanamu gak ada yang melihat kok” kataku menyarankannya.
“Aku tidak memakai celana dalam Ren” jawabnya
“Loh? Kamu pikir aku ini pakai celana dalam?” aku langsung berdiri memperlihatkan tubuhku yang telanjang bulat.
“Hahaha, biarin terserah aku Ren” Davi tertawa melihatku.

akhirnya Davi sudah masuk kedalam air menikmati dinginnya air sungai yang jernih. Sesekali aku mencipratkan air kearahnya dan berhasil membuat kita bedua tertawa seperti anak kecil. Aku menghampiri batu besar di pinggir sungai dimana handukku berada di sana. Ku raih handukku dan kulilitkan di pinggangku.

“Dav, ayo kita kembali ke tenda, dingin banget nih” kataku padanya. Davi langsung mengarah ke batu besar dimana aku duduk di sana.
“Ren, tolong ambilkan handukku” katanya meminta tolong. Terlintas di otakku untuk mengerjai davi.
“Ambil sendiri Dav” kataku datar.
“Ayolah Rend, aku juga kedinginan”
“Kamu ini Dav, naik aja kesini lagian kamu pakai celana tuh” kataku sambil mengerutkan alis.

Kulihat Davi sedikit ragu namun akhirnya dia memutuskan untuk naik menuju batu besar. Ketika kulihat selangkangan davi ternyata alat vitalnya menonjol tercetak jelas. Aku sedikit menahan senyum melihat kejadian itu.

“Kenapa ketawa?” tanya Davi padaku.
“Hahaha, punya Alat vital gede seperti itu malu” kataku meledeknya. Muka Davi langsung memerah ketika ku menyinggung tentang alat vitalnya. Aku semakin ingin mengerjainya, langsung kutarik celananya dan alhasil Mr.P setengah tegang milik davi mencuat keluar.
“Hahaha, Kamu lagi On ya?” katakau meledeknya.
Davi langsung menutupi kemaluannya dengan handuk yang dililitkan kepinggangnya.
“Kurang ajar kau Ren” kata Davi sedikit tertawa
“Kenapa bisa ereksi gitu? Hem jangan-jangan kamu nafsu sama aku ya?” kataku meledeknya.
“Hei, dikira apaan bisa nafsu ma kamu ren” balasnya sedikit cemberut.
“Yah siapa tahu kamu itu ada kelainan, terus melihat aku yang telanjang begini kamu jadi horny” ledekku semakin menjadi.
“Oh, seharusnya yang bilang ada kelainan itu aku padamu Ren” Davi mulai menjawab ledekanku dengan serius.
“Kenapa harus aku Dav?” tanyaku ingin tahu.
“Semalam kamu meluk aku, dan bilang Riko..Riko aku mencintaimu, dan berkali-kali menciumku” Davi mengerutkan alisnya.
Aku langsung terperangah mendengar cerita Davi, “Heh, jangan fitnah Dav” kataku ketakutan.

“Hahaha, gak usah ketakutan gitu Ren, kamu mimpiin Riko kan?” Davi sekarang berbalik menyerangku. Aku hanya diam memikirkan apa benar kata Davi kalau diriku memeluknya dan menyebut nama Riko. Kemungkinan besar memang benar karena semalam aku mimpi lagi jalan bersama Riko.

“Jangan melamun Rend, kalau boleh jujur sebenarnya aku memang punya kelainan seksual, aku suka cowok Rend” pengakuan Davi membuat jantungku berdegub.
“Dav, Aku minta maaf kalau memang memeluk dan menciumimu” Kataku mulai membuka percakapan. Aku mengakui bahwa diriku sangat mengagumi sosok Riko dari SMA dulu, namun aku tak punya keberanian untuk mengungkapkannya karena aku yakin Riko adalah laki-laki normal.
“Sudahlah Rend, kamu perjuangkan cintamu itu dan aku akan membantumu kawan” kata Davi sambil memegang pundakku.

******

            Dua bulan kemudian Aku dan Davi semakin akrab, Kami saling percaya pada satu sama lain seperti saudara yang selalu menjaga. Meski kami sama-sama Gay, tak ada dalam diriku niatan untuk bergumul dengannya. Begitu juga dengan Davi, dia masih saja menjaga sikap dihadapanku. Akupun tak mau bersikap seperti  awal bertemu dengannya yakni berganti pakaian layaknya laki-laki normal lainnya.

Selain sebagai sahabat, Davi merangkap menjadi guru musicku, Davi mengajarkanku bermain gitar, sedikit demi sedikit aku bisa memindahkan posisi jemariku untuk mengubah kunci nada gitar. Perjuanganku untuk bermain musik tidaklah sia-sia, meski ujung jari tanganku mulai keras yang penting aku bisa bermain gitar. Hingga suatu hari Davi menghadiahkanku sebuah gitar akustik.
“Ren, sepertinya kamu sudah mahir bermain gitar” kata Davi ketika mendengar petikan gitarku.

“Haha, bisa aja kau Dav” kataku sedikit malu mendengar pujiannya.
“Oia, aku punya hadiah buat kamu” Davi berdiri keluar dari kamarku kosku menuju mobilnya. Bingung rasanya Davi memberikan hadiah untukku, karena hari ini bukanlah hari spesialku. Aku mendekati Davi menuju mobilnya, dan ternyata Davi memberikan sebuah Gitar.

“Ren, kali ini kau bisa bermain gitar sepuasmu, dan ini lebih bagus dari yang kamu pegang itu” kata Davi sambil menjulurkan gitanya.
“Wah, thanks ya Dav gitarnya bagus banget, nih gitar tuamu ku kembalikan. Haha” kataku sambil memberikan gitar lama yang dipinjamkan Davi padaku.
“Meski ini gitar tua, ini sudah turunan dari kakekku Ren, makanya aku ingin kau memiliki gitar itu agar kau cepat mengembalikan gitar bersejarah ini ini ” timpalnya.
Bukan hanya gitar yang diberikan oleh Davi, namun beberapa barang terkadang diberikannya, ntah Topi, Kaos, Jam tangan dan aksesoris lainnya. Berkali-kali aku selalu melarangnya namun semakin dilarang dia semakin membelikanku yang aneh-aneh.

Aku tak bisa membalas kebaikannya, karena aku tak mampu membelikan dia barang-barang sama yang dia berikan padaku. aku hanya bisa mentraktir dia makan baso, mie ayam dan lain-lain. Namun tetap sama aku juga yang sering di traktir olehnya.
“Dav, Jangan terlalu berlebihan terhadapku” kataku ketika pulang dari jalan-jalan
“Berlebihan gimana?”
“Sikap kamu itu Dav, terlalu over untuk ukuran sahabat” kataku sambil melihat jalan.
“Itu biasa aja kok Ren, aku memang gitu orangnya menyenangkan sahabat itu penting” jawabnya datar. Aku tidak merespon jawaban dari Davi, karena aku lebih tertarik dengan sosok di trotoar jalan. Dua orang laki-laki terlihat sedang bertengkar.
“Dav, berhenti” kataku dan seketika davi menginjak rem mobilnya. Aku langsung keluar dari mobil Davi menuju dua orang itu.
“Riko?” kataku melihat kearahnya.
“Eh, Rendy” jawab Riko sambil meraih tanganku.
“Siapa Dia?” Kata Laki-laki yang tak ku kenal.
“Dia pacarku yang baru, jadi kamu tak ada lagi urusan denganku” kata Riko sambil menarik tanganku. mendengar itu aku langsung shock dan tak bisa berkata apa-apa. Kemudian Davi juga keluar dari mobil dan berdiri di sampingku.
“Ok, Silahkan kalian pergi” kata laki-laki itu.

Kami bertiga langsung masuk ke mobil Davi, Aku dan Davi tetap ada di depan sedangkan Riko Berada di belakang.
“Sorry Ren, Sorry Dav, aku telah mengajak kalian masuk dalam masalahku” Riko meminta maaf.
“Jelaskan saja Rik jangan Ragu” kata davi
“Aku Gay” kata Riko Singkat.
“laki-laki itu?” tanya davi ingin tahu.
“Mantanku, sudah dua bulan kami putus. Kalian boleh membenciku, mungkin kalian juga akan menghancurkan reputasiku di kampus besok” kata riko pasrah.
“tenang saja Rik, rahasiamu akan selalu aman kok” kata Davi santai sambil tersenyum melihatku.

Aku hanya bisa diam mendengarkan obrolan Davi dan Riko, sesekali aku berfikir apakah semua laki-laki di dunia adalah gay? Karena setiap orang yang berhubungan denganku merupakan gay. Di sisi lain aku sangat senang karena kemungkinan besar aku bisa mendapatkan cinta Riko. Namun disisi lain aku merasa ketakutan akan kegagalan mendapatkan cintanya.

Dav, turunkan aku disebrang jalan sana” kata Riko
“Baiklah” kata Davi sambil mengurangi kecepatan dan merapat kesisi jalan.
“Thank Dav, Rend aku duluan”
“Eh iya Rik” kataku sambil tersenyum ke arahnya. Dan selanjutnya Davi mengarahkan mobilnya menuju rumah kosku.

********

Seminggu berlalu, setelah kejadian malam itu, Riko sering main ke tempat kosku. Namun aku dan Davi tidak pernah menceritakan bahwa diriku sama sepertinya.
“Rend, kamu bisa main gitar?” tanya Riko.
“Bisa kalau Cuma genjreng doang Rik” kataku asal.
“Dulu seingatku kamu bilang tak dapat bermain musik?”
“Iya dulu, nih guruku yang mengajariku bermain gitar” aku menujuk Davi yang sibuk menyetel gitar miliknya.
“coba Rend kau mainkan sebuah lagu” Riko memintaku untuk bermain gitar.
“Lagu apa Rik?” kataku sedikit sombong
“Rendy jago dengan Lagu-lagu peterpan Rik” Sekarang davi angkat bicara.
“Kalau begitu, coba mainkan lagu Bintang Di Surga”

“Ok. masih ku merasa angkuh…” langsung saja kumainkan lagu itu dan dengan sepenuh hati ku bernyanyi di depan Riko dan Davi. Kulihat Riko tersenyum melihatku dan ketika melihat Davi, davi juga heran denganku memainkan gitar dengan serius.
 “…dan kasih yang setia dan cahaya nyata.” Akhir lirik yang kunyanyikan dan seketika Riko bertepuk tangan untukku.

“Wah hebat kau Ren, suaramu bagus” Kata Riko tak henti-hentinya memujiku.
“Iya Ren, hebat banget suaramu” tambah Davi dan berhasil membuatku semakin melayang.
“Kamu itu punya bakat Ren, jadi harus dikembangkan” Riko menyarankan untuk mengembangkan bakatku dalam bermusik dan bernyanyi.

******

Semakin hari davi semakin memberikan perhatiannya untukku, di sisi lain Riko juga sudah semakin dekat denganku. Aku masih mengagumi dirinya dan tentunya masih mencintainya. Jika ada kesempatan berdua dengan Riko aku ingin mengatakan Padanya betapa aku mengaguminya sejak SMA dulu, namun aku tak memiliki keberanian untuk itu. yang bisa kulakukan hanyalah mengaduh pada Davi.

“Dav, tindakan apa yang harus aku lakukan?” kataku pada Davi.
“Saranku hanya satu, raihlah apa yang menjadi mimpimu Ren” kata davi terlihat sangat dewasa.
“Kiranya, dia mau menerimaku nggak ya? “ kataku ragu.
“Hahaha, kalau takut ditolak kapan majunya? SEMANGAT Rend” kata Davi sambil memegang pundakku, wajahnya begitu dekatdengan wajahku. Sekilas ada perasaan aneh dalam diriku, perasaan yang begitu saja detang.
“Biarlah Dav, biarlah menjadi Hayalku saja” kataku sambil mundur menjauhi Davi.

Aku langsung duduk di meja belajar Davi, kulihat layar komputernya terpampang jelas foto kami bertiga, yakni Riko disebelah kiri aku ditengah dan Davi di kanan. Foto itu kami ambil ketika liburan di pantai bersama. Aku terus pandangi foto itu namun sepertinya aku lebih tertarik menelusuri raut wajah Davi ketimbang wajahku dan Riko. Tampak jelas wajah laki-laki baik dan penuh perhatian terhadap para sahabatnya.

“Rend, kenapa bengong melihat komputer itu?” Tanya Davi kepadaku.
“Ah.. tidak apa-apa Dav” kataku datar
“Pasti bayangin Riko lagi” kata Davi meledekku.
“Halah, sok tau kamu Dav” kataku sambil berdiri dari meja belajar menuju balkon di kamar Davi. Mungkinkah aku sudah mencintai Davi? Begitu mudahnya aku mencintai orang? Sampai kapan aku akan menjadi orang yang mudah jatuh cinta? Aku terus melamun menghadap jalan dari balkon kamar Davi.

Tiba-tiba motor Riko berhenti di depan gerbang rumah Davi. Seketika itu juga rasa kagumku terhadap Riko menenggelamkan sedikit rasa pada Davi.
“Dav, Riko datang” kataku pada Davi. Davi langsung menghampiriku ke balkon dan menyuruh Riko untuk langsung masuk ke kamar Davi.
“Rik, langsung Masuk aja, di dalam tidak ada orang” kata Davi sambil melambaikan tangan.
“Rend, kumpulkan keberanianmu, katakan perasaanmu pada Riko” Davi menyarankanku untuk mengatakan cinta pada Riko saat itu juga.
“Ngaco kamu Dav, Aku belum siap” kataku dan seketika Riko Masuk Ke kamar Davi.
“Emang mau siap-siap kemana Rend?” Tanya Riko sambil meletakan Tasnya di atas kasur.
“Tau Rik, nggak jelas Rendy mau ngomong apa” kata Davi tertawa padaku.
“Ada aja Rik mau tau aja kamu ini” Akupun juga ikut tertawa.

Kedatangan Riko ternyata untuk membicarakan konsep pentas seni tahunan tingkat Universitas. Ternyata tingkat universitas memilik agenda lomba untuk semua mahasiswa di kampusku. Riko menginginkan UKM kami mengikuti lomba itu, beberapa sudah mendaftarkan diri. dan Riko menyarankanku untuk ikut berpartisipasi dalam lomba tahunan itu.

“Rend, Kamu ikut lomba itu ya!” kata Riko padaku.
“Hah? Aku manggung di pentas?” kataku sedikit kaget.
“Iya Ren, Kenapa Tidak? Sekali aja aku ingin melihat kamu di panggung “ Kata Davi
“Nggak, Aku gak mau Dav, kamu tau kan aku masih belajar bermain musik dan tak tahu teknik vokal” protesku pada mereka.
“Untuk terakhir kalinya Ren, Aku ingin melihat penampilanmu di panggung” Davi terlihat sangat serius kali ini.
“Emang kamu mau kemana dav? Kan bisa tahun depan” kataku datar.
“Kalau taun depan Aku yang gak bisa melihat kamu Rend” kata Riko menimpagli pertanyaanku pada Davi.

Aku tahu riko tahun depan sudah lulus kuliah dan meski tahun depan aku mau menampilkan aksiku bermain musik Riko tidak akan pernahmelihatku. Seharusnya Aku mau, karena dengan begitu aku bisa berlatih untuk percaya diri.
“Aku pikir-pikir dulu  Ya!” kataku pada mereka.
Keduanya langsung tersenyum melihat responku yang sudah 60% menyetujui ajakan mereka semua.

Riko mencarikan lagu di untukku, lagu yang cocok untukku. Ketika Riko menawarkan lagu berbahasa ingris aku langsung menolaknya karena jujur aku kurang bisa melafalkan kalmat bahasa inggris. Aku memintanya untuk mencarikan lagu Dari pop indonesia saja, pastinya bisa dinyanyikan solo.

“Rend, kamu kan sahabat Peterpan? Bagaimana kalau lagu peterpan saja? Aku punya versi akustiknya” saran Riko padaku.
“Baiklah, Aku mau lagu-lagu peterpan, Enaknya lagu Apa ya Dav?” tanyaku pada Davi agar dia juga ikut andil dalam penampilanku nanti.
“Mungkin Nanti, Aku suka lagu itu” kata Davi padaku. Tanpa disuruh dua kali aku langsung menyetujuinya begitu juga dengan Riko.

Hampir tiap hari aku berlatih bersama Davi di kosku, Davi juga selalu bermain gitar setelah aku istirahat latihan. Aku melihat Davi sedang asyik bermain gitar, ntah lagu apa yang dia nyanyikan itu, namun sepertinya dia sangat mendalami lagu itu. Aku bisa menangkap Lirik dari lagunya adalah tentang hayalan seseorang untuk pujaannya. Sepertinya lagu itu cocok dengan ku nyanyika.
“Hemmm Dav, itu lagu siapa? Aku baru dengar lagu yang kau nyanyikan itu” tanyaku ingin tahu.
“Hmm. Ini lagu lama Rend, lagu yang bandnya tidak dikenal orang. Kalau ingin tahu cari saja di google ketik KHAYALKU-LOONEY” kata Davi. Aku hanya tersenyum pada Davi, sepertina davi memang lagi suka menyanyikan lagu itu.

Dua hari menjelang Pentas seni, aku mendatangi warnet dekat kampus, aku download lagu dan lirik yang sering di nyanyikan oleh Davi, sepertinya aku lebih tertarik pada Lagu yang dinyanyikan  Davi daripada lagu-lagu peterpan. Untung saja chordnya gampang dingat dan liriknya pun gampang di hafal. Selama dua hari itu aku belajar menyanyikan lagu itu tentunya secara diam-diam.

******

            Suasana kampus malam itu sangat ramai, dan aku mendapatkan urutan terakhir dalam kompetisi itu. melihat penampilan peserta lain aku menjadi sangat grogi dan agak pesimis. Riko menjadi panitia dalam acara itu, sehingga dia sibuk mengurusi semuanya. Di sampingku hanya ada Davi yang selalu menemaniku.
“Dav, sepertinya aku tidak bisa” kataku sedikit gemetar.
“Tenang Rend, aku yakin kau pasti bisa” Davi menyemagatiku. Aku masih ragu lagu apa yang akan aku nyanyikan. Lagu peterpan atau lagu looney? Yang jelas aku harus memilih salah satunya.

Tak lama kemudian suara pembawa acara mulai memanggilku. “Selanjutnya peserta terakhir akan tampil solo menyanyikan Lagu peterpan” Suara dari sound memanggilku.
“Dav, doakan aku” kataku pada Davi
“Rend, tunggu” kata Davi sambil mengikatkan tali yang dianyam menyerupai gelang.
“Apa ini?” kataku bingung
“Ini akan membuatmu semakin percaya diri, Ingat Rend nyanyilah Sepenuh hati bawalah semua yang ada di sini mengalir dalam nyanyianmu” kata-kata davi menyemangatiku.
Aku menaiki panggung, dan berhasil membuat tubuhku dingin karena gerogi. Beberapa pasang mata melihatku dan semakin membuatku membatu. Ku lihat Riko ada di depan panggung bersama Davi tersenyum padaku
.
“Selamat malam, Lagu ini Aku peruntukan untuk seseorang yang selalu berada di hatiku, entah orang itu tau atau tidak yang jelas aku mencintainya” kata-kata pembukaan pertamaku.
Aku langsung duduk di kursi dan memangku gitarku. Ku posisikan jari tangan kiriku membentuk kunci nada D, dan jari kananku mulai memetik gitar.
Kucoba tepis semua rinduku..
Kucoba hapus semua anganku..
Berharap semua cepat berlalu..
Khayalku tuk miliki dirimu..”

Aku menyanyikan lagu itu dengan sepenuh hati, kulihat Riko tersenyum padaku, dan disamping Riko Davi sudah tidak ada di sana. Hingga akhirnya aku selesaikan lagu itu dan semua penonton disana diam tanpa memberikan respon atas penampilanku. Namun ketika aku berdiri mengucapkan terimakasih suara riuh tepuk tangan dan siulan ramai terdengar. Aku langsung berlari ke belakang panggung untuk menemui Davi.

Davi langsung memeluk dan tanpa terkendali Davi Menciumku, aku membalas ciuman bibirnya. Namun aku sadar bahwa diriku berada di belakang panggung meski sepi kemungkinan besar ada orang lain disana. Untung saja suasana memang sepi.
“maaf rend, aku terbawa suasana” kata davi tak nak hati. Dan akhirnya tiba pengumuman pemenang, meski hanya menjadi juara dua aku sudah bangga karena dapat menyanyikan lagu dari hati.

****

Keesokan harinya hapeku mendapat pesan dari Riko
“Rend, setelah mendengar lagu kamu itu, ada suatu hal yang akan kukatakan padamu, temui aku nanti malam di café tempat bisa kita nongkrong, datanglah sendiri” rasa senang langsung muncul dalam diriku
.
Malampun tiba, aku menceritakan bahwa aku akan menemui Riko di café.
“Rend, kamu mau ke café berpakaian seperti itu?” tanya Davi.
“Kamu ini mau menemui laki-laki idamanmu, semuanya akan ditentukan malam ini juga” tambahnya.

Davi membawaku ke mall dan membelikanku baju dan merapikan semuanya untukku. Dia juga menyemprotkan parfum dan merapikan rabutku yang agak berantakan. Aku tahu Davi mencintaiku, kenapa dia takpernah mengungkapkannya?
“Dav, aku mau tanya suatu hal”
“apa Rend?”
“kenapa kamu enjoy banget mempersiapkan semuanya untukku, padahal aku tahu kamu juga mencintaiku”
“Ah, kata siapa aku mencintaimu?”
“Dav, kalau aku ngomong tatap mataku”
“udah beres, sekarang kamu bisa berangkat” kata davi ketika memakaikan jam tangannya di tanganku.
“Cukup dav” aku melepas jam tangannya dan pergi dari rumahnya. Aku terus berlari dan langsung naik Taxi menuju café dimana Riko sudah menunggu di sana.

Ku lihat Riko sedang duduk di meja nomor 8 sendirian, dan ketika melihatku dia langsung melambaikan tangan dan tersenyum. Aku mebalas senyumannya itu dan langsung menuju tempatnya
“Sory Rik lama ya nunggu aku?”
“wah, kamu keren banget malam ini Ren”
“Haha, thanks Rik”
“Aku traktir kamu makan malam ya, sebelum aku ngomong sesuatu”

Setelah makan akhirnya Riko mengatakan maksudnya mengundangku ke café ini.
“Ren, sorry mungkin aku kurang peka dengan perasaanmu padaku, sebenarnya aku juga memiliki rasa padamu, namun aku pikir kalian berdua, maksudku kamu dan davi adalah sepasang kekasih. Namun aku salah, karena ternyata kalian hanya bersahabat dan aku baru tahu kalau kamu menyukaiku dari Davi malam pensi kemarin.”
“iya, terus?” kataku pada Riko.
“Mau nggak kamu menjadi kekasihku?” kata riko sambil memegang tanganku. aku tersenyum padanya, menghargai apa yang dia katakan padaku, namun aku harus jujur padanya bahwa sebenarnya aku sudah tidak mencintainya lagi.

“Maaf Rik, sebenarnya lagu itu ku peruntukan untuk Davi, yah aku mencintai davi, aku cinta padamu namun aku lebih mencintai davi” kataku jujur padanya. Riko tersenyum menerima kenyataan bahwa aku menolaknya.
“Ren, kalau kamu memang tak mau menjadikan aku sebagai kekasihmu, maukan kamu menjadi adikku?” kata Riko tersenyum padaku.
“Kalau itu aku mau, karena sebelumnya aku sudah memanggilmu kakak” kataku membalas senyumannya.
“Hahaha, baiklah Ren besok aku temani kamu temui Davi dan kita beri kejutan bersama-sama dirumah tantenya”

******

Ke esokan harinya tepat jam 10 pagi aku dijemput Riko di kos.
“Udah siap?”
“Udah kak” aku tersenyum padanya
“Ayo kita berangkat” Riko langsung melajukan motornya menuju Rumah tante Davi.
Aku memencet bel rumahnya dan ternyata yang keluar adalah tantenya.
“Permisi Tante, Davi ada?”
“Wah, kebetulan kamu datang Rend, Davi menitipkan sesuatu untukmu” kata tante Davi
“loh emang Davi kemana tan?”
“gimana kamu Ren, sahabat sendiri pergi kok gak tau?”
“pergi kemana Tante?”
“Loh? Davi kan lagi nerusin sekolahnya Di prancis sana?”
“sekolah diperancis? Bukannya Davi itu mahasiswa dikampusku tan?”
“Loh, Davi di sini hanya cuti selama satu tahun dan mengisi waktu sekolah ekonomi D3 di sini, wajarlah kalau dia berhenti sekolah ekonomi karena dia sebenarnya siswa bidang desain dan music” kata tante Davi panjang lebar.

Tante davi memberikan gitar Tua milik Davi dan Sebuah flashdisk.
Dengan berat hati aku meninggalkan Rumah Davi, Di kamar kosku Aku meminjam Laptop riko untuk membuka isi flshdisk pemberian Davi. Ada dua folder di dalam flashdisk itu, folder berisi foto-fotoku hasil kamera hape Davi. Dan satu folder lagi adalah 3 materi lagu dan surat dari Davi. Isi Surat itu Davi mengatakan salam perpisahan dan menginginkan aku serius dalam bermusik dan mendoakanku agar bahagia bersama Riko. Membaca itu aku tau bahwa Davi sangat mencintaiku, aku tak kuasa meneteskan air mata. Air mataku sangat berharga, jika aku menangis maka orang itu adalah orang spesial dalam hidupku.

 Riko mencoba menenangkan diriku denagan cara merangkulku, saat itulah aku mulai berjanji pada diriku dan Davi akan lebih serius dalam bermusik. Davi orang yang yang telah dikirim Tuhan untuk menunjukan takdirku. Aku tak pernah berfikiran aku akan menjadi musisi yang terkenal saat ini. semua ini adalah dukungan dari Davi dan Riko.

*****

Dua tahun berlalu, aku sudah berhasil menjadi orang terkenal di jagat hiburan, saat ini aku menjadi penyanyi solo. dan kali ini aku kembali ke kota dimana aku bertemu penuntun takdir serta orang yang aku cintai untuk mengisi acara di kampusku. Sengaja Aku datang sehari sebelum Pertunjukan agar aku bisa mengenang masa saat Kuliah dulu, masa saat bersama Davi.

Dengan Mobilku Aku sendirian menuju tempat favoritku dulu bersama Davi, yakni jalan menuju puncak. Di tikungan inilah aku selalu mengahabiskan waktu bersamanya ketika kita sama-sama penat dengan urusan kuliah.

Aku telah buktikan bahwa aku bisa menjadi musisi yang hebat, dan disinilah aku berada. Di pinggir jalan beraspal tepatnya di tukungan menuju puncak. “Dav, terimakasih kamu telah membuatkan jalan untukku, sehingga aku bisa menjadi seperti ini” kataku dalam hati sambil memakai earphone dan mendengarkan lagu looney. Aku memejamkan mata untuk mengingat semuanya yang telah berlalu.

Tiba-tiba aroma rumput bercampur dengan aroma parfum yang aku kenal.
“Dav, bukan hanya pikiranku mengingat kamu, tapi penciumanku seperti mencium aroma parfummu, mungkin aku sudah gila” kataku dalam hati. Namun aroma parfum itu sangat jelas merasuk hidungku. Aku membuka mataku dan kaget ketika ada seseorang di sampingku.
“sangat bahaya buat seorang superstar melamun sendirian ditempat seperti ini” Orang itu memandangku sambil tersenyum.
“Davi?” Aku langsung berdiri dan diapun juga berdiri
“Ya”, dia membuka tangannya dan siap-siap menerimaku dalam pelukannya. Aku langsung memeluknya dengan erat melepaskan rinduku selama ini. Davi juga membalas pelukanku dan memukul lemah punggungku.

The end

Cerita di atas hanyalah karangan belaka, dengan tujuan menghibur pembaca. Silahkan Dihujat.! Karena hujatan kalian memang selalu aku nanti.. keep writing (sorry tulisannya blepotan, harap maklum).


Comments
2 Comments

2 comments:

  1. Kerenn Bnagettt Kembali aku menangis !!

    ReplyDelete
  2. yah jangan cengeng donk, kan gak ada yang mati kali ini :D hehehe

    ReplyDelete

Terimakasih atas kunjungannya, besar harapan penulis tolong tinggalkan jejak dalam kolom komentar, terimakasih....