Mentari pagi yang cerah menyinari gubuk kecil yang
terletak di atas bukit. Gubuk kecil berdinding bilik bambu dengan beralaskan
lantai tanah dan beratap anyaman daun tebu kering. Di gubuk sederhana ini
tinggal seorang pemuda berumur 20 tahun bernama Putra dan adiknya bernama Rafa
berumur 13 tahun. Mereka berdua terpaksa tinggal di gubuk kecil di atas bukit
karena hanya itulah peninggalan dari orang tuanya.
Hari senin yang
menyebalkan.
“Rafa, sudah jam setengah tujuh cepat berangkat ke
sekolah! Nanti kamu terlambat!”, Putra setengah berteriak sambil menyapu lantai
tanah yang tidak harus disapu. Mendengar suara Putra, Rafa langsung mempercepat
mengikat tali sepatunya dan berkata,
“iya bang, Rafa sudah selesai. Setelah bercermin memastikan semuanya
rapi Rafa langsung menghampiri Putra “Bang, Rafa berangkat dulu ya!” Rafa
mencium tangan Putra dan langsung berlari menuruni bukit.
Rafa terus berlari menyusuri jalan setapak dan
melewati beberapa rumah kecil juga hamparan kebun sayur hijau. Suara kicauan
burung dan hamparan tanaman sayur menemani perjalanannya. Perjalanan dari rumah
ke sekolah membutuhkan waktu 25 menit dan Rafa melewatinya dengan berjalan kaki
sesekali berlari. Sebenarnya ada sekolah swasta yang jaraknya lebih dekat dari
tempat tinggalnya, namun Rafa memilih untuk sekolah di SMP negeri.
Rafa terus saja berlari menuju sekolah, karena di
hari senin ini dia menjadi petugas upacara. Sesampainya di sekolah Rafa
langsung di sambut oleh temannya, “Rafaaaa, bisakah kamu berpenampilan rapi?”
kata Vika ketika melihat Rafa berantakan akibat berlarian. Vika adalah teman
dekat Rafa sejak di bangku sekolah dasar.
“Hehehe,
bentar dulu vik, aku butuh udara segar, Fiuh” Rafa berusaha mengatur nafasnya
perlahan.
“Ini
Raf, pake sapu tanganku untuk menghapus keringatmu itu” Vika menjulurkan sapu
tangannya.
Rafa dengan sedikit ragu menerima sapu tangan Vika
dan langsung menghapus keringat di keningnya. Tak lama kemudian suara bell
sekolah berbunyi, semua siswa langsung berhambur ke lapangan sekolah untuk
melakukan upacara bendera.
“Rafa,
ayo cepat siap-siap!” suara Vika langsung membuat Rafa beranjak berdiri. “Iya
Vik”, Rafa berdiri sambil membersihkan celananya.
Di
sekolah hanya sosok Vika yang selalu perhatian padanya, berbeda dengan
teman-teman yang lain mereka selalu menghindari Rafa dan mendekatinya jika
membutuhkan bantuan belajar. “Rafa, kamu ini petugas pengibar bendera, rapikan
dulu baju kamu” kata Vika sambil menunjuk baju Rafa. Rafa langsung merapikan
bajunya “Iya, ini udah sangat rapi Vik, wih ni anak crewetnya minta ampun” Rafa
tersenyum. Vika hanya mengerutkan alisnya.
Tepat
pukul 07:15 upacara bendera di mulai. Rafa mendampingi Vika sebagai pemegang
bendera. Namun upacara bendera menjadi kacau ketika Rafa salah mengaitkan ujung
bendera. Ketika bendera dibentangkan ternyata Sang Saka Merah Putih terbalik.
Pemandangan itu membuat semua siswa terperangah dan terdengar beberapa suara
cekikikan akibat kesalahan itu. Seketika bapak Sunarno selaku kepala sekolah
langsung mengomando agar semua barisan berbalik kanan. Rafa langsung sigap
membetulkan Sang Merah Putih. Namun dirinya akan mendapat sangsi dari kepala
sekolah.
Selesai
upacara, para petugas upacara dikumpulkan oleh kepala sekolah di bawah tiang
bendera.
“Bapak
sangat kecewa kepada kalian! Kalian ini sudah kelas tiga sebentar lagi Sudah
SMA, menjadi petugas upacara saja tidak becus!” Kata bapak kepala sekolah
terlihat sangat marah. Rafa dan teman-temannya hanya bisa diam dan menundukan
kepalanya.
“Bapak
rasa kalian harus mendapatkan sanksi karena kalian sebagai petugas upacara
kurang siap!” kepala sekolah bergerak mondar-mandir. “Tapi pak? Yang salah Rafa
sebagai pengibar bendera?” kata seorang siswa di belakang. “Karena kalian
bekerja sebagai tim, maka semuanya bapak hukum” kata kepala sekolah. Semua
tema-teman Rafa langsung malihat ke Rafa. “Maaf pak, biar saya saja yang
dihukum, karena saya tadi kurang konsen” kata Rafa. “Betul pak, biar Rafa saja
yang bertanggung jawab” kata beberapa teman lain.
“Baiklah,
Rafa sekarang kamu harus hormat bendera sampai akhir jam pertama. Yang lainnya
silahkan masuk ke kelas” kata kepala sekolah sambil kembali ke ruangannya
Tanpa protes
Rafa langsung memposisikan diri di depan tiang bendera dan melakukan hormat
bendera. Teman-teman Rafa langsung menuju kelas, terdengar suara siswi yang
menghawatirkan Rafa.
“Raf, kamu tak apa?”, Suara Vika
terdengar sangat lembut.
“Tak apa Vik, kamu ke kelas saja”,
Rafa menyuruh vika untuk segera pergi.
Rafa terlihat sangat tegar
menjalani hukumannya, suasana di lapangan sudah sepi dan hanya dirinya berdiri
di depan tiang bendera.Rafa memang bukan anak yang kuat, karena kepanasan dan
setengah tenaganya terkuras akibat lari dari rumah menuju sekolah akhirnya Rafa
jatuh pingsan. Seketika Rafa langsung dibawa ke UKS oleh seorang guru yang
melihatnya.
“Pak, saya dimana?” kata Rafa
ketika menyadari dirinya sudah berada di dalam ruangan bersih dan dan berwarna
putih. “Kamu sudah sadar? Maafkan bapak ya, bukan bermaksud menyakiti siswa
bapak yang berprestasi seperti kamu, tapi kamu harus bertanggung jawab atas
kesalahanmu” kata kepala sekolah disamping Rafa.
“Saya
mengerti pak, hanya saja saya yang terlalu lemah hingga jatuh pingsan” kata
Rafa tersenyum malu.
“Rafaaa…!”, Vika panik memasuki
ruang UKS. “Vika, Rafa sudah tidak apa-apa, bapak minta tolong belikan makan ke
kantin untuk Rafa!”, kata kepala sekolah sambil menjulurkan uang lima ribu
rupiah.
“I. iya pak” kata Vika malu-malu.
“sekalian juga untuk kamu vik” tambah kepala sekolah. Dengan sopan Vika
langsung meraih uang yang dijulurkan oleh kepala sekolah dan langsung
menuju kantin sekolah.
“Rafa, bapak masih ada pekerjaan
lain, bapak tinggal dulu, kamu istirahat saja di sini” kata kepala sekolah
sambil berjalan meninggalkan ruang UKS.
Beberapa
menit kemudian Vika datang “Rafa, kamu
makan dulu ya!” kata Vika sambil membawa sepiring nasi rames dan segelas teh
hangat. “Terimakasih vik, Letakan saja di meja itu” kata Rafa sambil menujuk
meja. “Kamu ini Raf, aku tau kamu belum makan, atau mau di suapin nih?” kata
Vika sambil menjulurkan makanan ke Rafa.
“Vika,
aku bukan anak kecil, ku merasa kebaikanmu itu terlalu berlebihan. Dan aku tak
sanggup menerima kebaikanmu Vik” Rafa memandag Vika. “Rafa, kebaikan ini bukan
tanpa alasan, aku baik pada kamu karena kamu pantas mendapatkannya karena kamu
juga sering membantu aku dalam belajar” Vika meletakan sepiring nasi rames di
pangkuan Rafa. “Terimakasih Vik, kamu
memang temanku paling baik, maafkan kata-kataku tadi” Rafa tersenyum pada Vika.
Vika membalas senyuman Rafa “Yaudah, aku harus pergi ke kelas dulu” Vika pamit.
Setelah
menghabiskan makanan dan meminum obat, Rafa merasa agak baikan. Rafa langsung
keluar dari ruang UKS dan menuju kelas. Kegiatan di sekolah hanyalah menunggu
hasil ujian kelulusan yang akan di umumkan beberapa hari lagi.
“Rafa,
kenapa di sini?” kata Vika saat melihat Rafa memasuki kelas.
“Aku
udah baikan Vik” kata Rafa sambil memposisikan dirinya duduk di bangkunya.
“Vik,
teman-teman yang lain kemana?” tanya Rafa.
“Teman-teman
pada ke kantin Raf” kata Vika tersenyum.
“Oh,
gitu ya?” Rafa meletakan kepalanya di atas meja.
“Oia
kelas kita akan mengadakan rekreasi bersama dengan kelas tiga yang lain Raf”
kata Vika terlihat sangat senang.
“Gitu
ya? kemana?” Rafa terlihat kurang tertarik. “hemmm. Denger-denger mau ke
malang, sepertinya kamu kurang senang mendengarnya?” kata Vika sambil berjalan
mendekati bangku Rafa.
“Aku
mau senang juga buat apa vik? Kamu tau sendiri aku ini hanya tinggal bersama
abangku” kata Rafa.
“Berarti
kamu tidak bisa ikut ya?” tanya Vika dengan nada rendah.
“Kok
kamu yang jadi sedih Vik? Hayo kenapa?” tanya Rafa. Vika langsung salah
tingkah, “Bukannya sedih Raf, cuma kurang pas aja kalau kamu tak bisa ikut”
Vika berdiri meninggalkan Rafa.
Sebenarnya
Rafa juga ingin ikut rekreasi namun dia harus mengesampingkan keinginannya, karena
dia tak mau merepotkan abangnya. Abang Putra bekerja banting tulang hanya dapat
mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Untuk makan saja Putra harus bekerja
keras dan tak ada sisa untuk rekreasi.
Sebenarnya Rafa masih memiliki tabungan yang Ia rahasiakan dari Putra.
Tabungan tersebut dikumpulkan sejak Rafa duduk di bangku kelas satu SMP dari
uang jajannya. Rafa tak pernah membelanjakan uang jajannya di sekolah, uang
djajan yang diberikan oleh abangnya selalu ditabungnya untuk biaya masuk SMA
nanti. Namun Rafa juga tak pernah berharap bisa masuk SMA jika memang tak ada
kesempatan untuk itu Rafa akan menjadi buruh tani.
Tiba-tiba Rafa di kagetkan oleh
suara teman-temannya yang berkumpul di dalam kelas. “Rafa, kamu udah tau belum
kita mau rekreasi bersama sebagai tanda perpisahan?” kata andika ketua kelas
Rafa.
“Iya udah, tapi aku nggak bisa ikut
tour ini” knada Rafa sedikit menyesal.
“Kenapa Raf?” kata teman-teman
lain.
“Aku harus bantu abangku, karena
pada tanggal tersebut abang sangat perlu bantuanku” kata Rafa tersenyum.
“Oh,
gitu ya Raf? Sayang yah gak bisa berkumpul bersama” kata beberapa teman. “Iya,
maaf ya aku gak bisa ikut” kata Rafa sambil menggaruk kepalanya dan tersenyum.
Hari
sudah siang, bell sekolah sudah berbunyi para siswa berhamburan ke luar. Rafa
juga berlari menuju pintu gerbang. Dia harus cepat sampai rumahnya untuk
memasak buat abangnya. Rafa langsung berlari menelusuri jalan setapak dan
hamparan rumput. Perjalanan pulang terasa lebih berat dibanding berangkat ke
sekolah, karena jalannya menanjak.
Rafa mampir di warung saat menuju rumah, dia membeli
tempe dan telor sebagai lauk buat abangnya. Namun na’as, saat melewati pinggir
sawah, Rafa terjatuh ke kubangan lumpur. Tempe yang di belinya terbalut lumpur,
dan telor yang di bawanya juga pecah tak karuan. Untung saja masih masih ada
satu telor yang utuh dari empat telur yang di belinya. “Untung saja masih
tersisa satu telur”, kata Rafa.
Rafa berdiri dan melanjutkan perjalanan pulang
dengan hati hati. Baju penuh lumpur dan di tangan kanannya memegang tempe
berbalut lumpur sedangkan tangan kirinya memegang satu telur yang tersisa.
Setelah sampai
di rumah kecilnya, Rafa meletakan tempe berbalut lumpur dan telornya di dapur.
Setelah itu Rafa ganti baju dan merendam bajumya ke cairan deterjen. Tempe yang
berlumur lumpur langsung di cuci dan di potong-potong. Sedangkan telurnya di
pecah dan di goreng.
“Assalamualaikum” suara Putra
terdengar dari luar.
“Walaikum salam” abang kok pulang
cepat?” tanya Rafa.
“Iya Raf, abang ada perlu ke kamu”
kata Putra terlihat serius.
“Kita makan dulu bang, setelah itu
sholat dan baru deh kita ngobrol” jawab Rafa.
“Hehe.
Kamu ini Raf, yaudah yuk kita makan” kata Putra.
Rafa mengambil piring dan meletakan
nasi jagung di atasnya dan langsung menyerahkannya pada putra.
“loh Raf? Tumben?” tanya Putra.
“Biasanya ada empat telur dan tempe di meja ini? kenapa Cuma ada satu dan
tempenya juga sedikit!” Putra menambahkan.
“Maaf bang, ini kesalahan Rafa,
Rafa tadi jalan kurang hati-hati jadinya jatuh, tiga telurnya pecah bang” Rafa
menyesal.
“Hahaha, ngapain sedih? Nih ambil
kamu saja telurnya, Abang juga bosen makan telur tiap hari” kata Putra
tersenyum.
“Bagaimana
kalau kita bagi dua aja?” Rafa langsung membagi telur goreng menjadi dua
bagian. Putra tersenyum pada Rafa, dan mereka makan dengan lahap.
Selesai sholat
dzuhur keduanya langsung duduk di depan rumah di bawah pohon bambu. “Bang,
katanya mau bicara sesuatu?” tanya Rafa.
“Oia abang lupa tadi mau ngomong
apa ya?” Putra berpura-pura lupa.
“Idih, Abang ini masih muda sudah
pikun” Rafa mencubit lengan Putra.
“Hahaha, bercanda kok Raf.” Putra
tertawa dan mengosok lengannya.
“Gini Raf, abang ada teman yang
bekerja di malang, kemarin abang bertemu dengannya di jalan” Putra memulai
pembicaraan.
“Terus?” Rafa merespon.
Putra menceritakan bahwa dirinya
berencana bekerja dengan temannya di malang. Namun Putra gak bisa meninggalkan
Rafa sendiri di kampung sendirian. Cara terbaiknya adalah mengajak Rafa ikut
bersamanya tinggal di malang. Tak ada penolakan dari Rafa, karena Rafa selalu
menurut pada abangnya.
“Yaudah bang,
Rafa ikut abang Rafa juga akan bekerja di sana” kata Rafa antusias. “apa? Rafa
gak boleh bekerja, Rafa harus sekolah di sana” kata Putra.
“Tapi bang?”.
“Kamu jangan khawatir memikirkan
biayanya, abang ada tabungan buat pendidikan SMA Rafa” Putra masuk ke rumah dan
keluar membawa kaleng cat bekas.
“Apa itu bang?” tanya Rafa.
“Ini tabungan abang untuk Rafa,
abang putuskan untuk menabung ketika Rafa mendapatkan beasiswa di sekolah,
biaya yang sudah abang porsikan untuk biaya SMP Rafa abang tabung buat Rafa
masuk SMA” kata Putra bangga.
“Rafa juga punya tabungan bang”
kata Rafa sabil mengambil bambu yang sudah di sulap jadi celengan.
“Ini bang, tabungan Rafa” kata Rafa
terlihat senang. “ini tabungan Rafa? Rafa dapat duit dari mana?” kata Putra
heran.
“Ini tabungan uang djajan Rafa dari
abang, hehe” kata Rafa cengengesan. “Berarti selama ini Rafa gak pernah jajan
di sekolah?” Putra merasa sangat sedih dan matanya berkaca-kaca.
“Loh? Abang kok
sedih?” Rafa kebingungan. Putra langsung memeluk Rafa dan menangis. “Rafa,
Abang bekerja hanya untuk kamu, karena tak ada lagi keluarga abang selain
dirimu” suara Putra berat.
“Iya bang, tapi
kenapa abang bersedih?” tanya Rafa lugu. “Abang sedikit, kecewa kerena Rafa tak
mau menggunakan uang jajan di sekolah, Rafa pasti menahan diri untuk tidak
jajan semata-mata karena kasian pada abang?” kata Putra sambil melepas
pelukannya. “Rafa nabung buat biaya SMA bang, membantu abanglah” Rafa tersenyum
terpakasa. “Terimaksih Rafa, abang bangga mempunyai adik seperti kamu, tapi
mulai saat ini kamu tidak usah menabung”. Kata putra.
“Iya bang, Rafa sudah tidak mau
nabung lagi, karena bambunya sudah penuh. Hehehe”
“Kamu ini, Raf banyak alasan!”
“Bang
kita pecahin bambunya yuk dan kita hitung berapa banyak tabungan Rafa” ajakRafa
antusias. Seketika Rafa langsung membelah bambu itu dengan Parang dan alhasil
beberapa uang koin bermaburan. Terlihat mimik wajah Rafa dan Putra di selimuti
kebahagiaan.
Kota Baru dan Teman
Baru
Seminggu berlalu,
setelah pengumuman kelulusan, Rafa langsung memutuskan untuk berpamitan ke
guru-guru dan ke teman-temannya karena besok dia harus pindah ke luar kota.
Namun Rafa tidak mendapati Vika, akhirnya dia putuskan untuk menitipkan salam
untuk Vika pada teman-temannya. Di tengah perjalanan Rafa dikejutkan oleh Vika
yang menunggunya di persimpangan jalan.
“Rafa, aku dengar kamu mau ke luar
kota ya?” tanya Vika.
“Iya vik, tadi aku sudah pamit pada
guru-guru dan teman-teman namun aku tak melihatmu di sekolah jadi aku putuskan
untuk titip salam untukmu” kata Rafa memandang Vika.
“Ke kota mana? Sampai kapan
Raf” Vika mendekati Rafa.
“Ke kota malang vik, entah sampai
kapan aku tak tahu” kata Rafa.
“Hati-hati ya di kota orang, jangan
nakal Raf, aku hanya bisa mendoakan kamu dan berharap kita bisa bertemu lagi.”
mata Vika berkaca-kaca.
“Terimakasih vik, bolehkah aku tahu
kenapa selama ini kamu selalu baik dan perhatian padaku?” tanya Rafa.
“Kamu ingin tau? Aku baik padamu
karena aku suka padamu” Vika langsung berlari meninggalkan Rafa. Mendengar itu
Rafa hanya bisa diam melihat Vika berlari menjauhi dirinya.
“Sampai
jumpa Vik” kata Rafa pelan.
Rafa melanjutkan
perjalananya menuju rumah kecil di atas bukit. Di perjalanan pulang Rafa terus
memikirkan Vika dan semua kenangan bersama teman-temannya. sesampainya di rumah
Rafa langsung berkemas untuk keberangkatannya besok pagi. Putra hari ini sudah
tidak bekerja lagi dia juga berkemas-kemas merapikan barang bawaanya untuk
hijrah ke kota malang. sebelumnya Putra telah meminta tolong temannya agar
mencarikan kontrakan di sana.
“Loh? Rafa kok Melamun?, tanya
Putra ketika mendapati Rafa melamun di kamarnya.
“Eh, abang. Siapa yang melamun?”
Rafa mengelak.
“Hahaha, rafa aku ini kakak kamuy
jadi aku hafal sikap kamu, ada masalah apa?”
“Hehe, yaudah aku cerita, tapi
jangan diketawain bang”
“Iya, Abang janji”
“Gini bang, Rafa punya teman baik
banget namanya Vika” Rafa memulai bercerita.
Rafa menceritakan tentang kebaikan
Vika dari mulai Sekolah dasar hingga dia lulus SMP. Rafa juga menceritakan
kejadian tadi siang ketika Vika bilang suka pada Rafa dan langsung pergi. Putra
hanya tersenyum mendengar detail dari cerita Rafa.
“Adik suka gak ke Vika?”
“Suka gimana bang?”
“Yah siapa tau adik itu punya
perasaan lain ke Vika?”
“Abang, Rafa itu tidak memiliki
perasaan apa-apa terhadap Vika, Yang Rafa rasakan biasa saja seperti
teman-teman lain. Bener juga sih kalau Rafa lebih respect pada Vika soalnya
Vika itu sangat baik pada Rafa”
“Oh, beneran nih?”
“Iya Bang, Percaya deh pada Rafa”
“Iya percaya, Oia berarti Vika itu
orang sangat baik pada Rafa? Kenapa Rafa tidak pamitan secara baik-baik
padanya? Kalau bisa memberikan kenang-kenangan untuknya” Putra memberikan
saran.
“Iya bang, Rafa juga berfikiran
begitu, tapi apa yang akan Rafa berikan padanya?”
“Bagaimana Kalau Gantungan kunci
ini?” Putra menunjuk gantungan kunci yang ada di lemari Rafa.
“Ih, ini kan gantungan kunci yang
rafa buat sendiri, bentuknya juga jelek kok” kata Rafa protes.
“Maka dari itu, Pasti ini akan
menjadi Hadiah terbesar Vika karena ini adalah buatan Rafa sendiri” Putra
tersenyum.
Hari sudah mulai Sore, Rafa
langsung berlari menuju rumah Vika. Perjalanan ke rumah Vika memakan waktu 30
menit. Sesampainya di rumah vika, rafa mengetuk pinyu dan yang membukakan
pintunya adalah Vika sendiri.
“Asalamualaikum Vik”, Rafa
tersenyum.
“Walaikumsalam, Rafa ada apa?”
tanya Vika terkejut.
“Vik, Aku mau pamit dan mengucapkan
banyak terimakash atas semuanya dari kamu untukku”
“Masuk dulu Raf”
“Ah tak usah Vik, Aku Cuma bentar
saja takut kemaleman, nih kenang-kenangan dari aku”, Rafa menjulurkan gantungan
kunci berbentuk orang.
“Terimakasih Raf” vika tersenyum.
“Yaudah, aku pamit dulu Vik”
“Tunggu, aku ambil sesuatu”, Vika
berlari menuju kamarnya.
Beberapa menit kemudian Vika
kembali lagi ke teras rumah.
“Raf, ini buat kamu”, vika
menjulurkan Sapu tangan berwarna biru muda unutk Rafa.
“Eh, apa ini?”
“Itu kenangan dariku untuk kamu,
semoga kamu tidak pernah melupakan aku” kata Vika tersenyum.
“Yaudah, aku simpan saja ya Vik,
sampai jumpa. Assalamualaikum”
“Walaikum salam”
**************
Suara kokok ayam terdengar dari kejauhan. “Rafa,
udah shubuh, kita sholat dulu yuk” ajak Putra. Tanpa di perintah dua kali Rafa
langsung ke kamar mandi dan berwudlu. Mereka berdua bersholat jamaah untuk yang
terakhir kalinya di gubuk kecil itu. Ketika matahari sudah terbit, Rafa dan
Putra langsung menuju ke rumah kepala desa. Dia berpamitan dan menitipkan kunci
kepada kepala desa agar jika ada yang mau menempati gubuk itu bisa memberikan
kuncinya. Hal ini dilakukan oleh Putra agar rumah kecil itu masih ada yang
merawatnya.
Setelah sarapan
di sebuah warung makan dekat terminal, Putra langsung menuju peron dan menaiki
bus jurusan malang.
“Rafa, mungkin kita akan lama
meninggalkan kota kelahiran kita ini” kata Putra.
“Iya bang, semoga di tempat yang
baru hidup kita lebih sejahtera.” Kata Rafa tersenyum.
“Amin! abang akan berusaha
membahagiakan adek abang ini” Putra menggandeng tangan Rafa.
“Terimakasih bang, pasti almarhum
bapak dan ibu senang melihat anaknya bernama Putra Ardiansyah sangat baik pada
adiknya” Rafa tertawa sambil mencolek pinggang abangnya.
“Hehehe, iya pasti mereka juga
sangat bangga karena anaknya yang bernama Rafa J.Septian merupakan anak yang
kecerdasannya di atas rata-rata” balas Putra sambil menaiki bus antar kota.
Mereka berdua tertawa bersama hingga akhirnya Rafa tertidur dan Putra pun juga
tertidur di atas bus tujuan malang.
Menempuh
perjalanan yang sangat panjang akhirnya mereka tiba di terminal arjosari
malang. “Putra” joni teman Putra melambaikan tangannya. “Hai jon, terimakasih
sudah menjemput kami” kata Putra sambil berjabat tangan. Akhirnya Putra
dibonceng oleh joni, sedangkan Rafa bersama teman joni. Mereka langsung menuju
rumah kontrakan milik joni. “Jon, beneran kita boleh numpang di tempat kamu?”
kata Putra agak ragu.
“Santai aja put, kamu tinggal di
sini aja dulu” kata joni penuh ramah tamah.
“Ini Rafa yang dulu masih kecil itu
put? Kok beda yah ma kamu” kata joni ketika melihat Rafa.
“Kenapa jon? Lebih ganteng aku ya?”
kata Putra sambil berkaca di cermin.
“Hahaha…mulai dulu kamu itu nggak
berubah Put, narsisnya minta ampun coba kamu kaca pake spion bus di terminal
tadi, pasti ketahuan perbedaannya. Hahaha” Joni tertawa lepas di ikuti Putra.
“Iyalah Jon, Rafa lebih ganteng,
karena dia ini anak kedua pastinya ortuku dulu sudah mahir dan tau tekhniknya
jadi gak asal coba seperti aku. Hehehe” kata Putra sambil merangkul Rafa. Rafa
hanya tertawa kecil dan tersenyum malu karena Rafa masih canggung bergaul
dengan teman-teman abangnya itu.
Dua hari berlalu akhirnya Rafa dan Putra bisa
tinggal di sebuah rumah kontrakan kecil yang sederhana. Putra juga sudah mulai
bekerja di sebuah pabrik di malang. Sedangkan Rafa hanya menghabiskan waktunya
di kontrakan dengan belajar untuk mengikuti tes masuk salah satu SMA negeri di
malang, meskipun bukan SMA unggulan tapi Rafa sangat bersyukur jika masuk ke
SMA itu. hingga pada saatnya tiba waktu penerimaan siswa baru di mulai. Rafa
segera mendaftarkan dirinya di SMA tersebut.
Seminggu setelah ujian masuk, akhirnya nama Rafa
terpajang di papan pengumuman di depan sekolah tersebut. Untung saja tabungan
Rafa dan Putra cukup menutupi uang administrasi masuk SMA negeri itu.
“Rafa,
abang makin bangga karena akhirnya Rafa bisa masuk SMA tidak seperti abang
hanya lulusan SD, hehehe” kata puta ketika mereka makan berdua di rumah
kontrakannya.
“Iya
bang, Rafa senang bisa membahagiakan abang, dan Rafa bangga punya abang seperti
bang Putra,” Rafa juga membalas pujiannya. Rafa juga janji tidak akan
mengecewakan abang” kata Rafa tersenyum pada abangnya.
Hari ini adalah
hari pertama Rafa masuk sekolah, seperti halnya sekolah lain hari pertama di
isi acara masa orientasi siswa (MOS). Rafa berbaris di bagian depan, karena
Rafa tergolong anak yang tinggi. Tiba-tiba seorang kakak pendamping Mos menegur
Rafa, “Heh, nama kamu siapa?” tanya kakak angkat pendamping MOS.
“Rafa
kak” suara Rafa terlihat gugup.
“Rafa, karena kamu cowok dan tinggi, kakak harap
kamu jadi pemimpin kelompok kita” sambil menunjuk Rafa . “Saya kak?” Rafa ragu.
“Iya kamu, emang siapa lagi di sini yang bernama Rafa? Oia ketua kelompok bisa
dikatakan ketua kelas dalam MOS ini” suaranya agak sinis.
Akhirnya Rafa maju dan menerima slempang tanda ketua
kelas. Sebagai ketua kelas Rafa harus terlihat ramah dan tegas di depan teman-temannya
meskipun sebenarnya Rafa tergolong anak pemalu. Berbagai perlombaan pengisi
acara masa orientasi siswa, kelas yang di pimpin oleh Rafa lebih unggul dari
yang lain. Hal ini membuat Rafa jadi terkenal sebagai pemimpin kelompok
terbaik.
Seminggu berlalu, akhirnya masa
orientasi siswa telah usai. Dan aktivitas belajar mengajar segera dimulai. Rafa
sebagai ketua regu saat mos langsung dipilih oleh teman-temannya sebagai ketua
kelas.
“Assalamualaikum, selamat pagi
semuanya” kata seorang guru perempuan muda dan cantik saat memasuki ruangan.
“Walaikumsalam” semua siswa
langsung menjawab salam dengan kompak.
“Perkenalkan nama saya ibu Retno,
guru ekonomi sekaligus wali kelas kalian. Siapa ketua kelas di kelas ini?” ibu
retno terlihat ramah.
“Rafa bu, Rafa ketua kelasnya”
semua teman-teman Rafa menunjuk ke arahnya.
“baiklah kalau sudah ada ketua
kelasnya, ibu harap ketua kelas duduknya di bangku depan” kata ibu retno sambil
meminta Rafa agar pindah.
“Tapi bu? Semua bangku sudah terisi
dan tak mungkin kami berpindah tempat” kata seorang siswa di belakang.
“Kata siapa? kan bisa dirombak?
Biar ibu yang menentukan tempat duduk kalian, dan setiap semester tempat duduk
kalian bisa berubah lagi.” kata ibu retno sambil berdiri melihat kearah para
siswa.
“Ibu
belum kenal pada kalian semua, maka ibu rasa cara ibu mengacak tempat duduk
kalian dapat dikatakan adil” ibu retno mulai membuka buku absen.
Semua siswa diminta untuk berdiri
di depan kelas dan menunggu giliran di panggil untuk menempati bangku. Rafa
mendapat bangku paling depan, teman sebangkunya bernama Rizki yang terlihat
sangat acuh. “Mampus diriku harus duduk di depan” kata Rizki agak kecewa.
“Maaf, emang
kenapa kok kayaknya takut duduk di depan?” Rafa penasaran dengan sikap Rizki.
“Gini pak ketua, aku itu paling lemah kalau urusan hitung-hitungan, gak
kebayang kalau nanti pas pelajaran matematika, fisika, kimia dan lain
sebagainya aku akan mati kutu jika di tunjuk guru pak” Rizki terlihat sangat
khawatir.
“Gak harus
panggil aku pak Riz” Rafa protes. “Kenapa? Kamu nggak suka? Atau kamu mau aku
panggil tuan?” Rizki menatap Rafa dengan tajam. “Haduh, kok malah marah-marah
Riz? aku hanya ingin di panggil Rafa” Rafa melihat ke papan tulis.
“Heh, meski kamu itu ketua kelas,
aku gak akan biarkan kamu seenaknya saja Raf” Rizki memandang Rafa. “tTerserah,
yang penting aku itu gak pernah merugikan kamu” Rafa melihat ibu retno yang
sibuk membagi tempat duduk. “Jika kamu mau pindah, aku panggil bu Retno” kata
Rafa.
“Emang kamu berani?” kata Rizki.
“Berani” Rafa langsung mengangkat
tangannya.
“Ada
apa Raf?” tanya ibu Tetno. Rizki dengan seketika langsung meremas paha Rafa,
“Saya mau tanya bu, jika ada teman yang penglihatannya kurang bagus bagaimana?”
Rafa menanyakan sesuatu yang tak diduga oleh Rizki. “Bisa ditukar dengan yang
lain, tapi nanti setelah semuanya duduk di tempatnya” ibu Retno melanjutkan
membagi tempat duduk. Rafa melihat ke arah Rizki tersenyum, Rizki tersenyum
kecut.
“Ok, semua sudah duduk di bangku
masing-masing. Kalian bisa tukar tempat duduk jika ada keluhan dengan
penglihatan kalian.” Kata ibu retno tegas. “Rafa, ibu minta kamu buat denah
kelas dan kamu tempel di pojok meja guru.” Perintah ibu Retno. “Baik bu, saya
laksanakan” Rafa langsung mengeluarkan penggaris dan bolpoin. “pakai kertas ini
aja Raf” Rizki memberikan kertas hvs putih.
“Weh, terimakasih Riz, mulai tadi
kamu bersikap baik seperti itu kan enak, siapa tau kita bisa jadi teman yang
baik” kata Rafa tersenyum.
“Maaf
ya Raf, aku hanya sedikit stress aja ketika harus duduk di depan” Rizki memnita
maaf. “Tenang saja Riz, nanti akan ku bantu kamu dalam belajar, ok” Rafa
menyemangati Rizki.
Akhirnya pelajaran pertama dimulai
yakni pelajaran ekonomi. Dengan penuh keseriusan Rafa mengikuti pelajaran yang
di berikan oleh guru-ruru. Hingga akhirnya tak terasa enam jam berlalu Rafa
menimba ilmu di hari pertama itu. Hari pertama belajar, Rafa mendapat banyak
tugas rumah dari guru-guru. Namun tugasnya masih bisa dikerjakan dengan mudah,
karena pelajarannya masih ada hubungannya dengan pelajaran SMP.
“Rafa..Rafa..tunggu
Raf” suara Rizki memanggil nama Rafa. Rafa langsung berhenti di pinggir jalan.
“Ada apa Riz? Mana motor kamu? Kok malah lari-lari gak karuan gitu?” tanya Rafa
yang heran ketika Rizki mengejarnya di gerbang sekolah. “aku butuh bantuan kamu
Raf, motorku gak bisa dinyalain” kata Rizki sambil mengatur nafasnya.
“Emang kenapa Riz? mana motormu?” tanya Rafa. “di
parkiran Raf” kata Rizki sambil menarik tangan Rafa menuju tempat parkir. Rafa
langsung berlari menuju tempat parkir bersama Rizki.
“Oh,
mungkin businya Riz” kata Rafa sambil mencoba menghidupkan mesin motor. “Aku
kurang tau Raf, aku bisanya hanya naik motor aja Raf hehehe” Rizki tertawa
sambil mengusap keringatnya.
“Yaudah
buka bagasi motormu, siapa tau ada peralatan yang bisa digunakan” Rafa menyuruh
Rizki. Setelah dibuka ternyata di dalam jock motor terdapat beberapa obeng,
kunci dan ampelas. Langsung saja Rafa membuka busi motor Rizki dan mengampelas
ujung businya. “Raf, kira-kira bisa nggak?” tanya Rizki panik.
“Tenang
aja Riz, aku yakin bisa kok” kata Rafa percaya diri. Setelah busi dipasang
kembali, akhirnya Rafa bisa menyalakan mesin motor milik Rizki. “Bener kan
bisa?” Rafa tersenyum pada Rizki. “Rizki terlihat sangat senang karena motornya
akhirnya bisa di gunakan.
“Raf,
terimakasih ya. biar aku antar kamu pulang” kata Rizki. Seketika Rafa langsung
ingat bahwa dirinya sudah terlambat pulang. “Waduh Riz, aku udah terlambat
pulang” Rafa terlihat panik. “Yaudah, ayo aku antar kamu pulang Raf” kata
Rizki.
Tanpa basa-basi Rafa langsung bonceng di belakang
Rizki dan langsung menuju rumahnya. Jarak antara sekolah ke rumah Rafa sekitar
1 KM, Rafa memilih untuk jalan kaki karena memang dia tidak punya kendaraan
apapun. Beberapa gank sudah di lalui, Rafa terus mengarahkan Rizki memasuki
gang sempit menuju perkampungan padat.
“Rafa,
ini rumah kamu?” Rizki terlihat terkejut ketika melihat rumah Rafa yang kecil
dan sesak. “Iya Riz, ini tempat tinggalku di malang” kata Rafa sambil memasukan
anak kunci ke lobangnya. “Ayo Riz masuk dulu” ajak Rafa.
Rizki mengikuti Rafa dari belakang, Rizki mengamati
seluruh sudut ruangan tamu berukuran 4X4 beralaskan karpet berwarna biru. Rizki
langsung memposisikan diri duduk di atas karpet dekat jendela. “Rafa, mana
orang tua kamu?” Rizki bertanya dengan ragu.
“Sebentar ya Riz, nanti ku ceritain, aku ganti baju
dulu ok” kata Rafa berlalu menuju kamarnya. Rizki hanya terdiam ketika melihat
Rafa membuka seragamnya sambil berjalan menuju kamarnya.
“Riz, kamu mau minum apa? Adanya hanya teh dan air
putih, hehehe” kata Rafa keluar dari kamar memakai boxer dan kaos kuning
bergantung di bahu kirinya. Rizki langsung tercengang melihat Rafa bertelanjang
dada.
“Riz,?” Rafa meminta kepastian Rizki untuk minum
apa. “Eh. Air putih aja Raf” kata Rizki gugup. “Biasa ajalah Riz, jangan malu-malu
gitu cuma air putih ngomongnya udah gugup” kata Rafa meledek Rizki. Rizki hanya
tersenyum dan mukanya memerah. Jelang beberapa detik Rafa keluar dari dapur
membawa dua gelas kosong dan satu teko air putih. kali ini Rafa sudah memakai
kaos kuningnya.
“Oia Raf, kamu
belum jawab pertanyaanku tadi, mana orang tua kamu? Lagi kerja ya?” tanya Rizki
sambil meneguk air putih.
“Aku tinggal dengan abangku Riz”
jawab Rafa.
“lah terus? Orang tua kamu dimana?”
Rizki meletakkan gelas kosong sambil menatap Rafa. “Meninggal Riz” Rafa
menerawang.
“innanillah, kapan meninggalnya
Raf?” Rizki terlihat sangat terkejut.
“ayahku meninggal karena kecelakaan saat aku
berumur 16 bulan, sehingga aku hanya tahu wajah bapak dari foto satu-satunya
yang ada di abang Putra. Ibu juga menyusul ayah karena sakit keras ketika aku
berumur 4 tahun. mulai umur 4 tahun aku di rawat oleh abang Putra kakak
kandungku. Aku tinggal di kabupaten jember menempati gubuk kecil peninggalan
orang tua kami. Abang yang saat itu berumur 11 tahun sudah harus bekerja
menghidupi dirinya dan diriku. untunglah masih ada beberapa tetangga yang
selalu membantu kami, termasuk bapak kepala desa. Namun abang tak pernah
berhenti bekerja demi menghidupi diriku. terkadang aku juga mengutarakan ingin
berhenti sekolah dan ikut bekerja dengannya, namun abang melarangku. Kata
abang, aku hanya harapan hidupnya dan tak ada yang lain. Hingga akhirnya
beberapa minggu yang lalu aku pindah ke malang, karena abang mau mengadu nasib
di kota ini.” Rafa mengakhiri ceritanya dengan mata berkaca-kaca.
Mendengar cerita
Rafa, Rizki larut di dalamnya dan mata Rizki berkaca-kaca.
“Raf, kamu yang tabah yah, pasti
kamu akan mendapatkan kebahagiaan nantinya” kata Rizki. “Pastilah Riz. aku
harus bisa menjadi orang yang sukses agar aku bisa membahagiakan abang Putra”
Rafa tersenyum dan mengusap keringatnya.
“Aku pikir kamu adalah anak orang
kaya yang sombong Raf, ternyata hanya orang sederhana yang baik hati” Rizki
memuji Rafa.
“Baik
hati? Haha. baru kenal aja bilang udah baik kamu Riz” kata Rafa.
“Hmmm, lebih
tepatnya baru akrab, sebenarnya aku tuh udah memperhatikan sikap kamu semenjak
masa orientasi siswa kemarin, dan kamu merupakan sosok ketua yang bertanggung
jawab, tapi sedikit sombong” kata Rizki sambil tertawa kecil.
“Haduh, aku bukan sombong Riz, aku
hanya kurang supel aja, sulit bagiku untuk menegur dan mengulurkan tangan
kemudian berkenalan” Rafa membela diri.
“Iya,
iya, pembelaan di terima. Hehehe” Rizki tertawa.
“Riz, sudah jam
tiga sore tuh, sebaiknya kamu pulang dulu!, ntar orang tua kamu resah” kata
Rafa sambil melihat jam dinding. “Halah, mama gak pernah ngurus diriku dia
selalu menyibukan dirinya” kata Rizki enteng.
“Ya ampun aku
lupa Riz, seharusnya aku masak buat abang, sebentar lagi abang pulang” kata
Rafa terkejut dan panik.
“Yaudah, aku
bantu kamu masak, bantu sebisaku aja, karena aku tidak bisa memasak. Hehe” kata
Rizki.
“Okelah Riz, aku minta tolong kamu
kupasin kentang dan wortel itu, aku mau cuci beras dulu” Rafa langsung menuju
belakang rumah. setelah kembali dari mencuci beras Rafa terkejut “Ya ampun Riz,
ngupasnya kok tebal banget?” tegur Rafa.
“Maaf Raf, aku belum pernah ngupas
kentang.” Rizki menyesal.
“Yaudah, biar aku saja yang ngupas,
tolong kamu potongin tempe di atas meja” kata Rafa. “Ntar salah lagi Raf” Rizki
ragu.
“Kalau tempe gak masalah tebal atau
tipis, kamu pasti bisa” kata Rafa menahan tawa.
Dengan sigap Rizki langsung
memotong tempe di atas meja. “Rafa, udah beres nih” kata Rizki sambil
memperlihatkan hasilnya.
“hahaaha… kamu gak pernah liat
ibumu masak ya? motong tempe kok sembarangan?” kata Rafa melihat hasil
pekerjaan Rizki.
“Tuh, bener kan
salah lagi, aku tadi sudah bilang bakalan salah.” Kata Rizki sedikit protes.
“hehehe. Aku kan tadi bilang, gak masalah tebal tipis motong tempenya, bukan
memotong sembarangan tak beraturan seperti itu” Rafa tertawa melihat hasil
pekerjaan Rizki.
“Assalamualaikum” suara Putra
memasuki ruang tamu. “Walaikumsalam” Rafa langsung mencium tangan Putra. “Wah,
ada tamu nih!” Putra melihat ke arah Rizki. “Iya bang, teman sekolah namanya
Rizki” kata Rafa. Rizki langsung bersalaman dengan Putra. “Yaudah, silahkan
abang mau mandi dulu” kata Putra ramah. “Iya bang, setelah mandi langsung makan
ya” kata Rafa sambil meneruskankan pekerjaannya di dapur.
Raf,
itu abangmu yang tadi kau ceritakan?” Rizki bertanya. “Iya, kenapa Riz?” tanya
Rafa. “emmmm. Kayaknya kalian beda yah” Rizki sedikit ragu mengatakannya.
“Bukan
hanya kamu yang bilang begitu Riz, tapi sudah banyak teman-teman abang juga
berpendapat begitu, lebih ganteng aku yah? Hahaha” kata Rafa sambil tertawa.
“Ih,
GR banget kamu, tapi jujur emang iya. Hehehe” kata Rizki.
“Yah,
aku juga pasti seperti abang, berkulit agak gelap dan rambut acak-acakan, jika
aku menjadi pekerja keras seperti dirinya” kata Rafa sambil meletakan tempe di
meja. “Maaf ya Raf, aku gak bermaksud..” kata Rizki. “Sudahlah jangan terlalu
dipikirkan, kamu ikut makan yah” ajak Rafa. “udah terimakasih Raf, aku harus
pulang” kata Rizki menolak ajakan Rafa.
“Kamu nggak suka ya makan masakan ini?” tuduh Rafa.
“Bukan gitu kawan, aku sudah kenyang” jawab Rizki. “ketahuan nih sukanya
berbohong, kamu kan belum makan?” Rafa sedikit meledeknya. “Hehehe, bukan
begitu kawan, aku gak enak saja. Jika aku ikut makan disini pasti beban kalian
tambah berat hari ini” kata Rizki tak enak hati.
“Kamu gak usah berfikiran begitu dek” kata Putra
sambil memegang pundak Rizki dari belakang. “Eh mas, maaf yah jadi ngerepotin”
kata Rizki malu-malu. “Iya bang, padahal makanan ini cukup buat kita semua”
kata Rafa tersenyum pada Putra. “Yaudah, ayo kita makan dulu, silahkan Riz”
kata Putra. Rizki malu-malu dan akhirnya mereka bertiga akan bersama. Khirnya
Rafa memiliki sahabat baru setelah Vika yang dapat menerima dirinya apa adanya.
Apakah
aku Gay?
“Rafa, abang
keluar dulu yah, mungkin abang pulangnya larut malam, jadi kamu harus tidur
sendirian di rumah” kata Putra. “Abang mau kemana? Kok rapi banget? Wangi
lagi.” Rafa melihat abangnya berpenampilan rapi dan tampak lebih tampan.
“Abang ada
perlu, emangnya kenapa? Nggak boleh abang menyisir rambut, sedikit rapi?” kata
Putra tersenyum pada Rafa.
“Hahaha.
Bolehlah, coba abang selalu berpenampilan seperti ini, pasti banyak cewek
cantik naksir abang.”, Rafa memperhatikan Putra dari kaki hingga kepala . Putra
tersenyum sambil menggelengkan kepalanya dan langsung pamit berangkat.
Ke esokan
harinya ternyata Putra belum bangun dari tidurnya. “Bang, bangun udah siang”
Rafa membangunkan abangnya. “Iya, sekarang jam berapa Raf?” Putra mengucek
matanya. “udah jam enam pagi bang, bentar lagi Rafa berangkat.
“Ya ampun, udah
siang yah?” Putra langsung beranjak dari tempat tidur dan menuju ke kamar
mandi. Rafa masih membersihkan ruang tamu dan meletakan sepatunya di depan
rumah.
“Rafa, ini uang
jajan kamu, ingat jangan di tabung lagi seperti dulu, uang jajan ini buat jajan
di sekolah gak boleh di bawa pulang” kata Putra mengingatkan Rafa. “Iya bang,
terimakasih. Rafa berangkat dulu yah”, Rafa menyalami dan mencium tangan
abangnya.
Menyusuri gang
sempit Rafa teringat saat SMP dulu, untuk mencapai sekolah dia harus menyusuri
jalan setapak dan kebun, namun sekarang untuk mencapai sekolah dia menyusuri
gang kecil di perkampungan padat. Tiba-tiba Rafa di kejutkan dengan motor yang
mengarah lurus padanya.
“Rizki? Ngapain
disini?” Rafa terkejut saat pengendara motor itu ternyata Rizki. “Hehe, aku
rencana mau jemput kamu bro” kata Rizki sambil berusaha memutar motornya. “’Gak
usah repot-repot Riz aku biasa jalan kaki” Rafa jadi tak enak hati.
“Ayo dari pada nanti kamu telat”
ajak Rizki. Rafa langsung ikut Rizki di atas motornya menuju sekolah.
“Riz, terimakasih atas
tumpangannya” kata Rafa sambil menunggu Rizki yang memarkir motornya.
“Hai Rafa” kata dua gadis cantik
yang lewat di depan Rafa. “Hai juga” Rafa melihat ke arah mereka dan tersenyum.
Keduanya langsung tertawa dan salah tingkah.
“Cie, siapa tuh?” tanya Rizki. “Gak
tau juga, tadi tiba-tiba nyapa aku, yah ku sapa balik” Rafa menjawab datar
sambil melangkahkan kakinya menuju kelas.
Ketika melewati
papan pengumuman Rafa langsung berhenti. Dia membaca ada tulisan BEASISWA di papan pengumuman. Dengan
sigap Rafa langsung mengeluarkan buku dan bulpoinnya untuk mencatat poin-poin
penting dari pengumuman itu. “Raf, kamu mau ngajuin beasiswa ya?” tanya Rizki.
“Iya Riz, untuk meringankan beban abang” Rafa menjawab dengan senyumannya.
“Rafa, kamu
tertarik dengan beasiswa itu?” suara ibu Retno mengagetkan Rafa dan Rizki. “Eh,
bu Retno” Rafa langsung mencium tangan wali kelasnya. Sikap Rafa yang hormat
kepada guru-guru membuat para guru sangat mengenalnya. Rizki juga ikut-ikutan mencium
tangan ibu Retno, meskipun sebenarnya jarang bagi siswa SMA bersikap seperti
anak sekolah dasar bersalaman dan mencium tangan guru-gurunya. Apalagi budaya
di kota yang kurang menghargai guru.
“Yaudah, ibu
yakin kamu bisa dapat beasiswa itu Raf, karena kamu siswa ibu yang paling
cerdas di kelas.” Ibu retno langsung pergi menuju ruang guru. “Cie, paling
cerdas neh, ckckck” ledek Rizki sambil terkekeh. “Ngiri ya? hahaha” Rafa juga
ikut tertawa. Dan akhirnya Rafa dan Rizki langsung menuju kelas.
Dua minggu berlalu, tak disangka
Rafa berhasil mendapatkan beasiswa di sekolah itu, dia tidak khawatir lagi
dengan biaya sekolah dan buku-buku sekolah. Rafa menyampaikan kabar tersebut
pada abangnya.
“Bang, aku dapat beasiswa di
sekolah, dua minggu yang lalu aku mendaftarkan diri dan Alhamdulillah aku
lolos” kata Rafa saat duduk bersama abangnya di ruang tamu.
“Abang bangga
padamu Raf, gak nyangka meski kamu di kota dan abang yakin sainganmu banyak di
sini kamu masih saja mendapatkan beasiswa berprestasi” kata Putra sambil
mengelus kepala Rafa.
“Oia, sebentar
lagi abang mau keluar dulu”, kata Putra sambil berlalu menuju kamarnya.
“Kemana bang?
Kok hampir setiap malam abang keluar dan pakaiannya selalu rapi?” kata Rafa.
“Abang ada urusan dek” kata Putra dari dalam kamar.
“Abang udah punya pacar ya? Hayo
ngaku saja.” Rafa menyusul Putra ke kamarnya. Pada saat itu Putra sedang memakai celana dalam,
namun Putra bersikap biasa aja karena mereka berdua selalu ganti baju atau
mandi bersama-sama. “Mana ada cewek yang naksir abang?” kata Putra.
“Yaudahlah,
kalau abang gak mau cerita, yang penting abang tidak lupa ma Aku” kata Rafa
sambil memeluk tubuh Putra bertelanjang dada. “Iyalah, abang gak akan
menelantarkan adik abang” Putra mengelus rambut Rafa.
Setahun berlalu, perlahan kehidupan
Putra dan Rafa mulai membaik. Mereka berdua juga telah pindah kontrakan,
kontrakan mereka lebih besar dari kontrakan yang lama. Rafa juga mendapatkan
hadiah handphone pertamanya dari Putra saat kenaikan kelas. Rafa dan Rizki
semakin akrab dan beberapa kali Rizki mengajak Rafa menginap di rumahnya.
“Raf, kamu tau
Nnany anak kelas XI IPS3?” kata Rizki saat mereka belajar kelompok di rumahnya.
“Hmmm. yang cantik itu Riz?” kata Rafa
tersenyum.
“Iya
Raf, dia minta nomor hp kamu, aku yakin dia pasti suka ma kamu” Rizki antusias
bercerita. Rafa hanya diam dan seperti memikirkan sesuatu. “Raf? Kamu kok diem?
Nany cantik loh” kata Rizki menambahkan.
Rafa kaget dan langsung menjawab pertanyaan Rizki.
“jangan dulu Riz, aku belum siap” kata Rafa. “Belum siap gimana maksud kamu?”
Rizki heran. “Nanti ajalah aku ceritakan, ayo kita kerjakan dulu tugas
Akuntansinya” kata Rafa mengalihkan pembicaraan.
Siang hari di
depan Toilet Rafa dan Rizki mengobrol. “Rafa, sudah seminggu aku di desak oleh
teman-teman Nany buat dapetin nomor kamu, aku bilang kalau kamu gak ada hape
bro, tapi sampai kapan aku harus beralasan?” kata Rizki.
“Riz, kau bisa jaga rahasia nggak?”
kata Rafa. “Weh kayaknya ada masalah ni, Rizki bisa di andalkan Raf” kata Rizki
percaya diri.
“Yaudah kamu
ikut aku kebelakang sekolah sekarang” Rafa mengajak Rizki. Sesampainya di
belakang sekolah Rafa bercerita mengenai dirinya. “Riz, aku mau cerita ma kamu,
dulu ada cewek saat aku SMP namanya Vika, menurut aku dia sangat cantik dan
baik, hingga akhirnya dia mengatakan bahwa dia suka pada diriku. namun aku tak
ada rasa apa-apa padanya dia seperti teman-temanku yang lain, dan sekarang ada
Nany, tadi aku jumpa dengannya dan dia juga bilang kalau dia suka padaku. aku
tak tahu ada apa dengan diriku cewek secantik mereka bisa-bisanya aku tolak.”
Kata Rafa mengakhiri ceritanya.
“APA? Nany
nembak kamu? Dan kamu tolak?” kata Rizki kaget. “Iya Riz, aku tak tahu ada apa
dengan diriku” Rafa menundukan kepalanya.
“Maaf ya Raf,
jangan-jangan kamu seorang GAY?” Rizki mengatakannya perlahan. “GAY? Apa itu?”
kata Rafa kebingungan. “Sssst..! Jangan Keas-keras. kamu gak tau GAY? Ya ampun
Raf kamu dari planet mana sih?” Rizki geram karena keluguan Rafa.
“Beneran aku gak
tau Riz” kata Rafa kebingungan. Tiba-tiba Rizki tersenyum aneh pada Rafa.
“Ngapain senyum-senyum Riz? ada yang salah dengan diriku?” Rafa risih melihat
sikap Rizki. “Lucu aja ma kamu, kenapa kamu kuper banget yah? yaudah nanti kamu
ikut aku” kata Rizki.
“Ok, Ayo masuk ke kelas dulu,
sebentar lagi pelajaran di mualai” ajak Rafa.
Sepulang sekolah
Rafa langsung dibawa Rizki ke rumahnya. “Riz, kok kamu gak antar aku ke rumah?”
tanya Rafa kebingungan. “Katanya kamu gak tau apa itu GAY? Dan aku berniat
memberitahumu Raf” kata Rizki sambil menarik Rafa masuk ke rumahnya.
“Kamu tunggu di
dalam kamar saja Raf, aku mau ambil minum dulu” kata Rizki sambil berlalu masuk
ke dapur. Rafa sudah hafal rumah Rizki karena dia sering belajar kelompok di
rumah ini. seperti biasa Rafa langsung duduk di atas tempat tidur Rafa. “Minum dulu
Raf, nanti jam 14:00 aku akan antar kamu pulang” kata Rizki.
“Iya Riz aku
harus masak buat abang” Rafa menerima segelas sirup orange dan langsung
menegaknya. “Oia, beneran kamu nggak tahu apa itu GAY?” kata Rizki sambil
mendekati Rafa. “Iya, beneran aku nggak tahu apa itu, apakah itu sebuah
singkatan?” tanya Rafa kebingungan.
“Hahaha…dasar
bego, zaman udah maju kan ada internet Raf” Rizki tertawa. “loh, emang aku
harus gimana Riz, komputer aja baru bisa setelah kamu ajari kemarin” tanya Rafa
agak penasaran. “Yaudah, kamu cari aja di google apa itu gay, kalau belum tau
nanti aku yang beri tahu kamu” kata Rizki sambil menyalakan komputernya.
Rafa langsung memposisikan dirinya
di depan komputer Rizki dan mulai mengetik kata gay di kotak pencarian google.
Rizki hanya mengamati Rafa dari tempat tidurnya dengan senyuman yang aneh.
Sesekali Rafa menoleh ke arah Rizki dan juga ikut senyum malu-malu. Dan
akhirnya layar komputer menampilkan hasil pencarian google.
Rafa terlihat
serius membaca tulisan yang ada di dunai maya mengenai apa itu gay, tiba-tiba
Rafa langsung menoleh ke arah Rizki, “Riz, emang ada cowok suka ama cowok
seperti yang ada di tulisan ini?” tanya Rafa penuh penasaran. Rizki hanya
tertawa kecil dan menghampiri Rafa, “Raf. liat gambar-gambar ini, apa ini belum
cukup bagimu untuk percaya bahwa di dunia ini ada pecinta sejenis?” kata Rizki
sambil memperlihatkan gambar-gambar erotis dua pria yang sedang berciuman.
Rafa hanya
melototi gambar-gambar itu tanpa berkomentar. Rizki terus meng-klik gambar gambar
erotis pria gagah dan meninggalkan gambar-gambar cowok seksi di depannya.
Entah karena
penasaran atau memang Rafa adalah seorang gay, Rafa tetap menelusuri gambar
satu persatu di komputer Rizki. Rizki menatap Rafa tajam dan langsung mencium
bibir Rafa, Rafa langsung kaget membuat dirinya mundur sehingga kursi yang di
duduki Rafa roboh. Mereka berdua langsung terjatuh ke lantai dengan posisi Rafa
di bawah dan Rizki di atas.
Rafa langsung
menahan Rizki yang berusaha menciumnya lagi. “Riz, apa yang kamu lakukan?” Rafa
protes. “Aku hanya mengetes kamu apakah kamu gay atau bukan Raf” Rizki
tersenyum pada Rafa. Rizki langsung berdiri dan membantu membangunkan Rafa yang
masih tergeletak di lantai. “Kamu kok lemas gini Raf? Kenapa?” tanya Rizki.
“Aku nggak tahu
Riz, aku takut kalau aku seorang gay, karena jujur aku tak pernah mencintai
seorang gadis” kata Rafa dengan keringat bercucuran. “Sudahlah Raf, jangan
dipikirkan, aku harap kamu merahasiakan ini dari orang lain” kata Rizki sambil
mematikan komputernya.
“Emang kenapa
Riz?” tanya Rafa sambil membenarkan seragam sekolahnya. “Karena gay belum di
terima oleh masyarakat, dan gay dikucilkan oleh kebanyakan orang” Rizki
terlihat serius. “Apa kamu gay Riz? karena setahuku kamu juga tidak ada cewek”
kata Rafa lugu.
“Haha, kalau
emang iya kenapa? Kamu mau membeberkan kepada orang lain?” tantang Rizki. “Apa?
Beneran kamu seorang gay Riz? kenapa kamu beritahu aku?” tanya Rafa tidak
percaya. “Iya Raf, aku cerita pada kamu karena aku yakin kamu orang yang bisa
jaga rahasia. Yaudah ayo kamu aku antar pulang ke rumah kamu Raf.” Ajak Rizki.
*************************
Setelah mengetahu apa itu Gay,
setiap hari Rafa merasa sangat penasaran dengan dirinya sendiri. Pertanyaan
yang selalu muncul adalah “Apa benar dirinya seorang gay?”. Rafa belum yakin
bahwa dirinya adalah seorang gay, karena dia juga tidak pernah merasa menyukai
pria lain. Hanya satu laki-laki yang dia sayangi di dunia ini yakni Putra
sebagai abang satu-satunya.
“Adek,
akhir-akhir ini abang lihat kamu sering melamu, kenapa?” kata Putra yang duduk
dis amping Rafa di ruang tamu. “Ah, abang ini ada-ada saja, Rafa bukan melamun
bang, Rafa lagi berfikir buat ngerjakan tugas sekolah ini” kata Rafa sambil
meletakan bulpoin di atas buku matematikanya. “Oh, begitu ya? berati selama ini
abang salah, abang pikir Rafa lagi memikirkan seseorang yang mengisi hati Rafa,
cewek cantik dan pintar di sekolah” Putra meledek Rafa sambil terkekeh.
“Idih, Rafa
belum mau pacaran bang, Rafa tidak mau mengecewakan abang, kalau Rafa pacaran nanti
sekolahnya jadi berantakan” kata rawa membela diri. “Iya-iya, abang tau Rafa
gak mungkin pacaran kok, tapi abang tak pernah melarang Rafa pacaran.” Putra
merangkul Putra.
Saat Rafa dan Putra asik mengobrol
di ruang tamu tiba-tiba Rizki datang. “Assalamualaikum” Rizki turun dari
motornya dan melepas helm. “Walaikumsalam” Putra dan Rafa menjawab salam Rizki.
“Yaudah, abang
mau masuk dulu, tuh Rizki sudah datang” Putra beranjak menuju kamarnya. “Hehe,
seperti biasa minta ajarin PR matematika bro” Rizki tertawa cengengesan.
“Yaudah, sini Riz, ini juga belum
selesai, kita kerjakan bersama-sama aja” Rafa menyuruh Rizki masuk.
“Raf, abang
berangkat dulu yah” Putra pamit pada Rafa. “Iya bang, Hati-hati bang” jawab
Rafa. “Eh Raf, abang kamu mau kemana? Bukannya dia seharian bekerja?” tanya
Rizki ingin tahu. “Aku kurang tau Riz, mungkin mau kencan ama ceweknya kale,
hahaha” Rafa tertawa.
“Aneh, kamu kan
adiknya, seharusnya kamu tau apa yang dilakukan abang kamu Raf, yaudah kita
lanjut belajarnya” Rizki rada kesal dengan jawaban Rafa yang kurang tau
mengenai saudaranya. “Yaudah, nanti aku cari tau Riz, kita lanjut dulu
belajarnya” Rafa menjawab dengan terus mencorat-coret kertas hitung.
Setelah belajar dan mengerjakan
tugas, Rizki mengajak Rafa untuk jalan-jalan. “Raf, jalan-jalan yuk! Apa kamu
nggak bosen di rumah terus?” tanya Rizki. “bosen sih Riz, tapi.. aku masih
kepikiran tentang diriku ini Riz” Rafa menatap Rizki. “Tentang apakah kamu gay
atau bukan itu ya? hahaha” jangan dipikirkan terus, karena jawaban itu akan
datang dengan sendirinya. Yang penting aku tak mempengaruhimu untuk menjadi
seorang gay, aku juga gak mengajakmu menjadi seorang gay meskipun aku di
takdirkan menjadi gay Raf” Rizki memandang Rafa serius.
“iya Riz, tapi
sepertinya aku memang mengarah ke arah itu, karena kemarin aku tak sengaja
menonton film porno, namun aku tak terangsang pada pemain wanita melainkan aku
terangsang melihat cowok bule telanjang” Rafa tertunduk malu. “Udahlah Raf,
kalau kamu memang seorang gay, tak perlu khawatir karena aku akan menjaga
rahasiamu” Rizki merangkul Rafa. Rafa tersenyum dengan sikap sahabatnya itu.
“Yaudah Raf, aku pulang aja dulu, sampai jumpa besok, ok!!” kata Rizki sambil
memakai helmnya.
Rafa menutup
pintu rumah dan mengkuncinya. Setelah itu Rafa langsung masuk kamar dan bersiap
untuk tidur, namun karena banyak pikiran Rafa tidak bisa memejamkan matanya.
Seperti biasa Rafa langsung mengambil buku pelajarannya dan membacanya dengan
posisi tiduran. Tiba-tiba terdengar suara motor di depan rumahnya. Rafa langsung
keluar dari kamar menuju ruang tamu untuk mengintip siapa yang datang. Ternyata
yang datang adalah Putra. Rafa langsumg membukakan pintu rumah dan menyambut
abangnya.
“kok belum tidur
Raf?” tanya Putra. “Gak bisa tidur bang, abang tiap malam pulang jam segini?”
tanya Rafa heran. “Iya Raf, abang ada urusan bersama teman-teman” kata Putra
terlihat menutupi sesuatu. “Maaf bang, apa Rafa tak boleh tahu apa yang abang
lakukan dengan teman-teman abang? Karena setiap Rafa tanya jawabannya adalah
sama yaitu ada urusan.” tanya Rafa penuh harap.
“Benar, tadi
abang memang lagi ada urusan Raf, kamu percayalah pada abang” Putra sedikit
panik. “Yaudah bang, besok Abang harus bekerja jam 8 pagi lebih baik istirahat
saja” Rafa terseyum dan langsung masuk kamar.
*********
Ke esokan
harinya Rafa meminta tolong pada Rizki untuk melakukan sesuatu buat dirinya.
“Riz, nanti malam kamu maen ke tempatku ya, aku butuh bantuanmu” kata Rafa
dengan nada penuh harap. Tentu saja Rizki menerima permintaan Rafa, “Ok lah
bro. apa sih yang nggak buat seorang sahabat seperti kamu” kata Rizki sambil
mengerlingkan matanya.
“Oia, gimana
Raf? Kamu sudah dapat jawabannya belum?” tanya Rizki. “Aku pusing kalau
memikirkan itu, kamu bilang jawaban itu pasti datang dengan sendirinya, jadi
Aku akan menunggu saja Riz” sambil berjalan menuju tempat parkir motor.
“Yaudah, ayo kita pulang Raf” ajak Rizki.
Sesampainya di
rumah Rafa langsung masak sayur dan lauk buat makan siang abang putra dan
dirinya. Hingga akhirnya Putra datang dan mereka makan bersama. “Bang, nanti
malam abang keluar lagi nggak?” tanya Rafa. “Hmmm. Belum tau Raf, kayaknya
enggak Raf emang ada apa?” tanya Rafa.
“Oh, enggak
apa-apa bang, Rafa kan cuma pengen tau aja, karena Rafa merasa sudah lebih
setahun abang jarang istirahat cukup di rumah, pagi kerja malam keluyuran.”
Rafa sedikit memasang wajah prihatin. “Sudahlah Raf, Abang selalu sehat kok
tanpa ada rasa sakit apapun” kata Putra.
“Hemm, Abang
udah mulai pikun yah?, akhir-akhir ini abang kan sering mengeluh sakit kepala?”
Rafa menerawang. “Iya juga Raf, Abang lupa, tapi cuma sakit kepala biasa kok
mungkin karena kecapean” kata Putra tersenyum. “Lah, makanya bang, kalau malam
nggak usah keluyuran” Rafa menasehati Putra. Putra hanya tersenyum dan
mengangguk.
Matahari sudah
terbenam, selesai sholat maghrib Rafa langsung mengingatkan Rizki untuk datang
ke kontrakannya. Jelang beberapa menit Rizki-pun datang dengan membawa
bungkusan. “Assalamualaikum” Rizki langsung masuk ke ruang tamu.
“Walaikumsalam,
eh bawa apa tuh?” tanya Rafa. “Oh, ini tadi aku beli martabak manis buat kita”
Rizki tersenyum. “Wah, baik banget kamu sob, tau banget kalau akau udah lama
gak makan kue itu. hehehe” Rafa tertawa kecil. “Yeeee, ini bukan buat kamu aja,
buat aku juga kale, karena aku tadi belum makan malam” Rafa mengangkat
bungkusan yang di bawanya.
“Hahaha, iya-iya
aku ambil piring dulu di dapur” Rafa beranjak menuju dapur. Rafa melewati kamar
Abangnya, dan seketika tercium wangi parfum yang baru di semprotkan. “Pasti
Abang mau keluar nih” kata Rafa dalam hati sambil berlalu mengambil sebuah
piring. “Riz, ntar bisa antar aku nggak?” kata Rafa pelan-pelan. “Kemana?”
Rizki memasukan potongan kue kedalam mulutnya. “Ada deh, ntar aku ceritakan
pada kamu” kata Rafa sambil memotong kue di tangannya.
Tiba-tiba Putra
ke ruang tamu. “Raf, kayaknya abang harus keluar lagi malam ini, eh ada Rizki,
udah lama Riz?” kata Putra saat sedang keluar menuju ruang tamu. Rizki
tersenyum dan menganggukan kepalanya. “Iya Bang, tapi jangan malam-malam
pulangnya. Ingat kesehatan Abang!” kata Rafa penuh perhatian.
“Yaudah, Abang
berangkat dulu ya!” Putra keluar dari rumah dan langsung berjalan kaki menuju
jalan raya. “Riz, aku mau minta tolong malam ini antar aku mengikuti Abang yuk”
kata Rafa dengan nada sedikit memelas.
“Boleh, tapi aku
mau minum dulu, ok. hehe” Rizki langsung ke dapur. Rafa mengambil jaketnya di
dalam kamar, dan langsung keluar dan mengunci pintu. Rizki melajukan motornya
perlahan dan ternyata Putra masih ada di pinggir jalan dekat gang. “Riz, abang
nunggu siapa ya?” tanya Rafa penasaran. “Aku kurang tau Raf” Rizki menggerakan
bahunya.
Tiba-tiba datang
mobil kijang hitam berhenti di depan Putra. Putra langsung membuka pintu mobil
dan masuk ke mobil. Mobil melaju perlahan dan semakin lama semakin cepat. Rafa
dan Rizki menjaga jarak di belakang mobil. Akhirnya mobil kijang itu berhenti
di sebuah café, Putra dan dua orang laki-laki turun dari mobil kijang hitam
itu. mereka langsung masuk ke café dan duduk bertiga. Rafa dan Rizki melihat
dari kejauhan dengan rasa penasaran.
“Raf, kok abang
kamu ke tempat ginian?” tanya Rizki. “Emang kenapa Riz? Aku juga kurang tau”
Rafa tetap fokus melihat gerak-gerik abangnya. “Ini tempat terkenal sebagai
tempat transaksi para pekerja seks, tuh liat cewek-ceweknya seksi-seksi” kata
Rafa sambil menunjuk tempat itu. “Heh, yang bener kamu Riz? jangan ngaco ah,
Abang gak mungkin boking cewek Riz, karena kita berdua sangat hati-hati dalam
membelanjakan uang” Rafa menepuk pundak Rizki. “Lah, aku kan gak bilang abang
kamu mau boking!! Aku Cuma bilang tempat ini terkenal sebagai tempat transaksi”
Rizki memberi pengertian.
Tak lama
kemudian datang seorang wanita yang umurnya tidak dapat dikatakan muda lagi.
perempuan itu bergabung dengan Putra dan kedua temannya. tanpa memesan minuman
akhirnya wanita itu langsung pergi lagi bersama salah satu teman Putra, teman
Putra tampak melambaikan tangannya dan melempar satu bungkus rokok ke meja
Putra. Putra dan teman satunya hanya tertawa.
Beberapa menit
kemudian datang lagi seorang tante-tante dan langsung menuju meja Putra.
Seperti beberapa menit yang lalu tante tersebut tidak memesan minuman dan
langsung keluar bersama salah satu dari mereka, dan kali ini Putra. Putra
memasuki mobil yang di kendarai tante-tante tersebut.
“Riz, Abang mau
kemana tuh?” tanya Rafa heran. “Yaudah, ayo kita ikuti saja Raf” Rizki langsung
menyalakan motornya dan mengikuti mobil itu. Mobil yang ditumpangi Putra
berhenti di sebuah penginapan, Putra turun sambil merangkul tante-tante
tersebut.”Raf, mau ngapain Abang kamu kesini?”, tanya Rizki.
“Aku juga
bingung Riz, sebaiknya kita langsung tanyakan pada Abang aja sekarang.” Kata
Rafa sambil turun dari motor Rizki. Rizki dengan sigap memegang tangan Rafa
”Heh, kamu gila? Katanya kita mau mata-matain abang kamu, tunggu sampai kita
menemukan bukti-bukti dulu” kata Rizki mengingatkan Rafa.
Akhirnya Rafa
mengerti dan kembali ke motor Rafa. “Riz, kamu gak ngantuk? Ini sudah jam 22:00
Riz, kita pulang saja yuk” ajak Rafa. “Yaudah Raf” Rizki mengangguk dan
langsung menuju ke kontrakan Rafa.
“Raf, kamu
jangan tanya macam-macam pada abang kamu, pura-pura aja kamu gak tahu apa-apa,
nanti aku akan bantu kamu mencari bukti-bukti lain, ok” Rizki mengingatkan Rafa
sambil memegang tangan Rafa. “Iya Riz, kamu memang sahabatku yang paling baik”
Rafa tersenyum.
Akhirnya Rizki
pamit untuk pulang dan Rafa masuk ke rumah. Setelah beberapa jam, terdengar
suara mobil di depan rumah Rafa, ternyata Putra sudah datang. Mendengar itu,
Rafa langsung ke luar dari kamarnya. “Sudah pulang bang? Dari mana sih bang?
Kok abang sering pulang dini hari seperti ini” tanya Rafa. “Rafa, kamu kok
belum tidur dek?” tanya Putra. “Sebenarnya udah tadi, tapi selalu terbangun
ketika abang datang dini hari seperti ini” Rafa menjawab.
“Ooh, maafkan
abang yah kalau selama ini Rafa terganggu tidurnya” kata Putra sambil membuka
bajunya. “Bang, Rafa tanya sekali lagi abang sebenarnya darimana sih? Kok
hampir tiap malam abang keluar? Dan pulang dini hari?” tanya Rafa dengan wajah
serius. “Yaudah Abang mau buat pengakuan nih, abang itu sebenarnya cari duit
tambahan dengan cara kerja sebagai pelayan di cafe” kata Putra berbohong.
“Abang berbohong
ya?” Rafa melihat Putra dengan tajam. Tiba-tiba Rafa teringat pesan Rizki untuk
tidak terlalu gegabah mengambil keputusan “Abang berbohong pada Rafa, Abang
janji akan banyak istirahat hari ini” kata Rafa sambil memeluk abangnya.
Sebenarnya Rafa sudah tahu bahwa abangnya itu tidak bekerja sebagai pelayan di
café.
“Ma’afin Abang
ya Dek, Abang tak bisa buat adik kekurangan di sini, abang mau adik bisa jadi
orang sukses” kata Putra sambil mengelus rambut Rafa. “Yaudah, Abang sekarang
istirahat saja” Rafa langsung masuk ke kamarnya.
Kebohongan
Abang Putra
“Riz, aku
berfikiran bahwa abang sekarang berubah, berubah menjadi orang pembohong” Rafa
menceritakan kejadian semalam pada Rizki di rumah Rizki. “Kamu positif thinking
dulu pada abang kamu Raf” kata Rizki sambil membenarkan posisinya.
“Raf, aku boleh
mengatakan sesuatu nggak ma kamu?” kata Rizki terdengar serius. “Apa itu Riz?”
Rafa menatap langit-langit kamar Rizki. “Tapi kamu jangan marah ya!” lagi-lagi
Rizki tampak serius. Rafa langsung bangun dan duduk di kasur Rizki. “Emang kamu
mau ngomong apa? Gak mungkilah aku marah, emang kamu pernah melihat aku marah?”
Rafa menimpuk muka Rizki dengan bantal. “Raf, Rafa hehehe” Rizki tertawa
terkekeh.
Rizki langsung
merubah posisinya dan langsung duduk di depan Rafa. “Raf, sebenarnya aku mau
bilang pada kamu, kalau aku itu suka kamu” Rizki langsung memandang mata Rafa.
“Apa?” Rafa langsung memalingkan wajahnya.
Rafa tak bisa percaya dengan
kata-kata Rizki, Rafa hanya terdiam dan tak mau melihat Rizki. Tiba-tiba Rizki
meletakan tangan kanannya di dada Rafa, “Raf, kamu mau terima aku kan?” tanya
Rizki. Rafa hanya diam dan berdiri menghindar dari Rafa. “Aku tau Raf, kamu juga
memendam rasa padaku, karena jantung kamu tidak bisa berbohong, detak jantung
kamu begitu kencang. Rizki menghampir Rafa dan langsung memeluknya. “Riz,
sebenarnya aku belum dapat jawaban dari pertanyaan tentang diriku ini, namun
sekarang aku sudah mendapatkan jawabannya ternyata aku benar-benar berbeda
dengan laki-laki pada umumnya. Aku juga punya rasa yang sama kamu Riz” Rafa
memeluk Rizki dengan erat.
“Raf, benaran
kamu suka ma aku? Kamu mau jadi kekasihku?” Rizki memperjelas. Rafa hanya
tersenyum dan mengangguk. Rizki tersenyum dan langsung mencium bibir Rafa, Rafa
yang tak pernah ciuman hanya terbelalak dan diam atas perlakuan Rizki. Beberapa
menit berciuman, akhirnya Rizki melepas Rafa dari pelukannya. Rizki tersenyum
pada Rafa dan langsung mengambil ballpoin di tasnya.
Kemudian Rizki
menuju meja belajarnya dan meraih kalender dan melingkari tanggal hari itu.
“Raf, lihat ini, lihat tanggal ini Raf. Tanggal ini kita resmi pacaran, semoga
kamu tak pernah meninggalkanku” Rafa terlihat sangat senang. Akhirnya Rafa
menyadari bahwa dirinya adalah seorang gay.
Dua hari berlalu sepulang sekolah
Rafa mendapatkan kabar dari tetangganya bahwa Putra ada di puskesmas. Mendengar
itu Rafa dan Rizki langsung menuju puskesmas yang tak jauh dari rumah. Ternyata
Putra sudah ada di halaman puskesmas di temani oleh salah satu teman kerjanya.
“Abang, Abang kenapa?” tanya Rafa panik. “Abang kamu tadi pingsan dek, mungkin
abang kamu ini kecapean” kata teman Putra. “Yaudah, biar aku cari becak dulu
Raf” kata Rizki. Putra dibawa pulang menaiki becak, yang di dampingi oleh Rafa.
“Abang baik-baik saja Raf, kamu tenang aja, abang hanya kecapean dan pusing
saja.” Kata Putra setelah sampai di kamarnya. “Rafa sudah bilang, Abang banyak
istirahat saja, Rafa akan bantu abang cari duit bang” Rafa meneteskan air mata
di samping Putra.
“Rafa gak boleh
cari duit, Rafa harus belajar agar jadi orang sukses” Putra mengelus kepala
Rafa. “Percuma bang Rafa sukses, kalau abang menderita seperti ini” suara Rafa
berat. “Abang sudah bilang abang baik-baik saja dan abang hanya butuh istirahat
sebentar, yaudah Abang mau tidur dulu” Putra memejamkan matanya. Rafa langsung
meninggalkan Putra dan menemui Rizki di ruang tamu.
“Riz, besok aku
mungkin tidak ke sekolah, aku harus merawat Abang untuk sementara, aku minta
tolong buatkan surat izin untuk guru kelas” kata Rafa. “Baiklah, biar aku
buatin surat, sekarang aku pamit dulu yah, kamu yang tabah aja, abang kamu
hanya kecapean saja kok” Rizki memeluk Rafa dan langsung pulang.
Setelah dua hari Rafa merawat Abangnya,
akhirnya Putra pulih kembali. Setiap hari Rizki selalu mengunjungi Rafa di
rumahnya untuk meminjamkan catatanya. Putra tak mau sakit lebih lama, karena
Putra harus segera bekerja dan jika dia tetap berbaring di tempat tidur maka
Rafa akan sering bolos sekolah untuk merawat dirinya. Untung saja ada Rizki
yang selalu datang menemui Rafa, membuat Rafa tidak ketinggalan mata
pelajarannya.
“Adek, besok
Adek harus ke sekolah, karena hari ini Abang udah baikan dan besok Abang juga
harus masuk kerja” kata Putra sambil membereskan tempat tidurnya. “Iya bang,
pasti Rafa ke sekolah, jika abang berjanji tidak keluar malam lagi” kata Rafa
penuh harap. Putra hanya bisa menjawab kata “Iya” untuk menuruti kehendak
adiknya.
Ke esokan harinya, Rafa mulai
kembali ke sekolah, dan seminggu lagi
akan menghadapi ujian semester ganjil membuat dirinya akan di sibukan dengan
belajar dan belajar. Partner belajar tetapnya adalah Rizki, namun pada saat
ujian akan bertambah anggota belajar kelompoknya. Rafa harus belajar keras agar
dia tetap menjadi juara di kelasnya. Ternyata usahanya tak sia-sia setelah
berjuang keras akhirnya Rafa tetap menjadi juara kelas.
Keberhasilannya menjadi juara kelas
membuat Putra selalu bangga pada Rafa. “Bang, Putra lagi-lagi juara kelas” Rafa
memamerkan hasil belajarnya ketika Putra baru pulang bekerja. “Hem adik Abang
sangat hebat yah” Putra melihat hasil belajar Rafa selama satu semester.
“Yaudah, jangan berhenti buat abang bangga ya, Abang mau mandi dulu ok” Putra
menyerahkan buku hasil belajar Rafa.
“Ok bang,
silahkan” kata Rafa tertawa penuh kebahagiaan. Rafa sangat bahagia karena dia
menjadi juara kelas lagi, dan abangnya sudah lama tak pernah keluar malam hari.
Rafa langsung masuk menuju
kamarnya. ketika melewati kamar Putra, Rafa melihat tas kecil yang selalu di
bawa Abangnya bekerja yang tergeletak di atas kursi. Rafa tertarik melihat isi
tas Putra. Kemudian Rafa membuka tas itu dan dia terkejut karena di dalam tas
itu banyak obat sakit kepala. “Adek, ngapain buka tas Abang?” Putra menghampiri
tasnya dan memindahkannya ke kamar. “Abang masih sakit?” tanya Rafa. “Nggak
kok, Abang sehat-sehat saja dek” Putra menutup-nutupinya.
Sebenarnya Putra
masih sering merasa sakit kepala, jadi dia sering mengkonsumsi obat sakit
kepala. Terkadang dia merasa mual dan muntah-muntah. Putra harus menelan obat
sakit kepala minimal dua kali dalam sehari untuk meringankan sakitnya. Dengan
desakan Rafa akhirnya Putra memutuskan untuk memeriksakan dirinya ke rumah
sakit.
Pada hari minggu
Rafa dan Putra menuju rumah sakit dekat tempat tinggalnya. Putra langsung
menuju resepsionis rumah sakit dan mengisi form pendaftaran. Tiba saatnya
giliran Putra untuk masuk ke ruang dokter. Rafa mengikuti Abangnya memasuki
ruangan pemeriksaan. Akhirnya pemeriksaan selesai, “dok, abang sakit apa?”
tanya Rafa ingin tahu setelah melakukan medical cek up.
“Abang kamu
baik-baik saja, hanya sedikit kecapean saja” kata seorang dokter yang memeriksa
Putra. “Alhamdulillah, kalau begitu” kata Rafa penuh syukur. “Bang, Rafa keluar
dulu ya, mau ke toilet karena sudah dari tadi Rafa nahannya” Rafa langsung ke
luar dari ruangan dokter.
“Saudara Putra,
Sepertinya kami harus melakukan pemeriksaan ulang karena keluhan yang ada alami
ini mendekati penyakit yang ganas” kata dokter itu.
“Penyakit apa dok?” tanya Putra
panik.
“Saya belum bisa memastikan, Apakah
anda mengalami gangguan penglihatan Akhir-akhir ini?”, tanya Dokter.
“Iya dok, Saya merasa penglihatan
saya sedikit kurang tajam”, jawab putra.
“Ok, saya mau tanya, apakah ada
gangguan keseimbangan?’ tanya dokter.
“saya merasa baik-baik saja dok,
tapi terkadang saya merasa kesulitan menggerakan kaki, seperti kaku”, Jawab
Putra.
Sebenarnya ada
sesuatu di kepala anda, namun perlu dilakukan pemeriksaan ulang” kata
dokter.”emang ada apa dok?” Putra panik. “Sebaiknya kamu datang lagi dua hari
lagi karena dokter yang dapat menangani penyakit kamu datang tiga hari lagi,
ini resep obat yang dapat meringankan rasa sakit kamu” Dokter menyerahkan resep
obat ke Putra.
“Baik dok, saya
akan kembali lagi dua hari lagi” kata Putra sambil berjabat tangan. Putra
langsung keluar dari ruangan dokter itu dan melihat Rafa yang sedang sibuk
mengotak atik handphonenya. “Raf, pulang yuk” kata Putra. Rafa langsung
tersenyum dan berdiri, “Pak dokter terimakasih ya” Rafa berpamitan pada dokter
itu.
*********
Tiga hari berlalu, sekarang Putra
sudah berada di rumah sakit. Putra melakukan beberapa tes kesehatan, termasuk
foto rongsen. Sekarang Putra hanya menunggu hasilnya. “Pak Putra? Silahkan
masuk ke ruangan.” Kata seorang suster cantik. “pak Putra, ini adalah hasil lab
dan foto rongsen” dokter mulai membacakan hasil cek up.
“Saya sakit apa
dok?” Putra sangat penasaran. “Sebelumnya saya harap pak Putra berlapang dada
menerima kabar ini, bapak terkena kanker otak” dokter itu menyerahkan hasil
analisis. “Apa? Kanker otak?” Putra terkejut tak percaya. Seketika jatungnya
berdetak sangat kencang.
“Pak Putra
tenang saja, penyakit bapak kemungkinan bisa di sembuhkan, namun membutuhkan
biaya yang besar dan tingkat kesuksesannya sangat kecil” dokter membuka informasi yang seharusnya Putra tahu.
“Dok, seandainya penyakit saya tidak di operasi, berapa lama saya bisa bertahan hidup?” tanya Putra.
“Kenapa pak
Putra bertanya seprti itu? bapak tidak mau sembuh?” tanya dokter heran. “Tidak
ada kesempatan bagi saya untuk sembuh pak, saya tidak ada biaya untuk operasi”
Putra jawab dengan sejujurnya. “Waktu pak Putra kurang dari dua bulan, dan saya
ada resep obat untuk memperlambat pertumbuhan penyakit bapak, sehingga waktu
hidup bapak bisa lebih panjang sekitar tiga bulan” kata dokter tersebut. Putra
hanya bisa pasrah menerima kenyataan bahwa dirinya akan hidup hanya tiga bulan
lagi.
Putra pulang ke
rumah dengan tidak ada semangat lagi, melihat Rafa yang sedang belajar membuat
Putra teringat pada janji dan mimpinya untuk membuat adiknya menjadi orang
sukses. Waktu semakin lama semakin mendekati kematiannya, Putra memutuskan
untuk berhenti bekerja sebagai buruh pabrik dan fokus dengan pekerjaan
sampingannya. Sebenarnya gaji yang di terima Putra sebagai buruh pabrik hanya
bisa buat bayar kontrakan dan uang makan
sehari-hari itupun juga masih harus benar-benar irit. Akhirnya Putra memutuskan
ikut temannya sebagai gigolo yang melayani tante-tante kesepian. Dari situlah
Putra mendapatkan uang lebih dan dapat mengontrak sebuah rumah yang lebih besar
dari sebelumnya. Namun Putra tak mau Rafa tau bahwa dirinya menjadi gigolo yang
sering di boking oleh tante-tante. Maka dari itu Putra selalu beralasan keluar
malam karena ada alasan dan terakhir Putra mengaku bahwa dirinya sedang bekerja
sebagai pelayan café, Putra tak ada pilihan lain selain membohongi adiknya
sendiri.
“halo, Rico? Ric
aku butuh banyak uang sekarang, kalau ada tawaran langsung kabari aku, sekarang
aku tak mau pilih-pilih lagi” Putra menelfon temannya. malam harinya ketika
Rafa tertidur lelap Putra keluar menuju café dimana biasanya dia berkumpul
dengan teman-temannya sesama gigolo.
“Hai put, aku
ada job nih, lumayan honornya gede loh, 1jt bro” kata Rico saat Putra tiba di
café. “Ok, aku ambil bro, siapa client kita?” tanya Putra penasaran. “Eits,
tunggu dulu, aku belum selesai, client kita buka tante-tente melainkan om-om
homo, mau nggak loh?” tanya Rico sambil tersenyum cengengesan.
“Apa? Gila kamu”
Putra protes. “Aku hanya menawari kamu aja, katanya kamu butuh duit?” Rico
membujuk Putra. Putra tak ada pilihan lain, terpaksa dia harus melayani seorang
om-om homo. Putra langsung menuju alamat sebuah hotel yang di berikan oleh
Rico. Putra mengetuk pintu kamar nomor 40 dan yang keluar adalah seorang
laki-laki berumur 40 tahunan. “siapa?” tanya orang itu sambil melihat Putra
dari ujung kaki sampa ujung kepala.
“Saya Putra om”
Putra tersenyum padanya. “Oh, silahkan masuk” perintah laki-laki paruh baya
itu. dan tanpa basa-basi Putra langsung menyuguhkan pelayanannya, Putra tak ada
pengalaman menservice seorang laki-lai. Jadi Putra berimprovisasi dan bersikap
profesional melayani laki-laki itu.
sebulan berlalu,
setiap malam Putra mengumpulkan lembaran rupiah untuk biaya hidupnya dan
membeli obat karena obat yang harus di konsumsinya harganya sangat mahal. Namun
rahasia Putra akan segera di ketahui oleh Rafa. Sepulang sekolah Rafa memergoki
abangnya sedang memasuki mobil kijang hitam yang dulu pernah membawanya. Rafa
dan Rizki mengikuti Putra dan ternyata menuju sebuah hotel, Putra diturunkan di
depan hotel dan langsung masuk ke ruang resepsionis.
Putra menanyakan
letak sebuah kamar, sedangkan Rafa dan Rizki mengikutinya dari belakang. Putra
langsung masuk ke kamar bernomor 89. “Riz, abang nemuin siapa yah?” tanya Rafa.
Beberapa menit kemudian Rafa memberanikan diri untuk mendekati kamar yang
dimasuki oleh Putra, ternyata pitu kamar tidak terkunci. Perlahan Rafa membuka
pintu itu dan “ ABANG? KENAPA BANG?” Rafa berteriak dan langsung lari melewati
Rizki.
“Rafa, tunggu!”
Rizki mengejar Rafa ke luar hotel.
“Riz,
ternyata Abang selama ini menjadi gigolo dan bukan gigolo biasa, tadi di dalam
dia melayani dua orang laki-laki” Rafa menangis di parkiran hotel. “Yaudah,
kita pulang ke rumah yuk, nanti kamu ceritakan lagi” kata Rizki. Rizki tak
pernah melihat Rafa sesedih seperti ini, karena Rafa termasuk orang yang sangat
kuat. Rafa memeluk tubuh Rizki dan terus terisak.
Rizki mencoba menenangkan Rafa dengan cara memegang
tangan Rafa. Tiba-tiba terdengar suara klakson mobil diikuti suara rem. Rafa
terkejut ketika Rizki berteriak dan sebuah truk langsung mengahantam mereka
berdua.
Hilangnya
Cahaya di hidup Rafa.
“Adek, maafkan abang ya, abang
terpaksa lakukan ini semua demi Adek” Putra menangis di samping Rafa yang terbaring
di RS. Rafa sedang kritis akibat kecelakaan yang di alaminya. Rafa mengalami
patah tulang dan beberapa luka lecet, kepala di perban dan harus melakukan
operasi di matanya karena terdapat serpihan kaca.
Sudah dua hari
Rafa tak sadarkan diri dan selama itu Putra selalu menemaninya. Tiba-tiba
tangan Rafa bergerak dan menyentuh pipi Putra yang terlelap tidur. “Abang,
Abang” rintih Rafa.
“Adek, kamu
sudah sadar? Biar aku panggil suster dulu” Putra langsung keluar mencari
suster. Putra kembali dengan seorang suster dan dokter. Dokter langsung
memeriksa keadaan Rafa. “Bang, kenapa dengan Rafa? Rafa ada dimana? Kenapa
semua lampu di matikan?” Rafa panik. “Tenang saja Raf, sebentar lagi dokter
datang” Putra menenangkan Rafa.
Seorang dokter datang dan langsung memeriksa
keadaan Rafa. “Dokter, bagaimana dengan keadaan Rafa?” tanya Putra khawatir.
Dokter langsung memeriksa mata Rafa, dan ternyata Rafa mengalami kebutaan
akibat benturan dan serpihan kaca yang masuk ke bola matanya.
“Rafa mengalami
kebutaan dan tak ada cara lain selain mencari donor mata untuknya agar dia bisa
melihat dunia lagi” dokter membicarakan keadaan Rafa pada Putra. Putra langsung
meneteskan mata dan tak bisa menerima bahwa Rafa kehilangan penglihatannya.
“Bang apa kata dokter? Kenapa Abang bersedih?” tanya Rafa sambil meraba-raba.
“Raf, kamu yang
sabar ya, Abang akan berusaha mencari cara agar kamu cepat sembuh” kata Putra
meyakinkan Rafa. “Kenapa dengan mata Rafa? Rafa tidak bisa melihat bang,
semuanya gelap” Rafa panik dan menangis.
“Rafa..Rafa
tenang dulu, Abang akan berusaha cari cara agar Rafa bisa melihat lagi” Putra
memeluk Rafa. “Maafkan Rafa bang, Rafa membuat beban Abang makin berat” Rafa
menyesal karena dia harus mengalami hal ini.
“Seharusnya
Abang yang minta maaf pada Rafa, gara-gara abang Rafa jadi begini, maafkan
Abang dek abang gak ada cara lain selain menjalani profesi sebagai gigolo,
Abang minta maaf karena selama ini Abang berbohong” Putra minta maaf. dan
akhirnya mereka berdua saling memahami dan menerima keadaan masing-masing.
Dua hari berlalu sekarang Rafa
telah menerima keadaannya, dan menjalani terapi untuk kesembuhan kakinya.
Setiap malam Putra harus mengumpulkan lembar rupiah dengan melayani tante-tante
dan om-om hidung belang, semua yang dia lakukan hanyalah untuk kesembuhan Rafa.
“Bang, Rafa lupa nanyakan sesuatu, kemarin Rafa kecelakaan saat berboncengan
dengan Rizki, Rizki bagaimana keadaanya bang?” tanya Rafa.
“Rizki baik-baik
saja Raf, Rizki sudah ada dirumahnya” kata Putra. “Assalamualaikum” suara
ibu-ibu masuk ke ruang rawat. “Walaikum salam, tante Anisa” jawab Putra.
“Bagaimana keadaan Rafa? Maafkan tante ya, karena kemarin gak sempat jenguk
Rafa” kata tante Anisa.
Rafa hanya
tersenyum mendengar suara tante Anisa, karena Rafa berharap tante Anisa datang
bersama Rizki. “Tante, Rizki dimana? Rizki sehat kan?” tanya Rafa senang. “Raf,
maafkan anak tante ya, anak tante sudah bikin kamu cacat seperti ini” tante
Anisa memeluk Rafa. “Semua memang sudah takdir tante, oia Rizki dimana?” tanya
Rafa. Tante Anisa menoleh ke arah Putra, dan Putra hanya menundukan kepalanya.
“Rafa, tante
tidak tahu harus bilang apa, Rizki telah meninggal dalam kecelakaan itu Raf”
tante Anisa menangis. “TIDAK, itu tak mungkin terjadi” Rafa panik dan mencoba
turun dari tempat tidur. “Rafa, kamu tenang dulu” kata Putra yang sigap
memegangi Rafa. “Bang, Rizki bang, tak mungkin dia meninggalkan Rafa” Rafa
menangis.
“Kamu relakan
saja Rizki Raf, tante tahu Rizki adalah sahabat terdekatmu karena Rizki
bercerita bahwa Rafa adalah seseorang yang membawanya menjadi juara tiga di
kelas” tante Anisa terisak. “Sudahlah Raf, kamu yang sabar ya, Rizki memang
sahabat yang paling baik, tapi dia sudah tenang di alam sana” Putra memegangi
pundak Rafa.
“Rafa, sekali
lagi tante mohon maafkanlah kesalahan Rizki karena telah membuat dirimu
kehilangan cahayamu” tante Anisa mengelus rambut Rafa. “Ini bukan salah Rizki
tante, tapi salah Rafa” Rafa berusaha meraih tangan tante Anisa dan langsng
menciumnya. Air mata rafa jatuh ke tangan Tante Anisa.
“Yaudah,
semuanya sudah terjadi tak patut menyalahkan diri sendiri, lebih baik kita
doakan Rizki semoga dia di terima di sisiNYA.” kata Putra bijak. Tante anisa
hanya menganggukkan kepalanya dan terisak. Kemudian Tante Nisa mencium kening
Rafa.
Setelah 10 hari
Rafa dirawat di rumah sakit, akhirnya Rafa sudah dapat berjalan lagi meskipun
harus menggunakan bantuan tongkat. Akhirnya Putra memutuskan untuk membawa Rafa
pulang ke rumah. Hampir tiap malam Putra harus bekerja sebagai gigolo demi
mendapatkan lembar rupiah untuk menutupi biaya rumah sakit Rafa.
Putra
mengabaikan kesehatannya dan sudah hampir dua uminggu dia tidak mengkonsumsi
obatnya. Putra terpaksa tidak membeli obat itu karena dia harus membayar biaya
rumah sakit Rafa. Ketika kepalanya sakit Putra selalu mengkonsumsi obat penghilang
rasa sakit. Semakin hari keadaan Putra semakin parah.
“Rafa, Abang
pergi ke rumah sakit dulu ya, Abang harus memeriksakan diri Abang” Putra minta
ijin. “Abang masih sakit?” tanya Putra. “Iya Raf, kalau Rafa ada perlu silahkan
Rafa telfon aja, ini abang sudah set ponsel Rafa agar mudah menghubungi Abang”
Putra meletakan ponsel ke tangan Rafa.
“Abang jangan
khawatir, Abang pergi saja” Rafa tersenyum di tempat tidurnya. Putra langsung
bergegas ke rumah sakit, untuk menemui dokter yang menangani penyakitnya.
“Pak Putra,
sudah lama anda tidak cek-up?” kata dokter. “iya dok, saya di sibukan dengan
mengurus adik saya, dia kecelakaan dan mengalami kebutaan” jawab Putra. “Saya
ikut prihatin, sebaiknya kamu harus beritahu adik kamu mengenai penyakit kamu
ini” dokter memberi saran.
“Dok, nanti pada
saatnya saya akan beritahu dia, sekarang saya ingin tahu, berapa lama lagi saya
akan bertahan?” Putra terlihat sangat khawatir. “Saya belum tahu Putra, hasil
lab belum datang, silahkan kamu tunggu saja dua jam lagi” kata dokter . “Baik
dok, nanti saya akan kembali lagi” Putra langsung keluar dari ruang dokter.
Putra memutuskan
untuk menunggu hasil lab di rumah sakit.
dia menyusuri koridor menuju lobi rumah sakit. Dan tiba-tiba Putra
melihat seorang ibu-ibu di depan ruang ICU yang terlihat putus asa menangis di
depan dokter. Putra berhenti dan melihat ke arah wanita itu, “Dok tolong
selamatkan nyawa anak saya, tolong dok carikan donor cangkok hati untuk anak
saya, berapapun akan saya bayar Dok” tangis ibu itu kepada seorang dokter.
“Maaf bu, saya
tidak bisa menjamin ada orang yang mau mendonorkan hatinya buat anak ibu, kita
pasrah saja pada sang pencipta” kata dokter dan meninggalkan wanita itu.
“Kenapa dok?” tanya ibu itu. “Karena Prosdurnya sangat panjang dan tak mudah
mencari pendonor, permisai bu” kata dokter.
Putra langsung
menghampiri wanita itu, “Maaf bu, saya tadi tidak sengaja mendengar obrolan ibu
dengan dokter” kata Putra. Wanita itu hanya menatap Putra heran, “Kamu siapa?”.
“Oia, saya Putra. Tadi saya dengar kalau tidak salah ibu butuh donor cangkok
hati? saya bersedia” kata Putra tanpa ragu. “Apa? Kamu serius?” tanya wanita
itu. “Iya bu, tapi…” Putra menghentikan pembicaraannya. “Iya saya tahu, kamu
mau uang kan? Sebutkan saja nominalnya biar nanti aku berikan pada keluarga
kamu” wanita itu terlihat sangat senang. “Bisa bicara di tempat lain?” ajak
Putra. “Yaudah, kamu ikut saya ke rumah, kita bicarakan di rumah” kata wanita
itu.
Beberapa menit
Putra tiba di sebuah rumah berlantai dua yang ukurannya sangat besar. Putra
langsung tercengang melihat rumah besar tersebut. Sekarang Putra yakin, bahwa
ibu ini tidak main-main mengenai ucapannya, apapun akan dilakukan demi
kesembuhan anaknya. “Oia, saya lupa memperkenalkan diri. nama saya Rika,
panggil saja tante Rika” kata tante Rika. “Iya tante, rumah tante sangat besar
tak salah ku menawarkan diri pada tante?” jawab Putra basa-basi. “Putra,
sebelumnya saya mau bertanya, kenapa kamu rela mendonorkan hati kamu?” tanya
tante Rika.
“Ceritanya
sangat panjang tante, intinya ini juga menyangkut seseorang, seperti tante apa
aja akan dilakukan demi orang itu.” jawab Putra terlihat murung. “Maksud kamu?”
tante Rika penasaran. “Sebenarnya saya tidak akan lama lagi hidup di dunia ini,
karena ada penyakit kanker pada diriku” Putra mulai bercerita.
Putra
menceritakan mengenai dirinya, tante Rika nampak sangat terkejut dan prihatin
dengan keadaan Putra. “Tante, saya mau mendonorkan hatiku ini dengan imbalan
tante mau membiayai pemindahan mataku untuk Rafa, dan merawat Rafa sampai dia
benar-benar sembuh” kata Putra mantap. Tanpa pikir panjang tante Rika menjawab
“Baiklah, aku setuju dan aku janji aku akan urus adik kamu sampai dia
benar-benar sembuh” kata tante Rika.
Ke esokan
harinya seperti biasa Putra merawat Rafa di rumah. “Bang, sudah seharian abang
menemani Rafa di rumah, Abang gak kerja?” tanya Rafa. “Rafa, kamu ini kenapa?
Bukannya kamu senang kalau Abang selalu di rumah menemani Rafa?” Putra melihat
Rafa. “Maaf bang, Rafa memang senang jika Rafa selalu bersama abang, namun bukan
seperti ini Bang” Rafa meraba-raba untuk mencari abangnya. Putra langsung
mendekati Rafa. Ketika tangan Rafa menemukan tubuh abangnya Rafa langsung
memeluknya
“Bang, Rafa
sayang ma abang, Rafa tak mau kehilangan abang” Rafa menangis. “Tenang saja
Raf, Abang tak mungkin meninggalkan Rafa karena abang juga sayang Rafa” Putra
mencium kening Rafa. Baru pertama kali Putra mencium kening Rafa. Rafa langsung
tersenyum dan kembali memeluk Putra.
Tiba-tiba ada
telfon dari tante Rika. Putra harus ke rumah sakit untuk menjalani tes
kesehatan, terutama tes darah. Setibanya di rumah sakit tante Rika sudah
menunggu didekat ruang anaknya. “Assalamualaikum tante”. “Walaikumsalam, udah
siap?” tanya tante Rika. Akhirnya Putra menjalani serangkaian pemeriksaan, jika
darah Putra dengan darah anak tante Rika sama maka operasi akan segera di
laksanakan.
Setelah beberapa
jam menunggu hasil,ternyata hasil darah Putra menyatakan Putra tidak mempunyai
penyakit di aliran darahnya dan layak untuk mendonorkan hatinya.
“Alhamdulillah, berarti Kafa bisa di selamatkan” tante Rika senang. “Maaf
tante, Kafa?” Putra agak heran. “Iya, Kafa adalah anak tante yang berbaring di
sana” tante Rika menunjuk keruang anaknya. “Namanya hampir sama dengan nama
adik saya, dia bernama Rafa” kata Putra tersenyum. “Hehehe, itu kan hampir sama
Put, banyak kok di dunia ini yang namanya sama persis” kata tante Rika.
Setelah dari
rumah sakit, tante Rika mengajak Putra ke rumahnya sekali lagi. “Putra, ini ada
sedikit uang untuk kamu dan adik kamu” tante Rika menjulurkan amplop di atas
meja. “Terimakasih tante, Putra memang butuh uang ini buat bayar kontrakan yang
sudah menunggak” kata Putra. “Yaudah, sekarang kita ke kontrakan kamu, karena
aku belum pernah melihat adik kamu” kata tante Rika.
Setibanya di
kontrakan, Putra meminta pada tante Rika untuk tidak bersuara, dengan alasan
Rafa masih sensitif dengan keadaan Abangnya. “Assalamualaikum” Putra memasuki
rumah. “Walaikumsalam bang”, Rafa mencoba berjalan dari kamar menuju ruang
tamu. Melihat keadaan Rafa tante Rika menjadi sangat prihatin, wajah Rafa pucat
dan kurus. Putra langsung meraih tangan Rafa dan menuntunnya ke ruang tamu.
Putra melihat ke arah tante Rika, tante Rika hanya menggelengkan kepalanya
sebagai tanda dia juga prihatin.
Kemudian tante Rika berpamit untuk kembali ke rumah sakit, Putra
mengantarnya di depan rumah.
Setelah beberapa
Minggu Tibalah saatnya hari dimana Rafa akan kehilangan abangnya untuk
selama-lamanya. “Adek, Abang sudah mendapatkan donor mata buat Rafa” kata Putra
saat membawa Rafa ke rumah sakit. “Oh, berati ini kejutan besar buat Rafa
bang?” Rafa tersenyum kegirangan.
“Iya dek, tapi
abang juga mau pamit pada Adek” Putra meneteskan air mata. Hari ini adalah hari
terakhir Rafa mendengar suara Putra. “Abang mau kemana?” tanya Rafa.
“Abang tak bisa
cerita sekarang, setelah adek sembuh abang akan beri tahu Adek” jawab Putra
sambil memeluk Rafa. “Janji ya bang, Abang tak boleh lama-lama tinggalkan Rafa,
karena Abang satu-satunya keluarga Rafa” Rafa mempererat pelukannya. “Yaudah,
abang pamit dulu, Rafa cepat sembuh ya, Abang Sayang Rafa” Putra langsung
keluar dari kamar rawat. Putra tak sanggup meninggalkan Rafa sendirian,
“Abang..bang Putra jangan pergi dulu” Rafa berteriak dan seorang susuter harus
menyuntikan obat bius untuk menenangkan Rafa. Tante Rika yang menunggu Putra di
depan ruang rawat Rafa seketika matanya berkaca-kaca.
Putra dan tante
Rika langsung menemui tim dokter. “Dok, saya sudah siap, tante saya titip adek
saya pada tante” kata Putra. “Putra, kamu jangan khawatir aku akan merawat adik
kamu seperti ku merawat Kafa” kata tante Rika meneteskan air matanya.
“Terimakasih tante, Putra sangat bahagia mendengarnya” kata Putra tersenyum.
Tante Rika hanya
bisa meneteskan air matanya. Putra langsung memasuki ruang operasi dan sempat
tersenyum pada tante Rika. jelang beberapa menit Rafa di bawa ke ruang operasi
untuk menjalani operasi mata. Setelah beberapa jam, akhirnya Rafa di bawa ke
ruang perawatan. Selanjutnya giliran Kafa memasuki ruang operasi waktu yang
dibutuhkan lebih lama di banding Rafa. Namun setelah menunggu 8 jam, akhirnya
proses operasi selesai dan anak tante Rika juga di kembalikan ke ruangannya.
*************
Beberapa hari kemudian, waktu yang
sangat menegangkan telah tiba bagi Rafa. Dokter membuka perban yang menutupi mata
Rafa, perlahan Rafa membuka matanya. “Coba buka mata anda perlahan” perintah
Dokter. Rafa membuka matanya perlahan “Dokter, Rafa bisa melihat lagi,
Alhamdulillah ya Allah” kata Rafa tersenyum.
Rafa langsung
mencari sosok Abangnya di ruangan itu, namun Rafa tak mendapatinya. Hanya ada
dokter, dua orang suster dan seorang wanita yakni tante Rika. “Dok, Abang
kemana?” Rafa panik mencari Putra. “Rafa kamu tenang dulu” kata tante Rika.
“Anda siapa? Mana abang Putra?” tanya Rafa. “Panggil saja tante Rika, aku yang
mengurus pengobatan kamu” kata tante Rika.
Rafa langsung
terdiam dan mengira bahwa tante Rika adalah pelanggan abangnya. “Rafa, ini
surat dari abang kamu sebelum Abang kamu pergi Dia titip ini buat Rafa” tante
Rika memberikan amplop berisi surat. Dengan ragu Rafa mengambil surat itu, dan
membaca isinya.
“Assalamualaikum, Rafa adikku tersayang, tak ada
sosok lain lagi selain dirimu di dunia ini yang paling abang sayang. Sekarang
pastinya Rafa telah menemukan kembali cahaya yang kemarin hilang yakni penglihatan
Rafa. Andai saja Putra bisa menemani adik saat-saat bahagia seperti hari ini
pasti Putra akan menjadi manusia yang
sangat beruntung. Raf, seperti yang aku katakan kemarin, abang akan
melakukan apa saja agar adek bisa melihat lagi, termasuk hal besar ini. Melalui
surat ini abang akan menceritakan rahasia kecil abang. Sebenarnya sakit kepala
abang itu bukan gara-gara sakit biasa, namun ada sesuatu di kepala abang, yakni
penyakit kanker. Tak ada cara untuk menyembuhkan penyakit abang, selain melakukan
operasi dan tingkat keberhasilannyapun sangat kecil. Abang terpaksa
merahasiakan semua ini pada adek agar adek tidak terlalu terbebani. Dan agar
abang bisa hidup lebih lama, abang harus mengkonsumsi obat impor yang
disarankan oleh dokter. namun harga obat tersebut sangat mahal, dan tak ada
cara lain lagi untuk mendapatkan uang lebih selain menjadi seorang gigolo. Pada
awalnya abang hanya menjadi gigolo untuk tante-tante kesepian, namun waktu
hidup abang sudah sangat sebentar, abang putuskan untuk menjadi gigolo yang
melayani siapa saja termasuk seorang gay yang kemarin kepergok oleh Rafa. Semua
itu ku lakukan demi masa depan Rafa, sengaja abang mengumpulkan uang agar Rafa
tidak kekurangan saat abang tiada. Namun rencana hanya rencana, Rafa kecelakaan
dan semua tabungan abang untuk Rafa habis untuk pengobatan Rafa.
Rafa, abang tak mau meninggalkan Rafa dalam keadaan
gelap gulita, maka ku hadiahkan mata abang untuk adek, dan semua dibiayai oleh
tante Rika. Tante Rika itu sangat baik, abang mohon Rafa mau tinggal di rumah
tante Rika hingga Rafa sembuh total. Sekali lagi, maafkan abang ya, abang tak
bisa bikin Rafa sukses. Selamat tinggal Rafa selamat tinggal semoga kita
berjumpa di surga. Amin. Putra ardiansyah.”
Rafa meneteskan air mata saat membaca
surat yang di tulis Putra sebelum meninggal.
“Cahaya Rafa bukan Penglihatan ini bang, Cahaya Rafa Adalah Bang.” Rafa
terisak.
“Rafa, kamu yang tabah ya. tante sudah berjanji pada almarhum untuk
merawat kamu sampai sembuh” kata tante Rika.
. Berkali-kali
Rafa membaca surat dari Putra, seperti tidak percaya bahwa yang ia baca adalah
surat terakhir dari abang tersayangnya. “Bang, kenapa Abang tega meninggalkan
Rafa sendiri di dunia ini? ya Allah tempatkanlah Abang di tempat paling nyaman
di alam sana” Rafa menangis. “Amin, semoga aja Putra di tempatkan di tempat
yang nyaman dan damai, karena dia juga menyelamatkan satu nyawa lagi” kata
tante Rika di samping Rafa.
“Maksud tante
apa?” tanya Rafa heran. “Putra mendonorkan hatinya buat anak tante agar anak
tante selamat dari maut, dengan imbalan tante mau merawat kamu dan membiayai
semua perawatan kamu Raf” kata tante Rika. Rafa langsung menangis “ya Allah,
Abang, kau masih memikirkanku saat-saat terakhirmu” Rafa terisak dan semakin
sedih. Tante Rika mendekati Rafa dan langsung memeluknya,
“Kamu yang tabah
yah, tante akan rawat kamu sampai kamu benar-benar mandiri, apa yang tante
lakukan ini belum ada artinya dibanding pengorbanan Abang kamu. Rafa hanya
dapat menangis meratapi kepergian Abangnya “Terimkasih tante” kata Rafa sambil
melihat ke arah tante Rika.
Seminggu
berlalu, Rafa di bawa oleh tante Rika untuk tinggal bersamanya. Di perjalanan
mereka mampir di tempat pemakaman, “Rafa, ini makam abang kamu” kata tante
Rika. Rafa seketika meneteskan air mata, dan langsung duduk di dekat batu
nisan. “Sudah Raf, jangan sedih. Kamu harus tabah,agar abang kamu tenang di
sana dan sebaiknya kita doakan saja abang kamu” tante Rika memegang pundak
Rafa. Tante Rika juga duduk di samping Rafa dan langsung mendoakan arwah Putra
di alam sana.
Akhirnya Rafa
tiba di rumah tante Rika. Saat Rafa turun dari mobil tak menyangka bahwa ini
adalah sebuah rumah. “Tante ini rumah Tante?” kata Rafa ragu. “Iya Raf, mulai
sekarang kamu tinggal disini, itu ada bik Yuyun yang akan mengantar kamu ke
kamar kamu, tante harus menjenguk anak tante di rumah sakit, mungkin dua hari
lagi dia juga bisa pulang” tante Rika langsung pergi lagi.
“Mari mas, saya
antar ke kamar, mas siapa namanya?” tanya bik Yuyun. “Nama saya Rafa bik” Rafa
tersenyum. “Kok sama namanya dengan anak nyonya?” kata bik Yuyun. “Emang siapa
nama anak tante Rika bik?” tanya Rafa heran. “Aanak nyonya itu namanya Kafa
mas” kata bik Yuyun.
“Oh, nama saya
Rafa bik, bukan Kafa” kata Rafa tersenyum. “Hehe, maaf mas Rafa bibik rada
budek, maklum sudah tua” bik Yuyun tertawa. “Oh, g’masalah bik, Rafa maklumi
itu” kata Rafa. “Mas, kata nyonya, mas Rafa ini keponakan jauhnya ya?” tanya
bik Yuyun. “Jika beliau bilang begitu, pastinya iyalah bik. Hehe” Rafa terpaksa
berbohong karena Rafa berfikir tante Rika sudah merencanakannya.
“Pantesan, mas
Rafa hampir mirip dengan mas Kafa” kata bik Yuyun. “hehehe” Rafa hanya
tersenyum. “Bbeneran mas, meskipun gak
begitu mirip tapi sekilah mas Rafa mirip dengan mas Kafa” bik Yuyun
menambahkan. Rafa hanya terseyum dan akhirnya bik Yuyun mempersilahkan Rafa
untuk istirahat.
Setelah di
kamar, Rafa mencoba berbaring di atas tempat tidur yang sangat empuk. Tak
pernah dia merasakan tempat tidur senyaman itu. karena kecapean akhirnya Rafa
terlelap dalam tidurnya. Namun setelah beberapa jam, Rafa terbangun dengan
suara lemari yang di buka. Ternyata itu bik Yuyun sedang membereskan baju Rafa.
“Bik, biar Rafa saja yang bereskan, Oia siapa yang ambil baju-baju saya di
kontrakan?” tanya Rafa. “Eh, mas Rafa istirahat saja, tadi pak Johan sopir
nyonya yang berikan ini.” kata bik Yuyun.
“Yaudah
terimakasih bik” Rafa tersenyum. “Oia, ayo mas kita ke dapur karena bibik lagi
masak dan pastinya mas Rafa laper” ajak bik Yuyun. “Iya bik, nanti saya
menyusul” kata Rafa sambil berusaha turun dari tempat tidur. “Bibik tinggal
dulu ya mas” bik Yuyun pamit.
Rafa meraih
tongkatnya dan keluar menuju dapur, tiba-tiba ada tante Rika. “Rafa sudah
makan?” tanya tante Rika. “Belum tan, nanti saja” kata Rafa ramah. “Yaudah,
tante masih ada pekerjaan, tante tinggal dulu ya” tante Rika langsung menuju
kamarnya di lantai atas. Akhirnya Rafa tiba di dapur menemui bik Yuyun, bik
Yuyun langsung mempersilahkan Rafa makan di meja makan.
Setelah makan
Rafa menuju belakang rumah, belakang rumah terdapat kolam renang yang bersih
dan taman yang tertata rapi. Rafa
menyusuri seluruh sudut rumah, namun dia hanya menyusuri lantai bawah dan
halaman. Rafa tak mau lancang menaiki lantai dua, Rafa berfikir di lantai dua
pasti kamar tuan rumah dan pastinya lebih mewah di banding kamar yang dia
tempati.
Kafa
dan Hatinya
Dua hari
berlalu, Rafa sudah mulai dapat beradaptasi dengan rumah besar ini. Rafa selalu
melatih kakinya untuk berjalan tanpa tongkat dan usahanya tidak sia-sia. Rafa
sudah bisa berjalan tanpa tongkat meskipun hanya beberapa meter. Rafa di rumah
besar ini tak mau diam, dia melakukan apa saja yang dia bisa, memangkas
tananman, menyapu halaman dan lain-lain.
Pada sore hari
ketika Rafa sedang asik menyapu halaman rumah tiba-tiba mobil tante Rika
memasuki pelataran rumah. “Rafa, ngapain kamu nyapu di luar? Kamu masih sakit
Raf” kata tante Rika. “Ah, gak masalah tante Rafa ingin cepat sembuh” kata Rafa
sambil tetap menyapu. Tante Rika belum merespon jawaban Rafa, tiba-tiba keluar
seorang pemuda tampan seumuran Rafa.
“Rafa, ini anak
tante, kenalan dulu” kata tante Rika. Dengan tertatih tatih Rafa mendekat ke
arah tante Rika dan anaknya. Rafa langsung tersenyum ramah dan menjulurkan
tangannya dan berkata “Hei, Rafa”.
“Kafa” tante
Rika memperingatkan Putranya. Rafa langsung menarik tangannya karena pemuda itu
tidak meresponnya. “Yaudah tante masuk dulu Raf, kamu juga istirahat saja,
ngapain nyapu halaman sudah ada bik Yuyun dan pak johan Raf” kata tante Rika.
“Kampungan” Kafa mengeluarkan suaranya. Mendengar itu Rafa langsung kaget namun
tante Rika memberi kode agar Rafa sabar.
Rafa langsung
masuk ke dalam rumah, dan menuju dapur untuk meneguk air minum. Setelah itu
Rafa kembali ke kamarnya. tiba-tiba tante Rika menemui Rafa di kamarnya,
“Maafkan Kafa ya, dia memang begitu dengan orang baru, tapi pada dasarnya dia
itu anak yang baik” tante Rika meminta maaf.
“Oh, Rafa tak masalah dengan sikap
Kafa tan, Rafa memaklumi itu” Rafa tersenyum.
Tak terasa sudah
hampir dua bulan Rafa tinggal di rumah besar milik tante Rika. Sekarang Rafa
sudah bisa berjalan normal lagi, dan dia meneruskan sekolahnya yang sudah lama
dia tinggal. Semua juga berkat tante
Rika. Dan tak lama lagi Rafa akan menghadapi ujian kelulusan.
Selama tinggal
di rumah besar itu, Rafa tak pernah sesekali bertegur sapa dengan Kafa. Hal ini
dilakukan karena Kafa sangat sombong dan memandang dia sangat rendah. Kafa
adalah anak tunggal tante Rika, dan dia harus kehilangan ayahnya saat dia masih
kecil jadi dia tidak pernah melihat ayahnya. sama seperti Rafa, Kafa hanya tau
wajah ayahnya yang di pampang di kamar mamanya. Kafa tidak pernah tau bahwa
dirinya telah diselamatan oleh seseorang yakni Putra.
Setiap pagi Rafa
dan Kafa berangkat ke sekolah bersama-sama, tante Rika juga ikut bersama mereka
yang diantar oleh pak johan. Setiap hari pak johan menyusuri jalan menuju
sekolah Kafa kemudian langsung ke sekolah Rafa, terakhir ke kantor ibu Rika.
Rafa dan Kafa tidak belajar di satu sekolah, Kafa belajar di sekolah elit
sedangkan Rafa meneruskan di sekolah yang dulu.
Suatu hari sepulang
sekolah, Rafa menunggu pak johan di depan sekolah namun pak johan tak kunjung
datang. Rafa memutuskan untuk berjalan kaki menuju rumah yang jaraknya agak
jauh, hingga dia sampai di rumah tante Rika sore hari. “Rafa, kamu darimana?”
tante Rika heran melihat Rafa yang sedang memasuki gerbang rumah. “Dari sekolah
Tante” Rafa menjawab dengan wajah kelelahan. “Pak johan tidak menjemput kamu
Raf?” tanya tante Rika. “Nggak tan, mungkin pak johan sibuk dengan pekerjaan
yang lebih penting” jawab Rafa sambil masuk ke dalam rumah bersama tante Rika.
“Pak johan, pak”
tante Rika memanggil pak Johan. “Rafa tadi siang gak di jemput pak?” tanya
tante Rika. “Lho, katanya dia mau pulang dengan temannya” pak Johan melihat ke
arahku. “Siapa yang bilang begitu?” kata tente Rika heran. “Mas Kafa nyonya,
katanya mas Rafa sms ijin akan kerja kelompok dan pulang di antar temannya” Pak
johan bercerita. Tante Rika sudah tau pasti ini ulah Kafa yang membuat Rafa tak
betah di rumah ini. “Tante, Rafa tak apa, jangan tegur Kafa ya” Rafa memohon
pada tante Rika.
Hampir setiap
Rafa bertemu dengan Kafa, Rafa selalu mendapat perlakuan yang tak menyenangkan.
Hingga suatu hari, Kafa sedang berdiri di dekat kolam renang belakang rumah.
tiba-tiba Kafa datang dan langsung mendorong Rafa masuk kolam. Rafa yang tidak
bisa berenang hanya bisa meminta tolong sedangkan Kafa hanya melihatnya di
pinggir kolam. Untung saja pada saat kejadian ada pak johan dan langsung
menolong Rafa.
Tante Rika yang
juga datang ke belakang rumah akhirnya geram pada sikap Kafa. Tante Rika
memarahi Kafa “ Kafa, kamu ini masih belum berubah, kamu tidak pernah
menghormati orang yang ada di rumah ini” kata tante Rika.
“Apa? Pembantu
seperti mereka harus dihormati?” kata Kafa menantang. “Kafa, dulu kamu adalah
anak yang baik, namun setelah di berikan kebebasan oleh mama kamu menjadi liar
sampai kamu jatuh sakit” tante Rika meneteskan air mata. “Mama tak pernah
peduli pada Kafa, mama selalu sibuk dengan kerjaan mama, kenapa mama selamatkan
Kafa? Bukannya kalau Kafa meninggal mama tak repot lagi?’ Kafa langsung berlari
menuju kamarnya. “Kafa!” teriak tante Rika sambil menangis.
“Rafa, kamu tak
apa? Maafkan Kafa ya” kata tante Rika sambil memegang pundak Rafa yang basah.
“Iya tante, Rafa tak apa, Kafa juga gak salah tante, tadi Kafa tak sengaja
nyenggol Rafa karena tak dapat menjaga keseimbangan Rafa terjatuh” Rafa selalu
membela Kafa karena Rafa tak mau jika Kafa selalu disalahkan maka dia akan
terus di bencinya.
Setelah ganti
baju, Rafa menuju kamar Kafa. Rafa mengetuk kamar Kafa, “Kafa? Kamu di dalam?”
Rafa mengetuk pintu. Tak ada jawab dari dalam kamar, Rafa mencoba membuka kamar
Kafa dan ternyata Kafa sedang menangis di kamar. Kafa langsung melihat ke arah
pintu, dan langsung mengusap air matanya. “Heh lancang kamu ya, masuk kamar
orang tanpa izin” Kafa memarahi Rafa.
“Maaf Kaf, bukan
maksudku lancang tapi aku kuwatir aja karena kamu tak menjawab panggilanku”
Rafa mendekati Kafa. “Stop, jangan dekati aku, aku tak sudi berdekatan dengan
gembel yang hanya jadi parasit di rumah orang” Kafa membentak Rafa. Seketika
Rafa menghentikan langkahnya.
“Kafa,
sebenarnya aku tak mau jadi parasit di keluarga kamu” Rafa membela diri.
“Baguslah, sebaiknya kamu pergi saja” Kafa memandang Rafa dengan sinis.
“Ok, aku akan
pergi tapi kamu harus tau satu hal Kafa” Rafa menunjuk Kafa dengan geram. “Ada
apa gembel?” Kafa berdiri. “Ingat Kafa, kamu boleh sombong sekarang dan bilang
kalau kamu tak mau dekat denganku karena aku gembel, apa kau gak tau dalam
tubuhmu itu ada organ milik seorang gembel” Rafa emosi dan langsung ke luar
dari kamar Kafa menuju kamarnya.
Kafa masih
mencerna apa yang di katakan Rafa tadi. Kafa langsung mengejar Rafa ke
kamarnya. Kafa berjalan sangat cepat menuju kamar Rafa dan tak sengaja menabrak
bik Yuyun. “Astagfirullah” kata bik Yuyun.
“Rafa, kamu
harus jelaskan kata-kata kamu tadi, apa maksudmu ada organ milik orang lain di
tubuhku?” Kafa memegang kerah baju Rafa. “Aku akan cerita jika kamu meminta
dengan sopan!, setelah itu aku akan pergi dari rumah kamu ini.” kata Rafa memandang
Kafa tajam.
“Maaf” Kafa
melepas genggamannya perlahan. Rafa langsung berdiri dan mengambil ransel
miliknya, “Semua bermula dari dua orang bersaudara yang mengadu nasib di kota
ini, mereka adalah diriku dan Abangku” Rafa mulai bercerita. Kafa hanya diam
melihat Rafa memasukan bajunya satu persatu. “Kami berdua adalah yatim piatu,
kedua orang tuaku meninggal karena sakit, Aku di rawat oleh abangku sejak aku
umur empat tahun” sesekali Rafa berhenti dan melihat kearah Kafa. “lulus SMP
abang membawaku datang ke kota ini dan meneruskan sekolah di kota ini” Rafa
terus measukan baju-bajunya ke ransel.” Namun setelah satu tahun di kota ini
abangku terserang kanker otak dan dia membutuhkan obat yang harganya mahal agar
dia hidup lebih lama” mata Rafa mulai berkaca-kaca.
“Tak ada pilihan
lain selain menjadi gigolo hanya demi lembaran rupiah untuk menanggung beban
hidupnya dan hidupku” Rafa mulai meneteskan air mata. Rafa tak menghiraukan
Kafa yang ada di kamar itu, Rafa terus membereskan barang-barangnya. “Semua makin
parah ketika aku mengalami kecelakaan, membuat mataku buta akibat kecelakaan
itu” Rafa meraih sepatunya. “Cara terakhir yang abang lakukan adalah,
mendonorkan hatinya buat kamu dan matanya buat diriku agar aku bisa melihat
indahnya dunia” Rafa langsung menggendong tas ranselnya. “Kafa, aku pergi dulu,
sayangilah ibumu sebelum kau kehilangan semuanya sepertiku, dan gunakanlah hati
itu sebaik-baiknya” Rafa langsung keluar dari kamar.
Kafa langsung
memegang tangan Rafa dan memohon padanya “Rafa, maafkan aku, maafkan semua
kesalahanku padamu, aku lakukan semua ini hanya merasa ingin di perhatikan oleh
mama.”, Kafa meneteskan air matanya. “Rafa langsung berbalik dan memegang
pundak Kafa, “Kafa, jika kepergianku bisa membuat kamu bahagia aku akan pergi
dari sini” Rafa tersenyum.
“’Gak ada yang
boleh pergi dari sini, Rafa aku mohon tetaplah tinggal disini, dan jadilah
sahabatku” Kafa sepontan memeluk Rafa. Akhirnya Rafa tak jadi pergi dari rumah
itu, karena Kafa berjanji akan bersikap lebih baik.
Tiba-tiba tante
Rika mendekati mereka, “Kalian sudah bisa akur?” tanya tante Rika. “Mama,
maafkan kesalahan Kafa ma” Kafa memeluk mamanya. “Kafa, apa mama tak salah?
Kenapa nak kamu berubah seperti ini?” tante Rika heran. “Kafa sadar ma, tak ada
yang lebih berharga selain mama di dunia ini” Kafa terus memeluk tante Rika.
Rafa hanya bisa
tersenyum melihat pemandangan mengharukan itu. “Rafa, terimakasih ya” kata
Kafa. “Tante juga berterimakasih telah mengembalikan anak tante menjadi lebih
baik” tante Rika tersenyum. Akhirnya mulai saat itu Rafa tak pernah bermasalah
dengan Kafa lagi, keduanya menjadi seorang sahabat.
Hadiah
Terbesar Dalam Hidup (Keluarga)
Setahun berlalu
dan tak terasa Rafa sudah menjadi seorang mahasiswa di universitas tinggi
negeri di kota itu. Rafa dan Kafa menimba ilmu di universitas yang sama, dan
mengambil jurusan managemen. Mereka berdua selalu berangkat ke kampus
bersama-sama, namun di kampus Rafa memilih untuk bergaul dengan teman-teman
SMAnya, sedangkan Kafa juga bergaul dengan teman satu SMA dengannya. Hingga
pada suatu hari Rafa melihat gadis berjilbab yang sangat cantik yang lewat di
depannya. Pada saat itu juga Rafa merasa bahwa Rafa menyukai gadis itu. Rafa
mengikutinya hingga perempuan itu memasuki kelasnya.
“Hei, ngapain
kamu Raf?” Kafa mengagetkannya. “Eh, tadi ada perempuan berjilbab dan sangat
cantik” Rafa tersenyum. “Oh, ceritanya lagi ngejar cewek nih” , kata Kafa
sedikit menyindir.
“Lho, kamu kok sepertinya gak suka
liat aku ngejar cewek Kaf? Hayo kamu iri ya?” kata Rafa meledek. Kafa langsung
terdiam dan membela dirinya, “Apaan sih, ayo pulang udah siang nih” Kafa
menarik Rafa.
Di rumah Rafa selalu memikirkan
gadis berjilbab yang di temuinya di kampus kemarin. Kafa selalu melihat Rafa
melamun dan tersenyum seperti orang gila. Melihat Rafa yang lagi kasmaran Kafa
merasa cemburu pada Rafa. Entah apa yang dia rasakan, dia hanya tak mau
kehilangan Rafa. “Heh, ngapain kamu liatin aku seperti itu Kaf?” tanya Rafa.
Kafa tak menjawabnya dan langsung pergi. Melihat tingkah Kafa, Rafa jadi
penasaran.
Untuk kedua
kalinya Rafa bertemu dengan gadis berjilbab itu, dan dia tak mau menyia-nyiakan
kesempatan untuk berkenalan. “Hai, maaf mbak ganggu” Rafa berbasa-basi.
Perempuan itu lansung melihat kearah Rafa dan menatap wajahnya. “Rafa?” kata
gadis itu. “Loh, kamu tau namaku?” Rafa heran dan tersenyum.
“Beneran kamu
Rafa? Rafa J.Septian?” kata gadis itu memastikan. “Aneh, tau darimana nih?”
kata Rafa. Kemudian gadis itu tersenyum dan menunjukan gantungan kunci dari
kayu. “Aku Vika Raf, masak kamu gak kenal?” Vika langsung terlihat senang.
“Vika aprilia?” tanya Rafa memastikan.
“Iya, kamu
sekarang sudah berubah Raf, makin gagah saja” Vika memuji Rafa. “Eh, dunia
sempit ya, kamu juga vik, udah gak gendut lagi seperti dulu, dan kamu makin
cantik dengan jilbab itu” kata Rafa membalas pujiannya. Akhirnya mereka ngobrol
di kantin kampus.
Ketika melihat
Rafa sedang asik ngobrol dengan Vika, Kafa merasa sangat tidak suka. Sepulang
dari kampus saat di mobil Rafa terus tersenyum mengenang pertemuannya dengan
Vika. “Makin gila aja kamu Raf,” kata Kafa. “Iya, aku gila Kaf, gila gara-gara
aku bertemu dengan Vika” Rafa menjawab dengan enteng. Seketika Kafa
menghentikan mobilnya, dan berhasil membuat Rafa kaget. “Ada apa Kaf?” kata
Rafa. “Maaf, tadi ada kucing nyebrang jalan” kata Kafa. Sebenarnya Kafa tida
suka jika Rafa bercerita tentang Vika di depannya.
“Raf, kamu jadi
ikut camping?” tanya Kafa memastikan. “iyalah Kaf, kamu juga kan?” tanya Rafa.
Kafa hanya tersenyum dan mengangukan kepalanya. Setibanya di rumah Rafa langsung
masuk ke kamarnya sedangkan Kafa langsung menuju dapur.
Tiba-tiba Kafa
mengetuk pintu kamar Rafa. “Ada apa Kaf?” kata Rafa sambil membuka kancing
bajunya. “Gimana kalau nanti kita jalan-jalan? Membeli perlengkapan yang harus
di bawa besok” kata Kafa. Rafa melepas kemejanya dan berkata, “Ok nanti malam
yah” kata Rafa. Kafa hanya terdiam melihat Rafa bertelanjang dada. Rafa
berusaha membuka celana jeansnya dan seketika sadar karena di dalam kamar ada
Kafa. Rafa langsung membalikan badannya ke arah Kafa yang sedang tidur di
kasur. “Kaf, ngapain kamu liatin aku seperti itu?? Rafa merasa heran.
“Ah enggak kok,
aku tadi Cuma memikirkan barang apa saja yang akan di bawa nanti” kata Kafa.
sebenarnya Kafa sangat menikmati pemandangan di depannya, yakni tubuh Rafa yang
bertelanjang dada. “Yaudah, Aku mau ganti celana dulu. Kamu mau di sini
melihatnya?” sindir Rafa. “Halah, siapa juga mau liat punya kamu, ku pastikan
masih lebih bagusan punyaku”, kata kafa terkekeh sambil keluar dari kamar.
******************
Tiba saatnya
mereka mengikuti camping, satu tenda berisi dua orang, Rafa dan Kafa tidur satu
tenda. Pada malam hari udara di hutan sangat dingin, untung saja masih ada api
unggun jadi mereka menghangatkan badannya di dekat api unggun. Hingga malam
semakin larut, mereka memutuskan untuk tidur, udara malam sangat dingin,
semakin lama semakin dingin, karena kedinginan Rafa tak sengaja memeluk Kafa.
ternyata Kafa membalas pelukan Rafa.
Entah siapa dulu
yang memulai, dari berpelukan menjadi saling ciuman. Hingga pagi menjelang,
Rafa kaget ketika mendapati dirinya
sedang telanjang bulat dan Kafa masih di pelukannya. Kafa juga membuka matanya
perlahan dan dia juga kaget. Keduanya langsung meraih pakaian masing-masing.
Rafa memakai celananya sedangkan Kafa tetap memandang Rafa. “Raf, kamu tau apa
yang telah kita lakukan semalam?” kata Kafa. “Maaf ya Kaf, semalam aku khilaf”
Rafa langsung keluar dan menuju sisa-sisa api unggun semalam.
Kafa menyusul
Rafa di perapian, mereka berhadapan dan tidak lama kemudian teman-teman lain
bergabung dengan mereka. Tugas untuk Kafa dan Rafa adalah mencari kayu bakar di
hutan, Rafa dan Kafa langsung bergegas ke dalam hutan. “Raf, kenapa kamu
bersikap dingin seperti ini?” Kafa bertanya dari belakang. “Kafa, sudah aku
katakan aku minta maaf atas kelakuanku semalam” Rafa menatap mata Kafa.
“Kenapa harus
minta maaf? karena aku juga menikmatinya kok” Kafa tersenyum pada Rafa. “Apa?
Kamu menikmatinya? Why?” Rafa heran. “Aku menikmatinya, karena sebenarnya
akulah yang memulainya semalam, kamu tau aku lakukan itu karena aku cinta kamu
Raf” Kafa berbalik.
“Apa? Kamu cinta
pada diriku? kamu sadar apa yang kau ucapkan?” Rafa membalikan tubuh Kafa.
“Kenapa? Aneh ya? Kamu jijik? Jawab Rafa!” Kafa sedikit membentak. “Aku tak
percaya kamu mencintaiku Kaf, sebenarnya aku juga sudah suka pada dirimu sejak
kita pertama kali bertemu, namun aku tak mau mengambil keputusan yang salah
mencintaimu, karena aku kira kamu laki-laki normal” Rafa memegang tangan Kafa.
“Sekarang kamu
tau kan Raf? kenapa aku bersikap aneh ketika kamu bersama Vika, semua itu
karena aku cinta kamu, aku tak mau kehilanganmu” Kafa memeluk Rafa. “Rafa
langsung membalas pelukannya dan mencium bibirnya, “Kafa, aku juga mencintai
kamu”, Rafa tersenyum menatap Kafa. Kafa juga tersenyum dan memeluk Rafa sangat
erat. Pohon pinus dan semak belukar menjadi saksi jalinan cinta mereka.
Di hari ulang
tahunnya yang ke dua puluh Rafa mendapatkan hadiah dari tante Rika, yakni
sebuah amplop lusuh. “Rafa, kini saatnya tante berikan titipan almarhum abang
kamu, dia memintaku untuk membeRikan pada kamu setelah kamu berumur dua puluh
tahun.” Tante Rika membeRikan sebuah amplop berwarna coklat tua. Rafa langsung
bergetar ketika mengetahui masih ada surat dari abangnya yang dititipkan
untuknya. “terimakasih tante” Rafa sedikit bergetar ketika menerima amplop itu.
perasaan senang langsung menerpa Rafa, Rafa langsung pamit menuju kamarnya.
Di bukanya
amplop tersebut, dan ternyata di dalamnya terdapat dua lembar surat dan satu
amplop lagi. “Assalamualaikum Rafa adik
tersayang, sekarang adik pasti sudah dewasa. Ini adalah surat terakhir abang
yang akan membantu Rafa menemukan jati diri Rafa. Sebenarnya abang akan
menceritakannya secara langsung setelah Rafa berumur dua puluh tahun, namun
Allah tak mengijinkannya. Berawal dari tiga puluh tahun yang lalu, di gubuk
kecil yang kita tempati dulu hidup seorang wanita tangguh, wanita tersebut
bertama tiara adinda yang populer dengan nama Rara. Rara adalah anak orang
miskin yang tak punya pilihan lain lagi selain menjadi penjaja seks di kota
kita dulu.
Dari kelalaian ibu, akhirnya beliau hamil anak
pertama dan entah siapa ayah dari anak pertama ini. anak pertama tersebut
bernama Putra ardiyansah. Iya.. Putra adalah diriku sendiri. setelah berhenti
setahun karena hamil, akhirnya ibu kembai lagi menjadi pelacur demi menghidupi
aku dan dirinya sendiri. aku selalu di bawa ketempat pelacuran oleh ibu hingga
aku berumur empat tahun.
Pada saat aku berumur empat tahun, akhirnya ibu
memutuskan berhenti menjadi seorang pelacur. Alasan ibu berhenti melacur,
karena ada seorang laki-laki baik hati yang mau menikahi dan menafkahi aku dan
ibu. Laki-laki tersebut bernama Farhan jiosira, setahun pernikahan ibu dengan
om Farhan mereka di karuniai seorang Putra yakni dirimu, dan membeRikan nama
Rafa J. Septian. Sekarang kamu juga tahu asal usul nama kamu, Rafa adalah
singkatan dari Rara dan Farhan, huruf J yang selalu kamu tanyakan adalah
Jiosira nama papa kamu.
Setelah setahun pernikahan, akhirnya ibu mengetahui
bahwa ternyata om Farhan sudah berkeluarga. Namun cinta selalu menuntun ibu
untuk berfikir positif. Ibu rela menjadi istri ke dua om Farhan karena dengan
begitu ibu tak perlu bekerja lagi menghidupi kita bertiga. Dua bulan sekali om
Farhan datang menemui kita, namun setelah kamu berumur dua tahun, om Farhan tak
pernah datang lagi, setiap hari ibu selalu menunggu om Farhan.
Tak
ada pilihan lain lagi setelah satu bulan om Farhan tidak datang, akhirnya ibu
memutuskan untuk tinggal di sebuah gubuk di atas bukit. Gubuk itu adalah
peninggalan kakek kita. Tiap hari ibu selalu bekerja menjadi buruh tani, namun
hasil yang di dapat tidak dapat menutupi kebutuhan kita. Entah setan apa yang
menghasut ibu, akhirnya beliau kembali ke kehidupannya sebagai pelacur. Setahun
berlalu saat aku berumur 11 tahun ibu meninggal karena serangan jantung di
tempat beliau mangkal. Disitulah titik dimana aku harus merawatmu hingga kamu
dewasa, namun aku gagal karena aku harus meninggal sebelum kamu dewasa.
Rafa, sekarang kamu tahu siapa ayah kamu sebenarnya,
dan aku terpaksa bohong bahwa ayah kita meninggal akibat tenggelam di laut,
karena aku takut kamu akan menanyakan makamnya. Rafa tetap jaga diri ya,
jadilah orang sukses, agar Rafa tak menjadi seperti ibu dan abang yang
menggunakan jalan salah demi lembaran rupiah.
Wasalam”
Rafa meneteskan air mata.
Di dalam amplop ada dua lembar
foto, Rafa mengambil foto pertama, foto pernikahan ibunya dan ayahnya. di
belakang foto terdapat tulisan “ini foto ibu dan ayah kamu, saat mereka
mengikat janji di depan penghulu dan dua saksi”. Rafa tersenyum melihat foto
yang selama ini di rahasiakan oleh Putra. Foto kedua adalah foto om Farhan
bersama seorang perempuan cantik yang sepertinya dia mengenalnya. Rafa melihat
foto itu dan terus menerawang dan akhirnya Rafa dapat mengingat. Foto perempuan
ini adalah foto tante Rika saat masih muda dulu. Rafa langsung membalik foto
itu dan juga terdapat tulisan “ini foto ayah kamu bersama seorang wanita entah
Abang tak tahu siapa wanita ini, Rafa pasti tau siapa Dia”. Rafa langsung
menebak, bahwa tante Rika adalah istri pertama om Farhan. Namun Rafa tak mau
gegabah mengambil keputusan, karena selama ini Rafa tak pernah menjumpai foto
almarhum suami tante Rika.
Tiba-tiba suara
Kafa terdengar dari balik pintu, Rafa langsung memasukan surat dan foto kedalam
amplop dan langsung menyimpannya di balik bantal. Rafa langsung membuka pintu
kamar. “Huft, lama banget buka pintunya Raf?” Kafa sedikit cemberut. “Oh, sory
barusan aku lagi ganti baju” Rafa berbohong. “Bohong ya? oia kamu baru nangis
ya? pasti ada masalah”, kata Kafa sabil menutup pintu kamar. “Enggak kok, Cuma
kelilipan aja” Rafa berbohong lagi. “Hahaha, udah gak usah berbohong terus,
karena kamu tak pandai berbohong Raf” Kafa mencubit hidung Rafa. Rafa langsung
tersenyum.
Rafa tak mau
menyia-nyiakan kesempatan, satu-satunya orang yang dapat memberikan informasi
adalah Kafa. “Oia, sampai sekarang aku heran dengan nama kita, kok hampir sama
ya, kamu Kafa sedangkan aku Rafa” Rafa memancing Kafa agar mau menceritakan
tentang nama tersebut. “Hehe, mungkin sudah takdir kali, tapi yang ku tahu
namaku ini adalah pemberian papaku” kata Kafa dengan PD-nya.
“Oia emang nama
papa kamu siapa? Kok selama ini aku gak diceritain?” tanya Rafa pura-pura ingin
tahu. “Nama papa adalah Farhan Jiosira maka dari itu namaku Kafa Jiosira, Kafa
gabungan nama mama Rika dengan papa Farhan” Kafa terlihat sangat senang
menceritakan pada Rafa.
Seketika jantung
Rafa berdegub kencang, “Apa kamu punya foto ayah kamu?” tanya Rafa. “Ada tapi
semua di kamar mama, dulu pernah ada di ruang tamu namun hilang, dari situlah
mama memindahkan foto kenangan papa di kamar mama” Kafa sedikit menerawang.
Rafa semakin yakin, bahwa Kafa adalah saudara seayah. “Oia, aku masih punya
foto papa yang lain, ayo ikut ke kamarku Raf” Kafa langsung keluar. Rafa mengikutinya
dari belakang menuju kamar lantai atas. Kafa membuka lemarinya dan mengambil
selembar foto di bawah tumpukan baju-bajunya. “Raf, lihat foto ini, papaku
ganteng kan?” Kafa memberikan foto ayahnya.
Rafa tak dapat
berbicara apa-apa lagi, ternyata dirinya bersaudara dengan Kafa kekasihnya.
“Raf, kenapa kamu bengong begitu?” Kafa menegur Rafa. “Tak apa Kaf, aku kekamar
dulu” Rafa terlihat sedikit emosi. Kafa merasa heran kenapa Rafa bersikap
seperti itu? “kamu kenapa Raf? Kamu sakit ya?” tanya Kafa khawatir. “Aku hanya
sedikit pusing saja Kaf, aku balik ke kamar dulu ya!” Rafa langsung memberikan
foto itu dan langsung menuju kamar.
Di dalam
kamarnya Rafa merasa sangat membenci
dirinya sendiri, Rafa menyesal telah menjalin cinta dengan saudaranya sendiri. Dia
juga marah pada ayahnya, karena laki-laki itu telah membuat ibunya menderita
dan meninggal. Rafa berfikiran bahwa dirinya akan menjadi beban masalah di
rumah ini, dan dia tak mungkin selalu berhubungan dengan Kafa. Salah satu cara adalah meninggalkan kota itu, meninggakan
Kafa dan semuanya.
Pagi buta, Rafa
langsung bersiap-siap untuk pergi dari rumah itu, Rafa memasukan beberapa
pakaiannya dan langsung pergi dari rumah itu. karena masih pagi, tak ada
kendaraan apapun yang melintas di jalan. Terpaksa Rafa harus berjalan kaki
menuju terminal terdekat. Rafa tak tau harus kemana karena dia tak punya
saudara dan keluarga lagi. hingga akhirnya dia memutuskan untuk kembali ke kota
jember.
Setelah menempuh
perjalanan panjang Rafa sampai di terminal, Rafa memutuskan akan ke jember
tanah kelahirannya. Namun bus menuju jember masih akan tiba 1 jam lagi,
akhirnya Kafa memutuskan untuk menunggu di terminal.
Tiba-tiba
terdengar suara memanggil namanya. Rafa menoleh ke arah suara itu, ternyata
Kafa sedang berlari menuju arahnya. Rafa langsung lari untuk mengihindar, namun
karena kelelahan Rafa tak dapat berlari cepat. “Hei, kamu mau kabur kemana?”
Kafa mencengkram tas ransel Rafa.
“Apa lagi yang
kamu tutupi Raf?” ceritakan padaku” Kafa menujukan amplop pemberian Putra yang
ketinggalan di kamarnya. “Kaf, kamu tahu semuanya?” tanya Rafa. Kafa langsung
memeluk Rafa “ Raf, ternyata aku punya saudara, dan itu kamu” Kafa menangis.
Rafa hanya diam dan tak berkata apa-apa. Tiba-tiba tante Rika juga ada di sana
“Rafa, ternyata kamu anak mas Farhan” tante Rika ikut memeluk Rafa.
Akhirnya mereka
duduk di pinggir jalan. “Sebelum
kematiannya, papa kamu memberikan sebuah alamat, aku diminta mencari alamat
itu, karena disana tinggal seorang wanita dengan dua anak laki-laki. Salah satu
anaknya adalah darah daging mas Farhan dari pernikahannya dengan wanita itu.
mendengar itu aku langsung shock, namun aku masih mempunyai hati nurani. Demi
permintaan terakhir mas Farhan aku ke jember mencari ibu kamu, namun aku datang
terlambat, ibu kamu telah pindah dari kontrakan itu dan tak ada yang tahu
kemana ibumu pergi.
Akhirnya aku putuskan untuk berhenti mencari ibumu
dan terus berharap suatu saat aku bisa bertemu dengan ibu kamu untuk memenuhi
permintaan mas Farhan. Dan ternyata permintaan mas Farhan baru bisa terpenuhi
saat ini” tante Rika menghapus air matanya
menggunakan tisu.
“Kamu dengar
Raf? Mama selama ini mencari kamu” kata Kafa. Rafa langsung menuju tante Rika
dan memeluknya, “Tante maafkan Rafa, maafkan ibu Rafa tante” Rafa menangis di
pangkuan tante Rika. “Aku sudah memafkan ibu kamu sudah dari dulu nak, tapi
tante tak bisa memaafkan kesalahan kamu karena kamu tak mau menceritakan siapa
dirimu sebenarnya” tante Rika mengelus kepala Rafa. “Tante, Rafa hanya malu,
malu karena Rafa adalah anak hasil hubungan gelap antara om Farhan dan ibuku”
Rafa menangis.
“Kata siapa
hubungan gelap? Mereka resmi menikah” tante Rika melihat Rafa. “tante, maafkan
Rafa” Rafa memohon. “Baiklah aku akan memaafkan kamu, dengan satu syarat” tante
Rika mulai berdiri. “Apa itu tante?” Rafa bertanya.
“Panggil aku
mama, dan kamu tak pergi lagi, lupakan semua masalah yang telah berlalu” tante
Rika tersenyum pada Rafa. Rafa juga ikut tersenyum dan langsung memeluk tante
Rika, “Terimakasih tante, eh maksud Rafa mama” kata Rafa sambil memeluk tante
Rika. Tiba-tiba Kafa mencubit pinggang Rafa “Aduh, sakit Kaf” protes Rafa.
“Heh, itu mamaku
juga beri aku ruang juga untuk memeluknya” Kafa tersenyum. Dengan ulah Kafa
yang seperti anak kecil membuat mereka semua tertawa bersama. “Kafa, sekarang
kita jadi saudara, bukan best friend lagi” kata Kafa sambil tersenyum dan
mengangkat alisnya. Rafa langsung mengerti apa yang dikatakan oleh Rafa. Mulai
saat itu Rafa dan Kafa mengakhiri hubungan percintaannya dan di gantikan
menjadi hubungan persaudaraan.
Lima
tahun kemudian
Tak tersa Rafa dan Kafa menjadi
seorang sarjana, bahkan mereka berdua menjadi pemimpin perusahaan papanya
menggantikan tante Rika. Saham perusahaan di bagi rata oleh tante Rika. Di
tangan mereka berdua perusahaan berkembang pesat dan memiliki cabang di
beberapa kota lain. Kebahagiaan selalu terpancar dalam keduanya, hubungan
persaudaraan yang di dasari kasih sayang membuat mereka tumbuh menjadi pemimpin
yang bijaksana. Kebahagiaan lain yang di buat oleh mereka berdua adalah, di
adakannya pesta pernikahan mereka berdua di hari yang sama.
Rafa menikahi seorang gadis alim
dan cantik bernama Vika aprilia, Rafa memilih gadis itu karena Rafa sudah tahu
bahwa Vika sangat mencintainya sejak dia masih SMP dan miskin, cintanya sangat
tulus hingga dia tak mau berhubungan atau menjalin kasih dengan orang lain.
Sedangkan Kafa, dia menikahi gadis kaya yang di kenalnya saat kuliah dulu,
gadis itu bernama Desy Putri Keiza. Meskipun gadis tersebut terlahir di
lingkungan keluarga kaya, namun tak penah sesekali dia besikap sombong. Dia
mempunyai jiwa sosial tinggi, dan itulah alasannya Kafa memilihnya menjadi
seorang istri.
Keduanya hidup
rukun hingga mereka di karuniai Putra dan putri. Perasaan cinta yang pernah hadir
di antara mereka lenyap digantikan perasaan kasih sayang antar saudara.
Kehidupan memang tak bisa di tebak dan terkadang sangat kebetulan, karena itu
kita harus selalu bersiap menghadapi kejutan kehidupan itu.
The
end.
By:
RayRowling