Jimmy andreas, itulah nama yang di berikan oleh
kedua orang tuaku. aku di lahirkan pada bulan desember di sebuah rumah sakit di
kota malang. kedua orang tuaku adalah orang sibuk, apalagi Ayah yang sering ke
luar kota dengan rekan bisnisnya. Mama pun juga tak mau kalah, sebagai staff di
kantor dimana Ayah bekerja Mama juga sering keluar kota. dengan alasan itu aku
di titipkan di rumah nenek, tinggal di sebuah desa yang sangat nyaman. di
sinilah terbentuknya aku yang mulai suka kepada kaum adam. banyak faktor yang
mempengaruhi sifatku ini. yang terutama adalah lingkungan keluarga, kurangnya
perhatian seorang Ayah membuat diriku merasa nyaman dekat dengan para kaum adam
terutama yang lebih tua dariku. Inilah kisah perjalanan cintaku, cinta
terlarang sesama jenis.
Fany My First Love
Rasa cinta terhadap kaum adam telah muncul sejak aku
duduk di bangku SMP, namun aku tidak tahu apakah yang aku rasakan adalah cinta
atau hanya merasa nyaman saja berdekatan dengan seorang sahabat sepertinya. Dia
adalah Fany, yah Fany Prasetya itulah nama lengkapnya. Fany adalah sahabat dan
tak lain juga merupakan sepupuku dari garis Ayah. Fany merupakan keluarga
broken home, Ayah dan ibunya bercerai sajak dia masih duduk di bangku sekolah
dasar. Keputusan pengadilan saat perceraian Ayah dan ibunya hak asuh Fany
diserahkan kepada ibunya, sehingga Fany tinggal bersama ibunya di luar kota nan
jauh di sana. Setelah setahun perceraian om Doni dan tante tika, Fany memilih
untuk tinggal di pesantren. Fany memilih untuk tidak tinggal bersama ibunya
karena Fany belum bisa beradaptasi dengan keluarga barunya. Keputusan Fany di
dukung oleh ibunya dengan alasan agar Fany bisa mendalam ilmu agama.
Bertahun-tahun Fany
tinggal di pesantren dan terkadang dia pulang ke rumah om Doni di desa, om Doni
sekarang juga sudah menikah, namun dia tidak dikaruniai anak bersama istri
barunya. Karena merasa kesepian tanpa adanya seorang anak di rumah itu, akhirnya
om Doni menghubungi mantan istrinya agar Fany bisa tinggal bersamanya. Mungkin
jalan terbaik bagi Fany adalah tinggal bersama Ayah kandungnya, daripada dengan
ibu kandungnya yang telah menikah dan Fany kurang merasa nyaman bersama
keluarga ibunya. Dengan pertimbangan itu ibu Fany menyerahkan hak asuh Fany
kepada Ayahnya. Tepat hari sabtu saat aku pulang dari sekolah, nenek dan om
Doni ada di beranda rumah dan terlihat sangat bahagia dengan apa yang mereka
obrolkan.
“Assalamualaikum” aku meraih tangan
nenek dan menciumnya, dan menuju arah om Doni serta istrinya untuk mencium
kedua tangannya juga.
“Jim, besok ada anak om mau tinggal
di sini, semoga kalian bisa akur yah” kata om Doni.
“o…Kak Fany yah om?” kataku terlihat
senang
“iya Jim, nenek juga kangen dia,
dah berapa tahun dia gak ke sini”, sambung nenek.
“nanti dia juga om sekolahkan di
sekolah kamu Jim” kata om Doni
“ok,
om biar Jimmy yang bantu kak Fany di sekolah, Jimmy kan anggota osis dan guru2
banyak yang kenal Jimmy. hehehe udah dulu ya om Jimmy ganti baju dulu” kataku
sambil berlalu ke dalam rumah.
Ke
esokan harinya bertepatan pada hari minggu aku bangun tidur agak kesiangan
karena semalam aku tidur larutuntuk menyelesaikan tugas sekolah. Dengan mata masih
kantuk aku berjalan melewati dapur menuju ke kamar mandi. Ternyata di dapur ada
istri om Doni tante Ria sedang sibuk masak dengan nenek.
“hmmm..tumben pada sibuk masak”
sapaku sambil berlalu ke kamar mandi
“ini buat nyambut sepupu kamu Jim,
nanti sore ada acara syukuran, nenek juga hubungi Papa dan Mama kamu.” Jawab
nenek terdengar sayup. Aku tidak merespon apa yang di omongkan nenek, yang ku
dengar hanya ada acara keluarga nanti sore. Setelah mandi aku langsung ganti
baju dan berangkat kerumah om Doni di sebelah rumah. Seperti biasa kalau libur
aku sering di rumah dari pada aku bermain keluar tanpa tujuan. Maka dari itu
aku tidak memiliki teman di daerah rumah nenek ini.
“Jim, bantuin om beresin kamar yuk,
“ ajak om Doni
Aku
mengikuti om Doni dari belakang pertanda bahwa aku setuju untuk membantunya.
Ternyata om Doni sedang merapikan kamar yang akan di tempati oleh Fany. Aku
membantu membereskan beberapa perabotan untuk di susun sesuai arahan om Doni.
Tak pernah aku lihat mimik wajah bahagia om Doni serta anggota keluarga lain
seperti saaat ini. semuanya sangat sibuk untuk menyambut sepupuku itu.
Waktu sudah menunjukan pukul 10:00, om
Doni dan tante Ria berangkat untuk menjemput kak Fany ke terminal. Aku kembali
ke rumah nenek memilih untuk istirahat di kamar sambil membaca buku pelajaran
sekolah daripada di luar rumah tanpa ada kegiatan. Beberapa menit berlalu
tiba-tiba terdengar suara mobil masuk ke halaman rumah. “pasti om Doni yang datang”
kataku dalam hati sambil beranjak menyambut mereka. Aku langsung menuju ke
beranda rumah, ternyata bukan om Doni tapi Mama dan Papa yang datang, seperti
biasa dua minggu sekali Mama dan Papa menjenguk aku dirumah nenek sambil
memberiku uang jajan untuk dua minggu kedepan. “eh Papa, Mama…aku meraih tangan
mereka dan menciumnya sambil memeluk Mama. Mama langsung mencium pipiku dan Papa
mengelus rambutku.
Beberapa
menit setelah kedatangan Mama dan Papa, mobil om Doni juga memasuki halaman
rumah. Om Doni dan tante Ria keluar terlebih dahulu setelah itu Fany yang terlihat
canggung untuk turun dari mobil. Aku langsung menuju mobil om Doni dan
menyambutnya.
“Jim,
ini Fany anak om” Fany menjulurkan tangannya dengan ramah untuk menjabat
tanganku. Aku terima jabatan tangannya dan menyebutkan namaku. Perkenalan
singkat namun dapat segera mencairkan suasana canggung Fany. Fany terlihat sangat berbeda dengan Fany yang
ada di foto di sudut rumah om Doni. Mungkin foto itu sudah lama jadi sangat
jauh perubahan dari Fany saat ini. kami langsung masuk ke dalam rumah,
mempersilahkan Fany untuk istirahat terlebih dahulu, sambil menunggu sore hari
saat semua anggota keluarga berkumpul untuk acara syukuran.
Setelah
acara syukuran selesai Mama dan Papa pamit kembali pulang ke rumah. Aku tak
tahu mengapa Mama dan Papa tidak pernah mengajakku untuk kembali tinggal
bersama mereka, Akupun juga tidak berani menanyakan itu takut mama dan papa
marah meski mereka tak pernah sekalipun memarahiku. Tepat jam delapan malam Aku
mendengar suara pintu kamarku diketuk. “pasti nenek” pikirku. Setelah ku buka
ternyata Fany yang masih memakai kain sarung dan baju koko sedang berdiri di
depan pintu.
“eh Kak Fany, ada apa kak?”
tanyaku.
“Gak ada Jim, Cuma pengen ngobrol
aja kalo gak ganggu sih” kata Fany sambil tertawa kecil.
“apaan sih mas, Jimmy malah seneng
mas datang ke sini, ayo masuk mas” ajakku. Fany langsung duduk di meja
belajarku dan aku sendiri duduk diatas kasur. Banyak yang aku dan Fany obrolin,
alasan aku tinggal di rumah nenek ini hingga masalah om Doni dan Mama Fany. Fany
juga menceritakan pengalamannya saat di pesantren, pengalaman yang lucu-lucu
pastinya. Tak terasa jam dinding telah menunjukan pukul 10 malam namun mataku
belum merasa kantuk.
“Jim, udah malam nih, aku pulang
dulu yah, besok jumpa di sekolah aja yah” kata Fany.
“ok kak, jumpa disekolah yah”
sambil mengantar Fany menuju keluar rumah.
“oia, Jim…boleh minta sesuatu nggak?
Jangan panggil aku kakak, biar lebih akrab panggil saja aku Fany..” Sambil
tersenyum dia menuju rumahnya.
“siap boss”, kataku sambil menutup
pintu rumah. Aku langsung menuju ke dalam kamar dan langsung menuju jendela
kamar. Aku raih gagang jendela dan terdengar suara sayup memanggil namaku. Aku
langsung menoleh ke arah suara itu, ternyata Fany yang juga ada di jendela
kamarnya, yah jendela kamar kita berhadapan dan hanya berjarak dua meter. “ada
apa kak?” tanyaku pelan. “hmm..kak?” jawab Fany. “oia Fany aja. hehehe” kataku
sambil tersenyum.
“Cuma mau ngatakan selamat malam,
met malem Jim” sambil sedikit menjulurkan lidahnya Fany menutup jendela
kamarnya. Aku hanya tersenyum dengan ulahnya itu.
Pagi
hari telah tiba, setelah berseraganm rapi aku langsung menuju rumah om Doni
yang bersebelahan dengan rumah nenek. Ternyata Fany masih belum siap-siap ke sekolah.
“lho, Fan katanya mau bareng ke
sekolah?” tanyaku
“semalam aku lupa bilang ke kamu,
aku akan di antar Ayah ke sekolah untuk mengurus perpindahanku.” Kata Fany
terlihat lesu.
“yah, nggak papalah Fan, aku
berangkat dulu ya. ntar jumpa di sekolah. Ok” aku langsung menaiki motorku
menuju ke sekolah. Rutinitas pada hari senin ialah ada upacara bendera dan aku
menjadi petugas upacara, hmmm beginilah nasib anggota osis kalau tidak ada
kelas yang siap menjadi petugas upacara anggota osislah jadi korban. Hehe
Setelah
upacara selesai kami langsung menuju kelas untuk mengikuti bimbingan yang di
lakukan wali kelas. Namun saat ini pak joko selaku wali kelas belum masuk ke
kelas hal ini membuat teman-teman
termasuk diriku berkeliaran di luar kelas. Tiba-tiba ada seoarang teman
mengasik tanda “pak joko, pak jok” sontak kami semua berhamburan ke dalam
kelas. Ternyata pak joko tidak sendirian, beliau bersama seseorang yang tak
asing bagiku.
“perkenalkan ini siswa baru dari
luar kota, ayo perkenalkan dirimu” kata pak joko.
“
saya Fany prasetya, panggil saja Fany” kata Fany. Setelah itu pak joko
mempersilahkan Fany untuk menempati bangku kosong di pojok belakang. Aku
menoleh ke arah Fany, dia sedikit menjulurkan lidahnya saat dia melihatku. Aku
hanya tersenyum melihat sikapnya yang sedikit canggung.
Hari-hariku baik di rumah maupun di
sekolah lebih menyenangkan dari biasanya sebelum datangnya Fany. Sekarang aku
tidak merasa kesepian saat di rumah nenek, karena ada teman ngobrol di sana. Hari
berganti minggu, minggu berganti bulan kamipun makin akrab, dan tak terasa
ujian kenaikan kelas telah tiba. Setiap malam Fany selalu belajar bersama
dengan diriku di kamar, di ruang tamu dan terkadang dia menginap dan tudur
bersamaku. Hingga ujian kenaikan kelas berakhir kami selau belajar bersama
untuk saling mengisi kelemahan kita. Akhirnya Ujian telah berakhir hasil ujian
juga telah di bagikan kepada orang tua kami masing2, Alhamdulillah hasil ujian
kami mmemuaskan, kami berdua berhasil naik ke kelas tiga dengan nilai yang
memuaskan meskipun tidak peringkat satu dikelas namun kami berada di posisi 10
besar di angkatan kami.
Liburan sekolah pun
telah tiba, aku dijemput oleh Papa untuk berlibur di rumah, tak lupa aku juga
mengajak Fany. Sekali lagi aku tidak merasa kesepian di rumah Papa saat liburan
seperti ini karena biasanya aku habiskan liburan hanya di rumah. Seminggu aku
dan Fany tinggal di rumah itu, dan saat itulah aku merasakan suatu perasaan
yang aneh terhadap kak fany “Apakah aku mencintainya? Gak mungin aku
mencintainya dia kan seorang laki-laki” itulah yang menjadi pertanyaan dalam
diriku. Fany juga menunjukan gerak gerik yang mencurigakan. Fany sering
tertangkap basah olehku melamun memandangi diriku.
“heh, Fan kok bengong?” kataku
mengagetkannya saat dia memandangku
“eh, ada apa?” jawabnya
“tuh gak nyambung kan. hehehee,
ngelamunin apa? Kamu sering memandangku aneh Fan” kataku.
“hehee, kalo aku cerita ke kamu,
pasti kamu akan marah padaku” kata Fany
“ah, nggaklah, kamu kan saudaraku
cerita saja” paksaku
“sejak aku datang ke rumah Ayah
beberapa bulan yang lalu, sebenarnya aku tidak kerasan, namun setelah aku akrab
dengan kamu aku merasa hidupku memang harus di sana” kata Fany.
“kok bisa?” tanyaku.
“sebenarnya aku suka ma kamu Jim”
kata Fany
“hahaha…suka? Aneh kamu Fan, aku
kan cowok Fan, masak cowok sama cowok bisa saling mencintai..” omonganku
terpotong karena Fany langsung mencium bibirku. Aku langsung mendorong Fany,
wajah Fany memerah begitu pula dengan wajahku.
“ maafkan aku Jim, aku yakin kamu
pasti juga merasakan hal yang sama dengan diriku, tadi kamu bilang bahwa mana
mungkin cowok sama cowok SALING Mencinai” berarti kamu juga punya rasa
terhadapku
“ tapi..” aku gugup saat di tanyakan
tentang itu.
“gpp Jim, di dunia ini memang ada
cowok suka cowok, cewek suka cewek” kata Fany meyakinkanku.
“e..emang kamu tau dari mana” aku
sedikit gugup menanyakan Fany
“aku lama tinggal di pesantren Jim,
aku dulu menjadi korban” kata Fany
“korban? Korban apaan Fan?” tanyaku
sedikit mengkerutkan kening
“korban pelampiasan nafsu sex oleh
kakak asrama di pesantren, bahkan oleh pengurus asrama.” Kata Fany sambil
menundukan kepalanya. Fany menceritakan semua pengalamannya pelecehan terhadap
dirinya saat di pesantren. Terdengar suara Fany mulai serak dan dia menyesal
memilih tinggal di pesantren saat itu. Secara reflek aku menarik tangan Fany
dan memeluknya, semua yang aku lakukan ini adalah hanya untuk menenangkannya. Fany
memeluk erat tubuhku dan mengucapkan terima kasih telah menerima dia sebagai
saudaraku.
‘Fan..” aku memulai pembicaraan. Fany
melepas pelukannya dan mengusap air matanya.
“Fan, aku juga mau bicara,
sebenarnya aku tidak tahu dengan perasaanku padamu, karena aku tidak pernah
merasakan perasaan ini sebelumnya kepada seorang laki-laki.” Aku menghela nafas
panjang.
“sepertinya aku menyukaimu, dan
mungkin aku juga mencintaimu. Aku bingung dengan perasaan yang tak wajar ini”
kataku sambil menundukan kepala.
Fany memegang daguku dan mengangkat
kepalaku, dia mendekatkan wajahnya kewajahku. Aku hanya memejamkan mata dan
bertemulah kedua bibir kami. Fany melumat bibirku lembut. Aku hanya bisa pasrah
apa yang dilakukan Fany. Fany melepas ciumannya, “ Jim, maukah kamu jadi
pacarku?” tanya Fany. Aku hanya bisa tersenyum dan menganggukan kepala. Fany
tersenyum dan langsung memeluk diriku. saat itulah kami resmi menjadi pasangan
terlarang.
Akhir dari cinta
pertama
Tak terasa aku dan Fany menjalani hubungan sebagai
sepasang kekasih sudah melewati beberapa bulan, hingga menjelang kelulusan.
Hari ini adalah pengumuman kelulusan sekolah menengah pertama, Jimy andreas no
induk 6735xx dengan ini di nyatakan LULUS, itulah yang tertera dalam surat
pengumuman yang di bagikan pihak sekolah. Begitu senangnya diriku, akhirnya aku
lulus dari bangku SMP ini, dan bisa melanjutkan ke SMA. Fany juga tak kalah
senangnya dengan diriku atas kelulusan kami. Kami langsung pulang ke rumah untuk
mengabarkan berita bahagia ini kepada nenek. Sesampainya di rumah kami berdua
langsung berhenti ketika di rumah nenek ada mobil ambulan.
“ada apa yah?” kata Fany tanya
kepada om Doni.
“tadi nenek pingsan di dapur, dan
sekarang masih belum sadar dan harus di bawa ke rumah sakit” kata om Doni.
“nenek kenapa om?” kataku sedikit
gugup.
“gpp Jim, nanti kalo Papa kamu
datang kamu susul kami ke rumah sakit yah” kata om Doni dari dalam ambulan. Aku
melihat nenek terbaring di mobil ambulan. mobil om Doni pada saat itu di pinjam
oleh tetangga, jadi om Doni telfon ambulan untuk merujuk nenek ke rumah sakit.
Satu
jam kemudian mobil Papa datang, aku dan Fany langsung lari menuju mobil dan
menuju ke rumah sakit. Ternyata nenek sedang kritis, nenek mengidap kangker
otak, kami sekeluarga tidak percaya dengan kenyataan ini, karena nenek selalu
terlihat sehat, tapi terkadang dia mengeluh sakit kepala kepadaku. Papa dan om
Doni langsung berbicara dengan dokter. Aku menatap nenek yang terbaring di
ruang ICU dan tak terasa aku meneteskan air mata.
“nek, cepat sembuh yah…Jimmy dan Fany
lulus sekolah, nenek berjanji akan masakin kami berdua sop buntut kesukaan
almarhum kakek dulu” suara Fany terdengar serak di sampingku. Aku langsung
merangkul Fany dan sepasang tangan dari belakang memeluk kami berdua. Tangan Papa
memeluk kami yang sedang bersedih
“Jim, Fan…sholat dzuhur dulu yuk,
kita doakan nenek agar cepat sembuh.” Kata Papa
Kami
berempat langsung menuju musholah, untuk melakukan sholat dzuhur, om Doni
sebagai imam saat itu. setelah sholat aku langsung mendoakan untuk kesembuhan
nenek.
Kami
berempat kembali ke depan ruang di mana nenek terbaring, ternyata di sana ada
dokter dan suster yang terlihat sibuk mengurus nenek. Mama sedang di rangkul
oleh tante Ria. Tante Ria menggelengkan kepalanya kearah kami. Papa dan om Doni
langsung sedikit lari menuju kedalam ruang tersebut, ternyata nenek sudah tak
bisa di tolong lagi. om Doni sangat sedih kehilangan nenek, Papa berusaha
menenangkannya. Aku dan Fany hanya bergandengan tangan dengan erat di samping
jasad nenek yang tertutup kain putih. aku tak bisa menahan air mataku, melihat
nenek yang telah merawatku dari aku umur 9th hingga 16th
telah pergi selamanya.
“Fan,
nenek udah pergi…kamu jangan tinggalkan aku yah” itu kata-kataku pada Fany saat
di atas mobil menuju rumah duka. Fany tersenyum dan menganggukan kepalanya. Selama
lima hari mama tinggal di rumah nenek, beliau mengambil cuti selama lima hari.
Papa juga mengambil cuti dan tinggal di rumah nenek selama tujuh hari sampai
acara tujuh hari meninggalnya nenek selesai.
Setelah acara
tujuh hari nenek, aku di boyong ke rumah Papa, aku tinggal bersama kedua orang
tuaku lagi. Aku sekolah di kota dimana Papa dan Mama tinggal, rasa sepipun
datang lagi. Aku sangat merindukan Fany, sudah seminggu kami tidak jumpa. Yang
bisa kami lakukan hanyalah saling mengabari via ponsel. Fany juga bilang kalau
dirinya sangat merindukanku. Tak ada alasan lagi untuk diriku agar bisa menemui
Fany setiap hari. Aku bertemu Fany saat acara empat puluh hari nenek. Fany
nampak begitu senang berjumpa dengan diriku. Akupun juga begitu.
"Jim, aku gak sanggup jika
berjauhan dengn dirimu, tinggallah disini Jim" pinta Fany
"maaf Fan, aku juga gak bisa
jauh dari kamu, tapi kamu tau sendiri situasinya sudah berbeda Fan"
jawabku.
"Jim, aku mohon tinggallah
disini dan sekolah denganku" lagi-lagi Fany memohon.
"ok, aku akan bujuk Papa Fan,
aku akan berusaha semampuku" jawabku untuk menenangkan Fany."terimakasih
sayang" kata Fany sambil memelukku di kamarnya. Setelah acara selesai,
tepat pukul 8 malam aku, Mama, dan Papa langsung pulang ke rumah yang memakan
waktu tiga jam perjalanan.
Ke esokan harinya sebelum aku berangkat sekolah, aku
mengutarakan niatku untuk tinggal di rumah nenek, namun Ayah menolak
keinginanku dengan alasan sudah waktunya aku tinggal bersama Mama dan Papa.
Apapun alasanku Papa tetap teguh dengan pendiriannya. Langsung saja aku kabari Fany
bahwa aku tidak bisa tinggal disana lagi. Fany menerima keputusan itu dengan
berat hati. Aku tahu Fany pasti sangat kecewa, terlihat dari sikapnya.
Seminggu telah
berlalu, Fany tidak bisa di hubungi dari ponselnya. Aku langsung hubungi om
Doni menanyakan kabarnya. Ternyata Fany sedang menemui Mamanya di luar kota.
Sudah dua minggu Fany tidak
memberiku kabar. Akhirnya aku membuat alasan kepada Papa, bahwa ada barangku
yang ketinggalan di rumah nenek. Bertepatan dengan adanya libur di sekolah aku
langsung pamit kepada Papa untuk kerumah nenek. Papa mengijinkanku asal aku
naik kendaraan umum, dengan menggunakan kendaraan umum, waktu tempuh lebih
lama, perjalanan memakan waktu empat jam. Akhirnya sampai juga aku dipertigaan
menuju rumah nenek, tinggal berjalan kaki beberapa meter dan terlihatlah rumah
nenek. Betapa senangnya diriku dapat melihat kembali rumah itu, rumah penuh
kenangan bersama nenek tercinta, juga kenangan bersama Fanyku sayang. Dengan
bersemangat aku ucapkan Salam didepan rumah om dony,”assalamualaikum”.
“Walaikumsalam” suara perempuan
dari dalam tak lain adalah tante Ria. Aku langsung menyalami tangan tante,
tante pun langsung menyuruhku masuk dan memanggil om Doni.
“lho, Jimmy…kok gak ngasik kabar?”
kata om Doni.
“iya om, Jimmy Cuma bentar di sini,
hanya dua hari saja karena ada barang yang ketinggalan di kamar.” Kataku
menjawab pertanyaan om Doni.
“ooo…gitu yah, ntar dulu yah biar
om ambilkan kunci rumah” kata om Doni.
“terimakasih om” jawabku
“nak Jimy udah makan?” Tanya tante Ria
“Udah tan, tadi sebelum berangkat
sudah makan banyak. Hehehe” kataku sambil tertawa.
“Oia tan, Fany kemana yah? Masih
disekolah ya?” tanyaku
“Om tidak tau kenapa Fany berubah
lagi” kata Om Doni dari dalam kamar berjalan menuju ruang tamu.
“Maksudnya om?” kataku..
“Mamanya Fany kemarin datang kesini
bersama Fany, Fany ternyata minta untuk tinggal bersama Mamanya lagi” kata om
Doni yang terlihat sedikit sedih.
“Fany tinggal bersama mamnya lagi?”
kata-kataku untuk mempertegas pernyataan Om Doni.
“iya Jim, mungkin disini dia tidak
ada teman, dan dia juga minta untuk kembali ke pesantren lagi” kata om Doni.
“ouw..gitu ya om, yah semoga Fany
baik-baik aja disana” kataku sok tegar.
“oia, ini juga ada titipan dari Fany,
katanya ini milik kamu yah?” kata om dony
Aku mengambil barang yang di
julurkan oleh om Doni, dan aku pamit untuk ke rumah nenek. Aku buka pintu rumah
depan, ternyata rumah ini sama seperti dulu, masih tertata rapi dan bersih. Aku
yakin om Doni merawat rumah ini dengan baik. Aku langsung masuk ke kamarku
waktu aku tinggal di rumah ini. tidak ada barang-barang lagi, hanya tempat
tidur yang tertutup kain putih. melihat semua ini aku jadi kangen kepada nenek.
Dan semua kenangan yang ada di rumah ini.
Aku hampir lupa dengan barang yang
aku pegang ini, ini adalah kaleng bekas cat, yang telah di sulap menjadi sebuh
celengan yang kami beli dulu saat ada pasar malem di desa ini. celengan ini
kami desain ulang dengan memberinya sebuah kunci, dan masing-masing dari kami
memiliki kunci itu. Aku ambil dompet di dalam tas di dalam dompet inilah ada
kuci kaleng ini. kubuka ternyata berisi surat dan foto kami berdua. Ku baca
tulisan di surat itu
“assalamualaikum, Jimmy saudaraku yang ku
sayang, mungkin Fany jahat kepada Jimmy karena Fany tidak ngasik kabar atas
keputusanku ini. Fany sudah tidak tahan lagi dengan hubungan jarak jauh kita
ini, Fany gak bisa hidup sendirian tanpa adanya seorang sahabat dan kekasih
seperti kamu. Maka dari itu Fany lebih baik kembali lagi ke pesantren, di sana Fany
mungkin akan mendapatkan seorang sahabat seperti kamu. Maafkan Fany Jim, aku
ambil keputusan ini demi kebaikan kita bersama, mulai saat ini kita jalani
hidup kita masing-masing. Terimakasih karena Jimmy sudah mampir di hati Fany,
sekarang Fany sayang Jimmy hanya sebagai adik dan fany ingin jimmy memanggilku
kakak. Wasalam..Fany”.
setelah
aku baca surat ini, aku hanya bisa menghela nafas panjang. Ternyata
kedatanganku kesini hanya sia-sia saja. Aku lihat foto yang di dalam kaleng
ternyata foto kami berdua saat rekreasi bersama om Doni. ku lihat foto kami
berdua yang tertawa lepas tanpa ada beban, itulah momen yang aku inginkan saat
ini.
Sekarang
aku sadar buat apa aku berlama-lama di sini karena tujuan utamaku adalah
menemui Fany, dan Fany tidak ada di sini, aku segera keluar dari rumah nenek
dan menuju rumah om Doni.
“om, Jimy langsung balik saja”
kataku
“loh, kok buru-buru? Gak istirahat
dulu bermalam disini?” kata om Doni.
“gpp om, Jimmy juga masih ada
kegiatan besok bersama teman di sekolah” kataku dengan nada yang di buat agak
senang.
“oia, masuk dulu. Om mau bicara”
kata om Doni
“iya nak Jimmy juga makan dulu,
tante udah siapin di dalam” sambung tante Ria
“makasih tante” aku langsung
mengikuti om dan tante menuju meja makan.
Sambil menyantap makanan, om Doni
mulai pembicaraan.
“Jimmy, om Cuma mau bilang pesan
nenek sebelum meninggal. Dua hari sebelum meninggal nenek pernah pesan kepada
om untuk jagain Jimmy kalau Jimmy masih tinggal di sini saat nenek sudah tiada.
Dan rumah yang nenek tempati itu untuk nak Jimmy, dan rumah ini untuk Fany agar
kalian tetap bersama sampai tua nanti. Karena nenek senang dengan keakraban
kalian berdua, namun semuanya tidak sesuai harapan nenek, Fany kembali ke
ibunya dan Jimmy juga kembali ke orang tuanya. Rumah nenek itu akan jadi milik Jimmy
saat Jimmy umur 20 tahun, dan rumah ini juga akan menjadi milik Fany saat umur
20 tahun. Dan om Doni akan tinggal dirumah baru yang kami berdua bangun,
mungkin tahun depan sudah bisa di huni.”om Doni menyelesaikan pembicaraannya
“Jimm bingung om, Jimmy gak tahu
harus bagaimana, Jimmy kangen nenek” aku berusaha untuk tidak menagis.
“udah, ayo di lanjut makannya” kata
tante Ria. Kami langsung melanjut acara makan kami. Aku hanya diam menikmati
makanan di atas piring, dan hanya ada suara piring yang beradu dengan sendok.
Setelah
makan, kami melanjutkan pembicaraan di ruang tamu. Tak terasa kami ngobrol
cukup lama, dan waktu telah menunjukan pukul 12 siang. Aku pamit untuk sholat
dulu sebelum pulang, setelah sholat aku langsung pulang menuju rumah dengan
hati yang tidak karuan. Yang ada dalam pikiranku adalah nenek dan Fany. Aku berfikiran
macam-macam tentang Fany, dalam pikiranku Fany sedang asik bersama laki-laki
lain di pesantren sesuai apa yang pernah di ceritakan Fany dulu. “ Aku benci Fany”.
Itulah kata yang aku keluarkan saat di dalam bis. Semua orang melihat ke
arahku, dan seorang inu-ibu menanyakan keadaanku.
“ada apa nak?” kata ibu itu
“gpp
buk, tadi cuma mimpi saat tidur. Hehehe” aku merasa malu saat itu.
Sesampainya dirumah, aku langsung masuk
kamar menatap langit-langit mengingat semua kenangan bersama Fany saat bersama
dulu. Namun semuanya telah pergi dan aku harus sabar dengan semua ini. aku
sudah hampir dewasa, sekarang sudah menjadi siswa menengah atas. Jadi aku harus
lebih tabah dan tegar menerima kenyataan ini. selamat tinggal Fany semoga kau
menemukan cinta baru, cinta yang kau impikan. Dan semoga diriku juga
mendapatkan kebahagiaan di sini. Fany kau masih sahabat dan saudaraku meski
kamu pergi jauh dariku. Aku akan selalu menjadi menyimpan kenangan bersama kita
dulu dalam lubuk hatiku. Ku pejamkan mataku dan berharap ada Fany di sampingku
memeluk diriku hingga pagi menjelang.