Tuesday, 10 July 2012

LOLIPOP PENGGANTI



“kamu itu sudah gede wisnu, cobalah menghentikan kebiasaanmu makan lolipop!” berkali kali sudah kata kata itu ibu ucapkan pada adikku wisnu. Namun nasehat itu bagaikan angin lalu baginya. Entah kenapa Wisnu begitu menyukai lolipop aku sendiri tak habis pikir. Sejak kecil ia memang sangat menyukai lolipop dan kebiasaan itu tak kami sangka berlanjut hingga sekarang saat ia sudah menginjak bangku SMU.
“Aku kan Cuma makan lolipop bu, memangnya dimana letak salahnya, Wisnu kan tak merokok.. bang Ronald  yang masih sekolah saja sudah merokok! Wisnu rasa menghisap lolipop lebih baik ketimbang merokok1” Wisnu selalu berargumen dan bisa menjawab dengan caranya. Dan selalu aku dibawa bawa untuk ia membela diri. Kalau ia sudah mengatakan itu maka ibu hanya bisa diam melihat padaku dengan pandangan sebal. Sebenarnya bukan hanya ibu saja yang resah dengan kebiasaannya itu namun Ayah dan kedua kakakku juga begitu. Hampir setiap hari kami menasehati Wisnu agar menghentikan kebiasaannya itu. Tapi percuma saja, sampai mulut kami berbusa Wisnu tak akan mendengarkan. Memang susah menghilangkan kebiasaan yang telah berlangsung bertahun tahun.
Sebenarnya Wisnu sudah mencoba menghentikan kebiasaannya itu. Tapi nampaknya ia tak berhasil. Kebiasaannya itu bukan tanpa sebab, sebenarnya kami semua dirumah punya andil hingga ia jadi terbiasa makan lolipop. Masih ku ingat dengan jelas sewaktu kami masih kecil. Wisnu yang saat itu sudah berusia empat tahun mempunyai kebiasaan buruk ngempeng, ibu memberinya empeng untuk mengalihkan kebiasaannya menyusu. Bayangkan saja pada usia hampir tiga tahun ia masih saja menetek. Ibu tak tahu bagaimana cara menghentikannya dan itu sangat membuat ibu terganggu. Bayanngkan saja kalau ibu tak menuruti keinginannya maka tak perduli jam berapa ia akan berteriak dan menangis hingga membuat kami serumah terganggu. Akhirnya ibu akan menyerah dan menyusuinya.
Untungnya ada kenalan ayah yang memberikan ide cemerlang agar Wisnu bisa menghilangkan kebiasaannya itu. Brotowali, ya... Brotowali, sejenis tanaman rambat yang biasa digunakan untuk obat malaria, mempunyai getah yang pahitnya minta ampun. Menurut anjuran teman ayah, getah brotowali itu efektif menghentikan kebiasaan balita menetek, katanya isterinya juga menerapkan cara itu ketika ingin melepaskan anaknya dari menyusu.
Ibu mengikuti saran itu, ternyata berhasil. Setiap kali wisnu mau menetek ibu akan mengoleskan getah Brotowali pada payudaranya dan hasilnya Wisnu tak mau karena terasa pahit. Ibu sangat lega, tapi kegembiraan itu hanya berlangsung sebentar, Wisnu jadi rewel lagi. Ia yang memang pada dasarnya cengeng selalu menangis, ibu memberikan susu botol namun ia lemparkan botol susu itu kemana mana. Tapi setelah diberi empeng ia tak rewel lagi.
Namun lagi lagi itu bagaikan sebuah bumerang yang malah berbalik meresahkan ibu. Sampai usianya lima tahun kebiasaan mengempeng itu masih saja dijalani adikku Wisnu. Tak ada waktu yang terlewati tanpa kulihat empeng bertengger di mulutnya. Nonton televisi, bermain bahkan sedang tidur pun empeng itu tak pernah lepas dari mulutnya. Ibu mau memasukkan Wisnu ke Taman Kanak Kanak. Tapi ibu malu kalau Wisnu masih mengempeng juga. Belum lagi ibu kuatir nanti Wisnu akan dijadikan bahan olokan yang empuk bagi teman temannya.
Yang mempunyai ide cemerlang kali ini adalah kak Sarah, ia kakak perempuanku yang paling tua. Kak sarah membelikan sebungkus lolipop rasa susu cokelat sama Wisnu adikku. Awalnya Wisnu tak mau namun setelah ia mencicipi dan menyukai rasanya ia meneruskan menghisap permen lolipop itu hingga habis. Saat Wisnu asik dengan lolipopnya, diam-diam kak Sarah mengambil empeng Wisnu dan membuangnya ke tong sampah didepan rumah.
Menyadari empengnya hilang Wisnu menangis sejadi jadinya. Ia baru diam setelah kak Sarah memberikannya lagi permen lolipop dan wisnu berhenti menangis. Ternyata lolipop bisa menggantikan empeng bagi Wisnu. Ibu lega dan ia memasukkan wisnu ke TK tanpa ada perasaan kuatir lagi. Namun tak disangka ternyata kebiasaan menghisap lolipop ini tak bisa berhenti dengan segala apapun daya dan upaya kami.
Wisnu meneruskan kebiasaannya itu hingga SD, SMP bahkan sekarang saat ia sudah SMU. Sebenarnya aku heran juga bagaimana bisa walaupun ia doyan dengan yang manis manis tapi giginya tak ada yang rusak, bahkan gigi adikku itu tumbuh dengan rapi dan putih. Wisnu banyak disukai teman sekelasnya karena pintar dan baik. Jadi biarpun kebiasaannya agak ganjil tapi aku lihat tak ada teman temannya yang keberatan dengan kebiasaannya itu. Bahkan aku lihat bebrapa teman akrabnya yang biasa ngumpul beberapa mengikuti kebiasaannya itu. Mungkin itu yang dinamakan pengaruh buruk atau malah solidaritas buta antara sahabat.
Siang itu aku sedang menikmati makan siangku dengan nyaman ditemani semilir angin sepoi sepoi diteras belakang rumah. Aku dikagetkan dengan teriakan ibu. Aku berlari dengan cepat masuk kerumah karena kuatir, ibu berdiri dipintu kamar Wisnu sambil memegang baju pestanya yang berlumuran permen lolipop yang meleleh. Aku mengusap dada dengan lega. Aku kira tadi entah terjadi apa hingga teriakan ibu sedemikian kerasnya. Seharian ibu mengomeli Wisnu yang meletakkan permen sembarangan hingga baju ibu terkena noda permen. Ibu sampai mengancam tak akan memberikan lagi Wisnu uang jajan kalau sampai ibu melihat ia masih saja beli permen lolipop. Setelah ibu pergi aku masuk ke kamar Wisnu. Dulu sebenarnya aku dan Wisnu tidur sekamar, tapi sejak kak Sarah menikah dan ikut suaminya tinggal jauh dari kami aku mengambil kamar kak Sarah yang kosong, terus terang aku tak sanggup sekamar lama lama dengan Wisnu yang menyebalkan, ia selalu serampangan menaruh lolipipnya hingga kadang majalah kesayanganku yang jadi korban, tangkai lolipop berserakan dikolong, di lantai, atas meja bahkan kadang dalam lemari.
Belum lagi ia jarang membereskan apalagi menyapu kamar. Hal itu lah yang membuat aku tak betah. Tapi walau bagaimanapun aku sangat menyayangi adik bungsuku itu. Meskipun anaknya ceroboh tapi dalam soal uang ia baik, kalau ia beli makanan hampir tak pernah lupa ia sisakan untuk aku. Meskipun ia beli hanya sedikit. Aku mendorong pintu kamar Wisnu. Ia sedang belajar dengan santai seakan ibu tak pernah mengomelinya. Aku menggeleng gelengkan kepala melihat tingkah laku adikku itu.
Beberapa hari ini kami agak dikagetkan dengan perubahan yang terjadi pada Wisnu, entah ada angin apa ia tak pernah lagi terlihat menghisap permen loli bahkan saat ia lagi belajar dikamar, permen yang biasa setia bertengger dimulutnya itu tak lagi aku lihat. Yang paling senang dengan perubahan ini tentu saja ibu. Bahkan ibu sampai membuat bubur merah putih saking senangnya sebagai ungkapan syukurnya. Namun aku penasaran apa yang membuat adikku bisa melepaskan ketergantungannya pada permen lolipop. Tak mungkin kalau tak ada apa apa nya tiba-tiba bisa berhenti sendiri. Apakah mungkin adikku sudah mengenal pacaran dan punya pacar dan ia malu kalau pacarnya melihat ia selalu menghisap permen loli. Namun aku lihat tak ada yang ganjil. Ia masih rajin dirumah nonton dan belajar seperti biasanya, tak ada indikasi kalau ia sedang dekat dengan cewek. Disekolah ia juga tak terlihat dekat-dekat dengan seorang cewek secara khusus.
Aku jadi makin penasaran, soalnya selama ini kami sudah capek menasehatinya namun ia tak hiraukan, tiba-tiba sekarang tak ada angin ribut tak ada hujan salju ia bisa berhenti sendiri. Tentu saja bagiku itu aneh.
Cuma sekarang-sekarang ini aku amati Wisnu terlihat akrab dengan Billy, teman sekelasku yang juga pengurus OSIS. Mereka suka bersama sama ke kantin dan berdiskusi. Kadang aku melihat mereka berdua ke perpustakaan bersama. Pernah aku bertanya pada Wisnu bagaimana ia bisa dekat dengan Billy yang terkenal sombong dan agak pemilih dalam berteman.
“kami banyak memiliki hobi yang sama bang, lagipula tak ada salahnya kan kalau adik kelas berteman dengan kakak kelas, Wisnu rasa itu bukan hal yang aneh kan?”
Malah ia berbalik meminta pendapatku. Aneh? Tentu saja tidak. Cuma heran iya! Soalnya Billy bukan orang yang supel maupun gaul, meski wajahnya diatas rata rata, Billy tak terlalu banyak teman. Beberapa cewek yang terang terangan menunjukkan ketertarikan mereka pada Billy tak pernah ia gubris. Aku juga biarpun sekelas hanya sekali sekali bicara dengannya. Itupun untuk masalah yang benar benar penting. Sekarang faktanya ia malah akrab dengan adikku malah bagiku membingungkan.
Sekarang malah Billy sering datang kerumahku mencari Wisnu, mereka belajar bersama. Aku tak pernah mengganggu mereka. Ibu menyukai Billy, kata ibu sejak berteman dengan Billy adikku banyak menunjukan perubahan dalama bersikap. Bahkan kata ibu adikku sekarang ini jadi pembersih. Kamarnya tak lagi berantakan dan baju nya selalu disetrika. Ia selalu brpenampilan rapi. Ternyata teman Wisnu kali ini membawa pengaruh baik bagi Wisnu dimata ibuku. Setiap ada Billy ibu selalu membuatkan mereka penganan ringan untuk dimakan sambil belajar. Wisnu dan Billy belajar dikamar dengan pintu tertutup karena tak mau terganggu. Memang prestasi Wisnu semakin meningkat sekarang ini. Biasanya ia hanya masuk tiga besar tapi smester kali ini ia malah menduduki peringkat utama dikelas. Hal itu membuat ayah dan ibuku bangga.
Sebagai seorang kakak aku ikut senang, siapa yang tak bangga kalau adiknya pintar dan berprestasi disekolah. Kalau aku memang tak pernah menonjol disekolah, kalau dibandingkan dengan wisnu aku memang kalah. Ia lebih tinggi dariku bahkan bisa di bilang jangkung, bahkan teman temanku banyak yang bilang kalau adikku itu jauh lebih cakep ketimbang aku. Ditambah lagi ia pintar. Sebenarnya ada sedikit perasaan iri pada Wisnu, aku bukan oranag yang malas belajar tapi tetap saja tak bisa meraih peringkat di kelas. Mungkin memang benar kalau manusia itu tak memiliki otak yang sama meskipun usaha yang dilakukan sama tak menentukan hasil yang sama.
Saat kelulusan tiba, walaupun nilaiku pas pasan namun aku bisa lulus. Rencananya aku akan meneruskan pendidikan di jogjakarta, teman temanku banyak yang ingin kuliah disana. Wisnu naik ke kelas dua dan menduduki juara umum. Seharian aku lihat ia bersama Billy. Mereka duduk di bawah pohon jarak dekat lapangan basket. Aku dengar Billy akan melanjutkan kuliah ke jakarta. Jadi Wisnu dan Billy tak bisa belajar bersama lagi. Aaku hampiri mereka berdua. Billy agak kaget melihatku namun ia tersenyum.
“kata Wisnu kamu akan kuliah di jogja, aku sih rencananya ke jakarta!” ujar Billy tanpa aku tanya. Tumben, selama ini ia tak pernah bicara denganku biarpun sering bertemu dirumahku. Kalau berpapasan denganku paling ia hanya tersenyum.
“Iya Bill, selamat ya NEM  kamu terbesar keempat disekolah kita!” aku berbasa basi. Ku lihat nampaknya Wisnu gelisah seakan akan kehadiranku membuat ia terganggu. Billy tersenyum sopan. Aku langsung pamit meninggalkan mereka berdua. Aku mau pulang kerumah dan berganti pakaian karena kami mau berkumpul dirumah Susan untuk merayakan kelulusan kami.
Hari hari keberangkatanku ke jogja semakin dekat, semua pakaian dan barang yang aku perlukan sudah aku susun rapi dalam kotak dan tas. Tinggal sehari lagi aku masih berada di bangka dan bersama keluargaku. Kak Sarah, kak Dewi dan Wisnu rencananya akan ikut mengantar sampai bandara.
Saat aku sedang menaruh kotak berisi buku dan beberapa peralatan, Billy datang. Ia mau bertemu Wisnu. Kata Billy lusa ia akan berangkat ke jakarta dan mau berpamitan sama adikku itu.  Aku memanggil Wisnu dan menyuruh Billy masuk. Tak lama Wisnu keluar ia mengajak Billy masuk ke kamarnya. Aku lihat mata Wisnu agak memerah seperti orang yang habis menangis. Mungkin ia sedih karena aku akan meninggalkan rumah ini selama beberapa tahun dan ia pasti akan kesepian.
Aku menunggu kak Dewi dan ibu yang katanya sedang ke supermarket untuk membeli makanan yang akan aku bawa ke jogja. Sebenarnya aku tak suka membawa terlalu banyak barang karena itu pasti sangat memberatkan, namun ibu bilang ia tak mau aku kelaparan, seakan bagi ibu di jogja tak ada makanan yang bisa aku makan. Sembari menunggu aku duduk di depan televisi. Aku menggeser duduk karena aku merasa dipantatku sedang menduduki sesuatu yang keras. Ku ambil ternyata ssebuah permen lolipop. Aku menatap permen itu dengan heran, kenapaa bisa ada permen lolipop lagi sedangkan Wisnu sudah lama menghentikan kebiasaannya itu. Aku mendengus dan berdiri. Aku berlari ke kamar wisnu dan membuka pintu, jantungku berdebar kencang saat aku melihat adegan yang tak pantas untuk dilihat bahkan oleh orang dewasa sekalipun. Lututku lemas seakan aku mau terjatuh. Aku menutup pintu kamar Wisnu pelan. Aku menyandar didinding sambil mengatur nafas. Mataku terpejam dan lolipop yang ada di tanganku terlepas.
Andaikan ibu tahu kenapa Wisnu bisa berhenti makan permen lolipop, andaikan ayah tahu apa yang menyebabkan wisnu bisa menghentikan kebiasaannya itu. Ternyata Wisnu sudah menemukan lolipop lain, lolipop yang tak akan pernah habis walau dihisap, yaitu lolipop Billy.


Edy Munarwan
2 juli 2012


Comments
0 Comments

0 comments:

Post a Comment

Terimakasih atas kunjungannya, besar harapan penulis tolong tinggalkan jejak dalam kolom komentar, terimakasih....