“kamu
itu sudah gede wisnu, cobalah menghentikan kebiasaanmu makan lolipop!” berkali
kali sudah kata kata itu ibu ucapkan pada adikku wisnu. Namun nasehat itu
bagaikan angin lalu baginya. Entah kenapa Wisnu begitu menyukai lolipop aku
sendiri tak habis pikir. Sejak kecil ia memang sangat menyukai lolipop dan
kebiasaan itu tak kami sangka berlanjut hingga sekarang saat ia sudah menginjak
bangku SMU.
“Aku
kan Cuma makan lolipop bu, memangnya dimana letak salahnya, Wisnu kan tak
merokok.. bang Ronald yang masih sekolah
saja sudah merokok! Wisnu rasa menghisap lolipop lebih baik ketimbang merokok1”
Wisnu selalu berargumen dan bisa menjawab dengan caranya. Dan selalu aku dibawa
bawa untuk ia membela diri. Kalau ia sudah mengatakan itu maka ibu hanya bisa
diam melihat padaku dengan pandangan sebal. Sebenarnya bukan hanya ibu saja
yang resah dengan kebiasaannya itu namun Ayah dan kedua kakakku juga begitu.
Hampir setiap hari kami menasehati Wisnu agar menghentikan kebiasaannya itu. Tapi
percuma saja, sampai mulut kami berbusa Wisnu tak akan mendengarkan. Memang
susah menghilangkan kebiasaan yang telah berlangsung bertahun tahun.
Sebenarnya
Wisnu sudah mencoba menghentikan kebiasaannya itu. Tapi nampaknya ia tak
berhasil. Kebiasaannya itu bukan tanpa sebab, sebenarnya kami semua dirumah
punya andil hingga ia jadi terbiasa makan lolipop. Masih ku ingat dengan jelas
sewaktu kami masih kecil. Wisnu yang saat itu sudah berusia empat tahun
mempunyai kebiasaan buruk ngempeng, ibu memberinya empeng untuk mengalihkan
kebiasaannya menyusu. Bayangkan saja pada usia hampir tiga tahun ia masih saja
menetek. Ibu tak tahu bagaimana cara menghentikannya dan itu sangat membuat ibu
terganggu. Bayanngkan saja kalau ibu tak menuruti keinginannya maka tak perduli
jam berapa ia akan berteriak dan menangis hingga membuat kami serumah
terganggu. Akhirnya ibu akan menyerah dan menyusuinya.
Untungnya
ada kenalan ayah yang memberikan ide cemerlang agar Wisnu bisa menghilangkan
kebiasaannya itu. Brotowali, ya... Brotowali, sejenis tanaman rambat yang biasa
digunakan untuk obat malaria, mempunyai getah yang pahitnya minta ampun.
Menurut anjuran teman ayah, getah brotowali itu efektif menghentikan kebiasaan
balita menetek, katanya isterinya juga menerapkan cara itu ketika ingin
melepaskan anaknya dari menyusu.
Ibu
mengikuti saran itu, ternyata berhasil. Setiap kali wisnu mau menetek ibu akan
mengoleskan getah Brotowali pada payudaranya dan hasilnya Wisnu tak mau karena
terasa pahit. Ibu sangat lega, tapi kegembiraan itu hanya berlangsung sebentar,
Wisnu jadi rewel lagi. Ia yang memang pada dasarnya cengeng selalu menangis,
ibu memberikan susu botol namun ia lemparkan botol susu itu kemana mana. Tapi
setelah diberi empeng ia tak rewel lagi.
Namun
lagi lagi itu bagaikan sebuah bumerang yang malah berbalik meresahkan ibu.
Sampai usianya lima tahun kebiasaan mengempeng itu masih saja dijalani adikku
Wisnu. Tak ada waktu yang terlewati tanpa kulihat empeng bertengger di
mulutnya. Nonton televisi, bermain bahkan sedang tidur pun empeng itu tak
pernah lepas dari mulutnya. Ibu mau memasukkan Wisnu ke Taman Kanak Kanak. Tapi
ibu malu kalau Wisnu masih mengempeng juga. Belum lagi ibu kuatir nanti Wisnu
akan dijadikan bahan olokan yang empuk bagi teman temannya.
Yang
mempunyai ide cemerlang kali ini adalah kak Sarah, ia kakak perempuanku yang
paling tua. Kak sarah membelikan sebungkus lolipop rasa susu cokelat sama Wisnu
adikku. Awalnya Wisnu tak mau namun setelah ia mencicipi dan menyukai rasanya
ia meneruskan menghisap permen lolipop itu hingga habis. Saat Wisnu asik dengan
lolipopnya, diam-diam kak Sarah mengambil empeng Wisnu dan membuangnya ke tong
sampah didepan rumah.
Menyadari
empengnya hilang Wisnu menangis sejadi jadinya. Ia baru diam setelah kak Sarah
memberikannya lagi permen lolipop dan wisnu berhenti menangis. Ternyata lolipop
bisa menggantikan empeng bagi Wisnu. Ibu lega dan ia memasukkan wisnu ke TK
tanpa ada perasaan kuatir lagi. Namun tak disangka ternyata kebiasaan menghisap
lolipop ini tak bisa berhenti dengan segala apapun daya dan upaya kami.
Wisnu
meneruskan kebiasaannya itu hingga SD, SMP bahkan sekarang saat ia sudah SMU.
Sebenarnya aku heran juga bagaimana bisa walaupun ia doyan dengan yang manis
manis tapi giginya tak ada yang rusak, bahkan gigi adikku itu tumbuh dengan
rapi dan putih. Wisnu banyak disukai teman sekelasnya karena pintar dan baik.
Jadi biarpun kebiasaannya agak ganjil tapi aku lihat tak ada teman temannya
yang keberatan dengan kebiasaannya itu. Bahkan aku lihat bebrapa teman akrabnya
yang biasa ngumpul beberapa mengikuti kebiasaannya itu. Mungkin itu yang
dinamakan pengaruh buruk atau malah solidaritas buta antara sahabat.
Siang
itu aku sedang menikmati makan siangku dengan nyaman ditemani semilir angin
sepoi sepoi diteras belakang rumah. Aku dikagetkan dengan teriakan ibu. Aku
berlari dengan cepat masuk kerumah karena kuatir, ibu berdiri dipintu kamar
Wisnu sambil memegang baju pestanya yang berlumuran permen lolipop yang
meleleh. Aku mengusap dada dengan lega. Aku kira tadi entah terjadi apa hingga
teriakan ibu sedemikian kerasnya. Seharian ibu mengomeli Wisnu yang meletakkan
permen sembarangan hingga baju ibu terkena noda permen. Ibu sampai mengancam
tak akan memberikan lagi Wisnu uang jajan kalau sampai ibu melihat ia masih
saja beli permen lolipop. Setelah ibu pergi aku masuk ke kamar Wisnu. Dulu
sebenarnya aku dan Wisnu tidur sekamar, tapi sejak kak Sarah menikah dan ikut
suaminya tinggal jauh dari kami aku mengambil kamar kak Sarah yang kosong,
terus terang aku tak sanggup sekamar lama lama dengan Wisnu yang menyebalkan,
ia selalu serampangan menaruh lolipipnya hingga kadang majalah kesayanganku
yang jadi korban, tangkai lolipop berserakan dikolong, di lantai, atas meja
bahkan kadang dalam lemari.
Belum
lagi ia jarang membereskan apalagi menyapu kamar. Hal itu lah yang membuat aku
tak betah. Tapi walau bagaimanapun aku sangat menyayangi adik bungsuku itu.
Meskipun anaknya ceroboh tapi dalam soal uang ia baik, kalau ia beli makanan
hampir tak pernah lupa ia sisakan untuk aku. Meskipun ia beli hanya sedikit.
Aku mendorong pintu kamar Wisnu. Ia sedang belajar dengan santai seakan ibu tak
pernah mengomelinya. Aku menggeleng gelengkan kepala melihat tingkah laku
adikku itu.
Beberapa
hari ini kami agak dikagetkan dengan perubahan yang terjadi pada Wisnu, entah
ada angin apa ia tak pernah lagi terlihat menghisap permen loli bahkan saat ia
lagi belajar dikamar, permen yang biasa setia bertengger dimulutnya itu tak
lagi aku lihat. Yang paling senang dengan perubahan ini tentu saja ibu. Bahkan ibu
sampai membuat bubur merah putih saking senangnya sebagai ungkapan syukurnya.
Namun aku penasaran apa yang membuat adikku bisa melepaskan ketergantungannya
pada permen lolipop. Tak mungkin kalau tak ada apa apa nya tiba-tiba bisa
berhenti sendiri. Apakah mungkin adikku sudah mengenal pacaran dan punya pacar
dan ia malu kalau pacarnya melihat ia selalu menghisap permen loli. Namun aku
lihat tak ada yang ganjil. Ia masih rajin dirumah nonton dan belajar seperti
biasanya, tak ada indikasi kalau ia sedang dekat dengan cewek. Disekolah ia
juga tak terlihat dekat-dekat dengan seorang cewek secara khusus.
Aku
jadi makin penasaran, soalnya selama ini kami sudah capek menasehatinya namun
ia tak hiraukan, tiba-tiba sekarang tak ada angin ribut tak ada hujan salju ia
bisa berhenti sendiri. Tentu saja bagiku itu aneh.
Cuma
sekarang-sekarang ini aku amati Wisnu terlihat akrab dengan Billy, teman
sekelasku yang juga pengurus OSIS. Mereka suka bersama sama ke kantin dan
berdiskusi. Kadang aku melihat mereka berdua ke perpustakaan bersama. Pernah
aku bertanya pada Wisnu bagaimana ia bisa dekat dengan Billy yang terkenal
sombong dan agak pemilih dalam berteman.
“kami
banyak memiliki hobi yang sama bang, lagipula tak ada salahnya kan kalau adik
kelas berteman dengan kakak kelas, Wisnu rasa itu bukan hal yang aneh kan?”
Malah
ia berbalik meminta pendapatku. Aneh? Tentu saja tidak. Cuma heran iya! Soalnya
Billy bukan orang yang supel maupun gaul, meski wajahnya diatas rata rata,
Billy tak terlalu banyak teman. Beberapa cewek yang terang terangan menunjukkan
ketertarikan mereka pada Billy tak pernah ia gubris. Aku juga biarpun sekelas hanya
sekali sekali bicara dengannya. Itupun untuk masalah yang benar benar penting.
Sekarang faktanya ia malah akrab dengan adikku malah bagiku membingungkan.
Sekarang
malah Billy sering datang kerumahku mencari Wisnu, mereka belajar bersama. Aku
tak pernah mengganggu mereka. Ibu menyukai Billy, kata ibu sejak berteman
dengan Billy adikku banyak menunjukan perubahan dalama bersikap. Bahkan kata
ibu adikku sekarang ini jadi pembersih. Kamarnya tak lagi berantakan dan baju
nya selalu disetrika. Ia selalu brpenampilan rapi. Ternyata teman Wisnu kali
ini membawa pengaruh baik bagi Wisnu dimata ibuku. Setiap ada Billy ibu selalu
membuatkan mereka penganan ringan untuk dimakan sambil belajar. Wisnu dan Billy
belajar dikamar dengan pintu tertutup karena tak mau terganggu. Memang prestasi
Wisnu semakin meningkat sekarang ini. Biasanya ia hanya masuk tiga besar tapi
smester kali ini ia malah menduduki peringkat utama dikelas. Hal itu membuat
ayah dan ibuku bangga.
Sebagai
seorang kakak aku ikut senang, siapa yang tak bangga kalau adiknya pintar dan
berprestasi disekolah. Kalau aku memang tak pernah menonjol disekolah, kalau
dibandingkan dengan wisnu aku memang kalah. Ia lebih tinggi dariku bahkan bisa
di bilang jangkung, bahkan teman temanku banyak yang bilang kalau adikku itu
jauh lebih cakep ketimbang aku. Ditambah lagi ia pintar. Sebenarnya ada sedikit
perasaan iri pada Wisnu, aku bukan oranag yang malas belajar tapi tetap saja
tak bisa meraih peringkat di kelas. Mungkin memang benar kalau manusia itu tak
memiliki otak yang sama meskipun usaha yang dilakukan sama tak menentukan hasil
yang sama.
Saat
kelulusan tiba, walaupun nilaiku pas pasan namun aku bisa lulus. Rencananya aku
akan meneruskan pendidikan di jogjakarta, teman temanku banyak yang ingin
kuliah disana. Wisnu naik ke kelas dua dan menduduki juara umum. Seharian aku
lihat ia bersama Billy. Mereka duduk di bawah pohon jarak dekat lapangan
basket. Aku dengar Billy akan melanjutkan kuliah ke jakarta. Jadi Wisnu dan
Billy tak bisa belajar bersama lagi. Aaku hampiri mereka berdua. Billy agak
kaget melihatku namun ia tersenyum.
“kata
Wisnu kamu akan kuliah di jogja, aku sih rencananya ke jakarta!” ujar Billy
tanpa aku tanya. Tumben, selama ini ia tak pernah bicara denganku biarpun
sering bertemu dirumahku. Kalau berpapasan denganku paling ia hanya tersenyum.
“Iya
Bill, selamat ya NEM kamu terbesar
keempat disekolah kita!” aku berbasa basi. Ku lihat nampaknya Wisnu gelisah
seakan akan kehadiranku membuat ia terganggu. Billy tersenyum sopan. Aku
langsung pamit meninggalkan mereka berdua. Aku mau pulang kerumah dan berganti
pakaian karena kami mau berkumpul dirumah Susan untuk merayakan kelulusan kami.
Hari
hari keberangkatanku ke jogja semakin dekat, semua pakaian dan barang yang aku
perlukan sudah aku susun rapi dalam kotak dan tas. Tinggal sehari lagi aku
masih berada di bangka dan bersama keluargaku. Kak Sarah, kak Dewi dan Wisnu
rencananya akan ikut mengantar sampai bandara.
Saat
aku sedang menaruh kotak berisi buku dan beberapa peralatan, Billy datang. Ia
mau bertemu Wisnu. Kata Billy lusa ia akan berangkat ke jakarta dan mau
berpamitan sama adikku itu. Aku
memanggil Wisnu dan menyuruh Billy masuk. Tak lama Wisnu keluar ia mengajak
Billy masuk ke kamarnya. Aku lihat mata Wisnu agak memerah seperti orang yang habis
menangis. Mungkin ia sedih karena aku akan meninggalkan rumah ini selama
beberapa tahun dan ia pasti akan kesepian.
Aku
menunggu kak Dewi dan ibu yang katanya sedang ke supermarket untuk membeli
makanan yang akan aku bawa ke jogja. Sebenarnya aku tak suka membawa terlalu
banyak barang karena itu pasti sangat memberatkan, namun ibu bilang ia tak mau
aku kelaparan, seakan bagi ibu di jogja tak ada makanan yang bisa aku makan.
Sembari menunggu aku duduk di depan televisi. Aku menggeser duduk karena aku merasa
dipantatku sedang menduduki sesuatu yang keras. Ku ambil ternyata ssebuah
permen lolipop. Aku menatap permen itu dengan heran, kenapaa bisa ada permen
lolipop lagi sedangkan Wisnu sudah lama menghentikan kebiasaannya itu. Aku
mendengus dan berdiri. Aku berlari ke kamar wisnu dan membuka pintu, jantungku
berdebar kencang saat aku melihat adegan yang tak pantas untuk dilihat bahkan
oleh orang dewasa sekalipun. Lututku lemas seakan aku mau terjatuh. Aku menutup
pintu kamar Wisnu pelan. Aku menyandar didinding sambil mengatur nafas. Mataku
terpejam dan lolipop yang ada di tanganku terlepas.
Andaikan
ibu tahu kenapa Wisnu bisa berhenti makan permen lolipop, andaikan ayah tahu
apa yang menyebabkan wisnu bisa menghentikan kebiasaannya itu. Ternyata Wisnu
sudah menemukan lolipop lain, lolipop yang tak akan pernah habis walau dihisap,
yaitu lolipop Billy.
Edy
Munarwan
2
juli 2012