Tuesday 10 July 2012

KU RELAKAN


By : ilham
Aku duduk termangu menatap pemuda yang telah membuat kehidupanku cerah. Dia terbaring lemah dengan berbargai selang ditubuhnya dan bantuan pernafasan. Pikiran ku kalut. Takut kehilangan. Aku menerawang memutar memori kehidupanku sejak pertamakali ku bertemu dengan dia.
~ flash back ~
Aku pulang dengan membawa uang Rp 50.000 dari jerih payahku menjual koran dan ngamen. Aku senang sekali akhirnya aku bisa beli obat buat ibuku. Ku simpan 20.000 disakuku. Aku berlari dan terus berlari ingin cepat sampai dirumah lalu mengabari berita baik ke ibu. Wah., Akhirnya sampai juga. Ku buka pintu, aku kaget yangku dapatkan di sana adalah ayahku. Langsung saja aku sembunyikan uang itu ke belakang. Ayahku sepertinya curiga karena ku menyembunyikan sesuatu
"Apa itu!!!" Hardik ayah seraya menghampiriku dan memaksa untuk memperlihatkan.
"G-gak ada a-apa2 yah" ucapku gugup dengan tampang ketakutan.
"Jangan bohong!! Masih kecil udah belajar bohong hah..." bentak ayah dengan wajah menyeramkan
Aku dengan takut menjukkan yang ku sembunyikan. Setelah melihat apa yang aku tunjukkan, wajah ayah yang tadinya menakutkan kini telah sirna berganti senyuman licik.
"Hahaha... Bocah pintar... Mana uangnya" printah ayah dengan tawa liciknya.
"Jangan ayah... Ini buwat ibu beli obat..." Rengek ku sambil mengamankan uangku. Dan.
Plak
Sebuah tamparan mendarat dipipiku. Aku jatuh tersungkur dengan uang berceceran. Aku menangis sambil mengelus pipiku
"Udah jangan urusin ibumu itu. Dia hanya sakit-sakitan. Buang-buang uangsaja. Mati aja sekalian biar tidak merepotkan" tutur ayah tak berdosa.
"A-ayah j-ahat... J-ang-an bila-ng gi-tu ayah... Ayah nanti dosa" Kilahku dengan isak tangis.
"Halah... Tau apa kamu hah..." hardik ayah lalu memungut uangku yang tadi berceceran. Terlihat wajahnya senyum menyeringai. Lantas dia pergi meninggalkan aku yg masih menangis. Ayahku pergi keluar. Ku sempat mendengar tawa ayahku diluar sana.
Aku berlari kekamar ibu masih dengan isak tangisku. Setelah sampai, ku peluk ibuku yg masih berbaring lemah.
"Ada apa nak?" tanya ibu dengan suara melemah.
"Maaf ilham ya bu. Ilham gak bisa jaga uang buat beli obat ibu. Tadi ayah merampas uang ilham. Huhuhu" aku masih nangis sampai sesenggukan.
"Udah dak apa-apa huk huk jangan nangis lagi... Anak ibu gak boleh cengeng... Anak ibu harus kuat hukhuk." ujar ibu sambil menasehat ku.
"Ibu kan sakit... Harus beli obat kan...?" Timpal ku
"huk huk... Udah... Ibu dak apa-apa.. Huk huk... Ibu masih kuat kok..."
"Ah ibu... Dak apa melulu... Hem... Nanti... Kalau ilham punya uang baaanyak... Ilhan akan bawa ibu pergi dari sini ya bu... Biar gak dimarahi terus sama ayah... Soalnya ilham gak kuat dimarahi terus..."
Ku dengar ibu menghembuskan nafas halus, "Memang ilham mau bawa pergi ibu kemana?" Tanya ibu.
"Hem... Pokoknya Ketempat yang jauh dari ayah deh... Lalu ilham bawa ibu ke rumah sakit biar cepat sembuh... Doain ilham ya bu... Biar dapat uang baaanyak" jawab ku sambil tanganku melukis lingkar besar di udara.
Kulihat ibu sedang senyum "Iya... Ibu doakan ilham semoga dapat uang baanyak..."
Tiba-tiba aku teringat bahwa aku menyimpan uang 20.000. Mudah-mudahan uang itu cukup buat beli obat ibu.
"Oh ya bu... Ilham baru ingat, tadi ilham nyimpan uang 20.000 Cukup gak ya bu?"
"Mungkin cukup... Tapi dak usah lah nak... Huk huk simpan aja uang ilham... Buat jajan ilham aja... Ibu baik-baik aja kok Huk huk huk huk.."
"Tu kan ibu bilang baik-baik aja melulu. Tapi kok batuk terus..."
"Batuk ini biasa aja kok nak huk huk huk huk huk huk" ibu batuk semakin menjadi-jadi aku langsung panik.
"Ibu gak apa-apa kan" Tanya ku khawatir.
Ibu dak menjawab malah batuk terus. Aku tambah panik. Aku tidak tahu harus melakukan apa? Ku melihat di tangan ibu ada darah, seusai batuk tadi. Ku menanyakan sekali lagi. Tapi ibu masih tidak menjawab. Berarti ku harus beli obat.
"Bu.,. Ilham mau beli obat aja ya bu..." Tanpa pesetujuan ibu, aku langsung keluar.
Ku berlari dan terus berlari. Jarak Apotik dengan rumah berjarak sekitar kurang lebih 1 kilo. Demi ibu aku harus dapat obat. Lelah. Ya sekarang yg ku dapat adalah lelah. Tapi tak apa. Demi ibu aku harus mendapatkan obat. Entah berapa menit atau jam. Akhirnya sampai juga. Setelah masuk aku langsung bingung. Mau beli obat apa. Duh gimana ini. Kenapa aku tadi tidak menanyakan ke ibu? Ah tapi percuma, ibu takkan membiritahu. Ketika ku sedang kompromi dengan pikiranku. Seorang membuyar lamunanku.
"Adek mau beli apa?" tanya penjual itu.
"Saya bingung mau beli obat apa. Ku lupa tadi gak nanya ke ibu" jawabku.
Penjual itu mengernyitkan dahinya.
"Loh kok bisa lupa dek" tanya penjual itu lagi masih dengan mengernyitkan dahinya.
"Soalnya saya langsung kesini. Ibu membantah terus itu."
"Hem... Gini aja dek. Adek tau apa penyakit ibu mu"
Aku tambah bingung. Aku belum tau penyakit ibu.
"Aku juga gak tau. Ibu batuk terus gitu, dan sesudah batuk ada darah dimulutnya"
"jadi ibumu udah sangat parah  penyakitnya" mendengar itu aku jadi syok.
"Hah? Benar tah bu? Lalu apa ya bu obatnya" tanya ku tegang
"Di bawa kerumah sakit kenapa dek. Soalnya penyakit ibumu sudah parah"
"Saya gak punya uang banyak bu. Beli obat aja udah susah bu. Terus apa obatnya bu?"
Penjual itu berfikir. Lalu mencari obat ibuku. Beberapa detik, penjual itu berhasil menemukan lalu membungkusnya.
"Ini dek obatnya" Penjual itu menyodorkan obat ke aku. Lalu aku mengambilnya
"Berapa bu?" tanya ku harga obat itu
"21.000" jawab penjual itu
Aku jadi bengong. Kurang seribu? Aduh gimana ya?
"Yah bu... Kurang seribu"
"Hem... Tidak apa-apa cuma seribu." aku gembira langsung ku serahkan uang itu.
"Ini buk... Makasih ya buk..."
"Ya sama-sama"
Aku langsung keluar dan lari lagi. Aku gembira sekali karena sudah dapat obat. Jadi ibu akan sembuh. Aku cepat-cepat kerumah. Ngasih obat ke ibu. Tiba-tiba perasaan tak enak menyelimuti ku. Ku takut ada apa2 dengan ibuku. Ku tambah kecepatan lariku. Seperkian menit akhirnya sampai juga. Sebentar dulu... Dirumah kok banyak orang ya? Langsung aja aku ke dalam. Sampai di dalam orang-orang memandangku dengan raut sedih. Kenap orang pada sedih semua? Aku tak mengerti. Langsung aku kekamar. Ku melihat semua badan ibuku ditutupi selimut. Aku langsung kaget. Ku juga melihat ayahku lagi menundukkan kepala.
"Yah... Ibu kenapa? Dan kenapa disini kok banyak orang?" Aku bertanya kepada ayah dengan suara bergetar.
Ayah tak menjawab, malah memelukku erat. Aku makin bingung dibuatnya. Terdengar isakan ayah tertahan.
"Nak... Ibumu telah tiada..." ucapan ayah bergetar
"Maksud ayah apa?"Lagi-lagi ku dibuat bingung.
"Ibumu meninggal nak.."
Serasa bongkahan batu menghantam rongga dadaku. Aku tersesak.
"Ayah gak bohong kan?" Aku melepaskan pelukan ayah. Lalu menghampiri ibu.
"Ibu... Ayah bohongkan... Ibu bangun... Bilang kalau Ayah bohong bu..." aku menggoyang goyangkan badan ibu. Ibu tak bergerak sama sekali. Lingan air mataku tak tahan lagi menbendung. Aku menangis. Tuhan... Aku belum siap menghadapi kenyataan ini. Aku masih membutuhkan kasih sayang ibu. Kenapa dengan tega Engkau mengambilnya.
"Ibu kenapa gak nunggu ilham... Ilham kan janji. Kalau ilham punya uang baaanyak. Ilham akan bawa ibu kerumah sakit biar sembuh. Tapi kenapa ibu gak nunggu ilham. Ibu kenapa gak jawab.. Jawab bu... IBU... IBU.." Aku menangis semakin menjdi.
Tuhan. Aku tak kuat menghadapi kenyataan ini. Aku bahkan belum sempat membahagiakan ibuku... Tolong Tuhan kembalikan ibuku.
Tiba-tiba mataku memburam. Lututku terasa tak kuat menopang tubuhku.
Bugh
Aku terjatuh tersungkur penglihatanku tak jelas. Samar-samar terdengar panggilan ayah lalu semua menjadi gelap.
#####
Aku terbangun tatkala suara lantunan ayat suci Al-qur'an terdengar lirih. Kepalu pusing. Aku mengingat-ingat yang terjadi kepada diriku. IBU. Aku teringat ibu. Aku langsung lari menemui ibuku. Ibuku berada di ruangan depan.
"Ibu..." semua mata memandang kearahku. Tak kupedulikan.
"Ibu... Jangan tinggalin ilham... Bangun bu... Bangun" aku menangis sambil memeluk ibu.
"Jangan tinggalin ilham.,."
Ku merasakan tangan menyentuh bahuku.
"Udahlah nak... Ikhlaskan ibu... Jangan nangis... Nanti ibumu ikutan sedih lihat ilham menangis. Iklaskan biar ibu tenang di alam kubur nanti." ayah mencoba menenangku.
Ku tepis tangan ayah "Ilham belum siap kehilangan ibu... Ilham belum siap yah"
Ayah memelukku erat. Entah kenapa ketika ayah memelukku. Hatiku seketika damai. Yang dulu pelukan ayah yang  menghilang kini kembali. Ku balas pelukan ayah. Ku menangis di pangkuan ayah. Seketika itu, aku teringat pesan ibu bahwa aku jangan cengeng harus kuat.
"Ok ibu... Ilham janji gak cengeng lagi. Ilham akan tangguh" kulihat ayah tersenyum. Ku benamkan mukakku kepangkuan ayah. Orang-orang sudah selesai membaca Al-qur'an. Saatnya ibu dishalat kan lalu berangkat ketempat pemakaman.
####
Tubuh ibuku diturunkan keliang lahat yang sunyi dan sepi. Aku berusaha untuk tidak menangis. Tapi usahaku sia-sia. Aku menangis. Tubuh ibu berhasil diturunkan kebawah, lalu diadzankan. Setelah diadzankan Para penggali kubur itu naik dan membenam tubuh ibuku. Kini terakhir kalinya aku melihat ibuku.
Taburan bunga menghiasi pemakaman ibuku. Sedikit demi sedikit para pelayat pulang.
~0~0~0~0~
IBU....
Saat pertama bias mentari surya menyentuh wajahku,
Engkau dengan suka cita merangkul dan mendekapku
Hanya kasihmu yang tulus,
Bagaikan selubung cinta yang melindungi
Untuk menapak jalan yang lurus.
Dengan doa-doa mu yang kudus

Ibu...
Ketika mentari senja menghampiri hidupmu,
Engkau terlihat lelah dengan langkah derita
Yang telah dilewati
Namun kehangatan kasihmu,
Tetap terasa tiada habisnya
Tangan lembut,
telah mengantarkan langkah langkah anakmu menapaki hari.
Tiada putus doa untuk keselamatan yang kau pinta untuk sibuah hati,
Sepanjang waktu hingga kini di batas senja

Ibu...
Cinta kasihmu yang tulus terbentang bagai samudra
Dalam dan luas tiada terbatas.
Tiada kata yang dapat terucap untuk dapat menyeberangi lautan kasihmu
Tiada harta yang dapat menandingi indahnya kilauan mutiara cintamu
Hanya doa yang tulus dan iklas yang selalu kupanjatkan
Kepada Allah Tuhanku.
Ibu, ada dan tiada dirimu, aku selalu memohon ampunan untuk mu,
Meminta Kasih dan Sayang-Nya
Sebagai balasan untukmu
Yang akan ku pinta Ke Rabbi hingga akhir menutup mata.
SAYANGILAH ORANG TUAMU DAN MULIAKANLAH IBUMU SEBELUM KAMU MENIKMATI PENYESALAN
Kita tercipta dari setetes cinta anta ayah dan ibu. Cinta berbuah dan besemayam di rahim ibu hingga sembilan bulan lamanya. Ketika saatnya kita lahir, dengan penuh perjuangan antara hidup dan mati ibu mempertaruhhkan nyawanya demi sang jabang bayi. Dengan penuh rasa cinta dan kasih, ibu menyerahkan air susunya sebagai asupan energi pertama bagi kita untuk memulai kehidupan.
Tanpa letih dan lelah mereka memperhatikan perkembangan tubuh dan tingkah laku kita. Dengan penuh kasih sayang dirawatnya kita agar tumbuh menjadi manusia dewasa kelak. Ibu senantiasa bertutur dengan kata-kata yang penuh makna cinta pada bayinya yang mungil. Bahasa kalbu ibu adalah ungkapan rasa sayangnya pada kita. Demikianlah mereka dengan penuh perhatian mengasuh kita hingga mampu berdiri berdiri, berlari, dan berani menatap masa depan untuk mandiri.
Cinta ibu bagai jalan panjang yang tidak dapat terputus, berputar tiada batas, dan menelusuri jalan kasih yang tiada pupus. Kasih ibu bagaikan siraman air yang sejuk dipagi hari, mampu mendingin hati yang panas bergolak, menyuburkan tanaman jiwa, dan penuh kehangatan dalam pelukannya.
Betap indahmya masa kecil kita, ketika ayah dan ibu seiring sejalan meniti langkah, menapak hari demi hari menuju masa depan kita. Betapa mulia cinta kasih ibu, tulus, dan kudus kepada si permata jiwa. Bahkan ia rela mati demi mempertahankan si buah hati.
~0~0~0~0~
Ku nikmati kesejukan dibawah pohon beringin yang rindang nan damai. Terdengar gesekan demi gesekan dedaunan yang memecah kesunyian. Kicauan burung bernyanyi menambah irama yang merdu. Sejak meninggalnya ibuku. Aku sering duduk disini, mengusir kejenuhan. Kini sudah 10 harinya ibuku meninggal. Ternyata Tuhan mengambil ibuku ada maksud yang tersirat didalamnya. Sekarang aku mengerti. Sejak ibuku meninggal, ayah menjadi baik kepada aku dan tidak memarahiku lagi. Ayah tak main judi lagi maupun minum-minuman. Karena aku yang berbuat perjanjian . Aku sangat bersyukur itu. Biarpun ibuku telah tiada kini ayahlah penggantinya.
Asik-asiknya ngelamun. Aku dikagetkan oleh suara khas seseorang. Aku menoleh ke arah sumber suara itu. Seorang laki-laki berkulit putih beralis tebal seumuran ku 9 tahun membawa dua permen lingkaran warna warni entah apa itu, sedang menyapaku.
"Hai..."
Aku terbengong melihat anak ini. Begitu bersih tampan lagi Seperti aktor Mario maurer.
Kibasan tangan di depanku membuyar kebengonganku
"E-eh h-ai..." balasku gugup
"lagi apa disini?" tanya anak itu
"gak lagi ngapa-ngapain. Cuma berteduh aja" jawabku masih dengan nada kegugupan.
"O... Mau ini?" anak itu menyodorkan permen lingkaran besar dan berwarna warni.
Aku ragu mengambilnya. Tapi  Akhirnnya ku ambil juga. Karena penasaran apa ini namannya aku bertanya ke dia
"ini permen apa ya?"
"Itu namanya lolypop" jawab dia.
Ku ber-O aja. Ku jilati permen yg katanya bernama Lolipop ini. Hem enak, manis.
"gimana? Enak gak?"
"hem... Enak..." jawabku jujur.
"Oh ya kita belum kenalan kan? Nama ku fandy nama kamu siapa?" dia menyodorkan tangannya ke arahku.
"Namaku ilham" aku menjabat tangan. Kami lama sekali menjabat tangan dan mata kami beradu.
Ketika ku sadar langsung ku tarik tanganku. Malu. Ya ku malu sekarang.
"Kamu kelas berapa?"tanya dia setelah hening tadi.
"Aku kelas lima kamu?" jawabku lalu bertanya balik.
"wah... Sama donk aku juga kelas lima. Sekolahnya dimana?" tanyaknya lagi. Nih anak tambah lama nanyak melulu. Tapi tak apa. Ku merasa damai bersamanya.
"Aku sekolah di SDN TEMPUREJO 3"
"Yah... Kita beda sekolahya... Ku sekolah di SD TEMPUREJO 1" ujar fandi sok kecewa.
Wahahaha anak ini sepertinya lucu ya?
"Kalau beda sekolah kenapa?" Tanya ku memastikan apakah sama denganku?
"Em eng... Gak apa-apa kok... Cuma..." wow kenapa dia gugup.? Tambah lama anak ini aneh. Pertamanya aku yang gugup, tapi sekarang malah dia ya gugup. Lucu. Ini gugup karena apa ya?
"Cuma apa?"
"Cuma... Enak aja berteman dengan kamu jadinya kecewa deh kita gak satu sekolah"
"Wah aku sama donk... Aku juga sepertinya nyaman berteman dengan kamu. Padahal kita baru kenal ya..." Timpal ku bersemangat. Hem baru berapa menit kami sudah akrab. Malah membahas nyaman sama nyaman. Apakah ini yang namanya jodoh teman? Aku seperti menemukan seberkas cahaya kebahagiaan bersamanya. Lama kami berbincang-binjang. Yang kami bincang hanyalah tentang sekolah, permainan, pokoknya berbasis anak-anak gitu. Mohon dimaklumi ya. Soalnya usia kami masih anak-anak. Tak menyadari hari sudah senja. Kamipun menghakhiri acara ngobrolnya.
"Hi udah sore ya... Kayaknya cepet dech... Hem aku mau pulang dulu ya... Aku tak mau nanti ayah khawatir" aku coba menghakhiri.
"Oh ya... Ku juga mau pulang. Hem... Ya Sorenya cepet. Selamat sore..."
"Selamat Sore juga..."
Kami pulang dengan berlawanan arah. Hendak aku pulang aku teringat sesuatu.
"Fan..." panggilku.
Dia membalikkan badannya. "apa?"
"Terima kasih..."
Dia mengernyitkan dahinya. "Untuk?"
"Lolypopnya"
Dia hanya terenyum lalu berlari pulang.
Wow... Senyumnya indah bangeeet dia mampu membuatku bergetar. Eh tunggu dulu What happen whait me? Hem... Mungkin hanya mengaguminya. Kupulang dengan senyum senyum. Akhirnya ku punya teman baik... Jarang ku menemukan teman seperti dia. Tidak tahu kenapa aku bisa menyimpulkan bahwa dia baik.
***
Aku memasuki kelasku. Tampaknya ruangan kelas masih sepi. Aku berangkat terlalu pagi rupanya. Aku duduk di bangku paling depan deretan ke 2 dari kanan. Aku duduk sendirian. Aku duduk sendirian bukan karena tidak punya teman. Akan tetapi mereka malas dan takut duduk di depan alasannya ya... Taku Kena tunjuk guru untuk maju ke depan jawab pertanyaan. Ah masa bodoh bagiku. Jadi anak seperti itu takut akan pintar. Aku sengaja milih di depan agar konsentrasi disaat guru menerangkan.
Sudah 3 hari aku tak bertemu fandy lagi. Setiap hari aku datang ke tempat biasanya, yang aku menenangkan diri. Tapi dia tak kunjung ada. Aku mulai gelisah. Rindu? Ya bener rindu. Tapi kenapa harus rindu ya? Toh cuma teman aja. Tak tau diriku kenapa.
Anak-anak pada berdatangan. Dalam berapa menit kelaspun telah penuh. Terdengar suara dentingan bel, bertanda masuk. Semua siswa duduk manis, menunggu guru datang. Tak butuh lama guru yang mengajar telah hadir.
"Assalamu'alaikum wr wb." Salam pak guru
"Wa'alaikum salam wr wb" Salam balik kami serempak
"Fahrul... Tolong pimpin berdoa" pinta pak guru ke ketua kelas
"Sebelum kita memulai pelajaran marilah kita berdo'a. Berdo'aaa, mulai."
Hening.
"Selesai..."
"Oh ya anak-anak hari ini kelas ini kedatangan murid baru. Fan... Ayo masuk." Ujar pak guru sambil menole kearah pintu.
Hah? Fan siapa ya? Karena penasaran akupun menunggu kemunculan dengan tanda tanya. Anak itu muncul dari balik pintu, hah. Dia itu kan...? Kok bisa pindah kesini. Dia fandi. Sosok yang ku rindu. Sekarang berada ruangan kelasku. Fandy melihat ke arahku lalu melontarkan senyuman indahnya. Yah dengan kikuk ku balas senyuman juga. Ini anak apa emang sengaja ya membuat kejutan. Tapi kok dia nekat pindah kesini? Aargh... Gak mau ambil pusing ah. Aku bersyukur karena dia pindah disini. Thanks god.
"Ayo fan perkenalkan nama mu." Pinta pak guru
Fandi mengangguk. "Hai teman-teman" sapa fandi agak gemetar. Kelihatan kalau dia gemetar, mungkin dia malu. Maklum baru disini.
"Hai juga." Jawab kami serempak.
"Perkenalkan, nama saya Fandy Arizony. Panggil saja saya Fandy. Saya pindahan dari sekolah SDN TEMPUREJO 01."
"Sudah?" Tanya pak guru. Fandy hanya mengangguk.
"Baiklah... Sebelumnya ada pertanyaan tentang fandy"
"Baiklah kalau tidak ada. Fan kamu duduk sama ilham yang duduk depan itu" Kata Pak guru sambil menunjukkan kearah bangku ku.
Fandy hanya mengangguk lalu berjalan kearahku. Terlihat fandy melemparkan seulas senyuman kearahku. Ku balas dengan senyuman juga.
"Anak-anak sekarang kita pelajaran PPKN."  Ujar Pak guru seraya menulis di papan.
"Eh fan kamu kok gak bilang-bilang sih kalau mau pindah disini" Bisikku ke fandi.
"He he sengaja buat kejutan untuk kamu." hem... Benarkan kataku.
"Hem... Pantesan 3 hari gak nongol-nongol" aku mencubit bahu fandy.
"Awww" pekik fandy.
"Kenapa fan" Tanya Pak guru ketika mendengar jeritan fandy. Semua anak-anak memandangi kearah kami. Aku dan fandy gugup karena tengah dipandangi. Aduh gimana ini.
"Eh anu pak tadi saya kena kejepit bangku" jelas fandy gugup.
Fyuh... Akhirnya nemu juga nih jawabannya.
"Lain kali hati-hati ya" Peringat pak guru seraya melanjutkan menulis.
"Uh kamu nih nyubit aku." Protes fandy sedikit mengkerutkan bibirnya (Monyong).
"Ye... Kayak gitu ajah udah sakit" Kilahku
"Apanya kayak gitu. Cubitmu kayak kepiting kenak kesentrum itu" Keluhnya sambil cemberut. Aku hanya cekikin mendengar keluhan dia.
"Udah ah... Nanti kita ketinggalan nih nyatetnya." ku lihat dia langsung menulis.
Teng... Teng... Teng...
Bel tanda istirahat. Sontak semua yang tadinya sunyi bagai tak bepenghuni kini ramai bak pedagang menawar dagangannya. Kalian bisa membayangkan?
"Baiklah anak-anak catatan pada hari ini kita sudahi dulu. Assalamu'laikum warahmatullahi wabarakatuh" ujar pak guru menghakhiri
"Wa'alaikum salam wr wb" jawab kami serempak.
"Ham... Ke kantin yuk..." Ajak fikry kepada ku
Ku tolehkan mukaku ke fandy "Gimana? Mau ikut?" Tanyaku ke fandy.
"Duluan aja dach"
"Duluan aja dach nanti mungkin ku susul." jawab ku ke fikry.
"Loh... Kok gak ikut?" Tanya fandy bingung
"Masih ingin sama kamu. Lepas rindu he..." Jawabku manja.
"Ye..."
Ku lihat fikry lagi mengkerutkan dahinya. Mungkin bingung dengan keakraban kami.
"Ya dah aku duluan ya..." Pamit fikry. Lalu meningglkan kami masih dengan wajah ke heranan. Tak ku hiraukan.
"Eh kamu kok nekat banget ya pindah sekolah. Emangnya kamu di izinin sama mama kamu?" Tanyaku ke heranan.
" Di izinin donk" jawabnya enteng. Nih anak kayaknya gak terbebani kalau pindah. Aneh.
Karena belum puas, aku nanyak lagi, "Emangnya mamamu gak nanya kenapa kamu pindah?"
"Nanya"
"Terus kamu jawab apa? Jangan bilang karena aku." Aku mengarahkan kempalan tangan kearahnya.
"Aku bilang disini banyak teman. Emang Kalau jawab karena kamu kenapa hayo?" Dia menanya balik dengan mata mendelik. Ih gemesin anak ini.
"Yah takutnya dikira aku membujuk kamu suruh sekolah disini. Nantinya aku deh yang dImarahi sama mamamu."
"Tenang aja mamaku bukan mak lampir kok." Ujarnya meyakinkan membuat aku tertawa
"Ye... Ada-ada aja kamu." kami tertawa lepas membahana. Sehingga anak-anak pada melihat kearah kami dengan keheran. Tak ku hiraukan.
Tet... Tet.. Tet..
"Yah... Udah masuk deh... Gimana nih... Mana perut laper..." ujarku memelas.
"Tenang sob jangan khawatir ku bawa roti."
"Hah!!! Serius... Wah minta donk." Ucapku girang.
Fandi mengeluarkan sebuah roti. Dilihat dari bungkusnya, sepertinya mahal. Terbesit rasa sungkan untuk menerimanya.
"Nih..." fandy menyodorkan rotinya ke arahku.
"Gak jadi dah..." tolak ku
"Loh kenapa? Tadi gak sabar mintaknya. Kalau dah di keluarin gak jadi"
"Ku kira tadi rotimu yang biasa. Eh Taunya yang mahal. Kayaknya gimana gitu kalau menerimanya"
"Ah... Gak papa kok. Cuma masalah itu doank. Nih... Sayang nih kalau gak diterima." ujarnya sedih
Aku berfikir sejenak. Karena perut aku demo untuk di isi akhirnya ku terima.
"Ya dah..." aku mengambil roti yang ada di tangannya lalu memakannya
"Nah gitu dong" ujarnya gembira. Aku hanya tersenyum malu.
Aku sudah mendamaikan pendemoan pada perutku. Sekarang ku merasa haus. Aku mau menanyakan ke dia apakah bawa air apa tidak tapi ragu.
"Kamu bawa air?" Tiba-tiba aku terlepas mengucapnya. Aduh ham.. Kamu tidak tahu malu.
"Bawa... Tar ya..." fandy merogoh tasnya. Dan air itu berhasil di ambilnya. Sebentar dulu... Ya ampun yang dibawa bukan air mineral tapi SUSU. Penyesalan menyeruak dalam diriku.Sekarang aku bisa meyimpulkan bahwa dia berasal dari anak orang kaya. Sudah terlihat dari bajunya seperti baru beli. Sedangkan aku bajunya sudah lusuh. Tapi bukan hanya aku saja yang miskin tapi siswa disini banyak yang miskin. Maklum disini sekolahannya perdesahan.
"Kok susu... Gak ada air biasa?" tanyaku agak keberatan. Soalnya aku tidak biasa minum susu sehabis makan. Rasanya kayak gimana... Gitu.
"Gak ada... Mama cuma menyediakan susu"
Karena kehahusan aku ambil saja susu itu.
Tuh kan kayak yang gimana gitu. Tapi tak apa yang penting sudah melepaskan dahaga.
"Nih makasih ya..."
"Sama-sama"
####
Singkat cerita sejak Fandy sekolah dengan ku. Kebahagiaan ku telah lengkap. Fandy tidak sungkan-sungkan menolongku dalam setiap hal yang tak dapat aku atasi. Aku yang merasa keberatan, menolaknya terus tapi dia bersikeras. Dia bilang 'Untuk apa kita bersahabat kalau disaat sahabatnya sedang membutuhkan pertolongan  tapi tidak ditolong. Itu bukan sahabat namanya tapi hanya mementingkan diri sendiri.' pemikiran cukup logis. Memang benar tapi aku takutnya anak-anak menuduhku kebersamaannya hanya memanfaatkan kekayaannya nyatanya aku tidak begitu. Aku hanya nyaman bersamanya sama halnya dengan dia.
Persahabatan kami hingga sampai sekolah SMA. Kami tidak dapat dipisahkan. Tidak ada pertengkaran diantara kami yang ada hanya kebahagiaan yang di dapat.
Aku merasakan diriku aneh semenjak bersamanya. Aku tidak bisa mengartika rasa yang ada dalam diriku. Aku menyukai dia. Sebelumnya aku tidak tahu bahwa aku ada ketertarikan ke laki-laki dari pada perempuan. Aku mengetahui gay sejak smp kelas 3. Aku belum mengerti mengapa bisa begini.
Menyatakan perasaanku kepadanya sangat takut. Takut akan ditinggalkan. Aku tidak bisa hidup tanpa dia jika dia pergi meninggalkan ku. Biarlah aku menutup perasaan ini tanpa pengetahuannya. Sakit. Memang sakit memendam perasaan cinta. Apalagi yang dicintai selalu berada didekatnya. Bagaimana bisa bertahan memendam perasaan secara terus menerus. Tapi aku berusaha memendam perasaan ini walaupun menyakitkan.
><><><><><
Ku lihat fandy kejahuan sedang menyeberang jalan menghampiriku. Dia tersenyum kearahku ku balas dengan senyuman. Dia terlhat keren hari ini, sungguh memikat para wanita. Wanita siapa saja yang tidak terpikat. Bukan wanita normal namanya mungkin juga belok.(?) kalau tidak tertarik.  Sebuah benda yang di genggamnya terjatuh entah apa itu, dia membungkukkan badannya untuk mengambilnya. Aku terpaku melihat sebuah truk di samping agak kejahuan sedang melaju kearahnya. Oh Tuhan jangan sampai tejadi.
"Fandy awasss." Pekik ku lantang tapi dia tak mendengarnya. Otak dan perasaan ku belum terjaga namun kakiku sudah lebih dulu bekerja. Aku berlari sekuat tenaga menuju kearahnya. Sedangkan truk itu masih melaju semakin mendekat dan mendekat. Tapi Fandy masih tak bergeming. Oh Tuhan jangan sampai.
Dia berdiri rupanya sudah menemukan apa yang dicari.
"Fandy.... Awasss" teriakku. Dia menoleh kearahku tapi gagal truk itu menghantam tubuhnya hingga terpental ke trotoar. Aku yang menyaksikan dengan jelas bagai sembilah pedang mengebas kehatiku. Lututku lemas, nafasku menderu. Aku terus menghampirinya.
Tuhan ini terlalu sakit untuk di saksikan. Fandy tergeletak di trotoar jalan. Darah membajiri tubuhnya. Aku meraung tak jelas.
Aku menangis dalam ratapan yang tak dapat ku tahan. Kepalanya kini berada dipangkuanku.
Tuhan kenapa ini harus terjadi. Aku tak ingin kehilangan kedua kali yang ku sayangi tuhan tolong.
"Fan... Tetaplah bertahan. Aku disini... Kamu bersamaku. Tolong tetap bertahan jangan tinggalin aku" Air mataku kian deras jatuh ke tubuhnya yang berbalut darah.
"PANGGIL AMBULAN..." Aku berteriak. "Siapa saja panggilkan ambulan... Tolong kami.," Aku tidak bisa bersuara lagi nafasku tercekat, sakit dan perih.
"Nak... Kami sudah memanggil ambulan. Kini petugas medis sedang diperjalan kemari" Terdengar suara ibu separauh baya menginformasikannya. Aku hanya bisa menatap sebagai tanda terimakasih
"Ham..." Aku mendengar erangan yang penuh kesakitan. Aku nyaris tak medengar desahannya.
"Ya... Aku disini... Tetaplah bertahan. Bantuan akan segera datang. Jangan kemana-mana tetaplah bersamaku"
Fandy menyodorkan dua buah kalung yang berinsial nama kami I-F. "Ham... Ambil kalung ini sebagai kenangan bersama ku mungkin aku tak bisa bertahan lagi"
Aku menggeleng sambil mengerjab. "Jangan katakan itu. Kamu pasti kuat. Tolong tetap bertahan."
"Maafkan aku, aku tidak bisa terus bersamamu lagi"
"Fan..." ku peluk erat tubuh Fandy. Tak kuhiraukan darah yang melekat ditubuhku. Semakin ku erat ku peluk. Sungguh ku tak sanggup ditinggalkan dengannya aku tak rela. Sungguhku tak rela Tuhan. Tolong kuatkan dia tuhan. Jangan ambil nyawanya, aku tak sanggup kehilangan kedua kalinya.
Suara sirine ku dengar sayup  di kejahuan. Fandy kian lemas dipelukan ku dan akhirnya tak bergeming.
Sebuah tangan menyentuh bahuku, "Nak... Saatnya temanmu dibawa ke rumah sakit" ternyata itu petugas medis.
"Periksa nadinya" ujar salah satu petugas medis.
Petugas medis salah satunya memegang leher dibawah dagu.
"Oh syukur lah nadinya masih berdenyut. Tapi sangat lemah. Ayo cepat bawa ke ambulan" ujarnya setelah memeriksa nadinya.
Tubuh fandy di angkat lalu di letak kursi (?) Dan akhirnya dimasukkan di dalam ambulan
~ end flash back ~
Sudah hampir 2 bulan fandy belum siuman. Dia koma. Kata dokter kemungkinan kecil fandy bertahan hidup. Aku yang tidak bisa apa-apa hanya bisa berdo'a untuk kesembuhannya.
Aku menatap wajah Fendy yang hampir tidak kelihatan karena dipenuhi oleh perban. Ku genggam tangannya yang dingin.
"Hey... Masih ingatkah kamu... Waktu kita bertemu pertama kali," Aku berhenti sejenak sambil menghirup udara," Waktu itu aku sedang tak menemukan harapan
hidup. Tapi kamu datang, kamu seolah malaikat yang dapat mencerahkan hariku. Kamulah yang membuat aku dapat bertahan hidup" Aku hampir tidak bisa meneruskan kata-kata lagi. Sedangkan Fandy masih tak bergeming. Dia bagaikan terditur pulas. Damai.
Aku menundukkan kepala " Kamu tahu? Disaat aku bersamamu aku selalu gugup. kamu tahu kenapa bisa begitu?" Aku mengatur nafasku yang semakin sesak. "Karena aku mencintaimu. Aku tidak bisa hidup tanpamu. Maka dari itu bangunlah untuku. Jangan buat aku seperti dulu lagi. Tak menemukan harapan hidup. Tolong jangan tinggalkan aku." Kali ini aku tidak bisa mengontrol diriku. Aku menangis. Ku eratkan genggamanku seolah aku tak ingin Berepisah dengan Fandy. Tiba-tiba rasa kantuk menyerangku. Akhirnya aku tertidur di sampingnya.
~0~0~0~0~
Aku takut tidak bisa melumpuhkan dinding hati yang lama ku cintai, Ku takut terbawa mati
Aku takut tidak mampu merobohkan dinding hatimu
aku takut engkau pergi dan tak mengingatku lagi
reff:
sampai kapan ku harus menunggumu jatuh di pelukanku berikan peluang untukku untuk memilikimu sampai kapan ku harus memintamu menjadi pelengkapku mungkinkah takdir telah berbicara, engkau takkan ku miliki
repeat reff
mungkinkah takdir telah berbicara, engkau takkan ku miliki aku takut tidak mampu meluluhkan dinding hatimu
*igo : Beri aku peluang
~0~0~0~0~
* * * * *
Pada sebuah pemakaman tua, dipinggiran sebuah kota. Aku menyaksikan wajah-wajah yang aku sangat kenal tertunduk dengan duka cita yang begitu dalam.
Mereka berjalan beriringan, diam membisu tanpa kata. Mereka mengantarkan orang yang tercinta dalam hidupnya, yang telah pergi membawa segala kenangan hidup bahagia.
Aku melihat tetangga, teman sekolah, dan guru-guru.
Aku menyaksikan wajah tua yang telah digrogoti usia. Wajah Ayah dan Mamanya Fendy dipapah langkah demi langkah, menuju lubang pusara.
Satu persatu, wajah-wajah sembam dengan linangan air mata, mendekati tubuh yang terbujur kaku sebagai penghormatan terakhir. Dengan langkah yang berat, akupun menapaki tanah merah yang membasah untuk turut memberi salam perpisahan pula kepadanya.
Ya Allah Ya Rabby! Betapa terkejutnya aku, tubuh yang terbujur kaku dengan wajah pucat, diselimuti oleh kain putih itu Adalah... Fandy!
Aku membekab mulutku, seolah tak percaya apa yang kulihat. Tiba-tiba semua orang menghilang. Aku merasakan tubuhku terhisab entah kemana.
Kini ku berada tempat yang tak ku bisa artikan. Aku bingung dengan keadaan ini. Semua ruang putih  tidak ada benda satupun. Aku tidak mengerti kenapa aku bisa berada disini. Sebuah cahaya menyilaukan mataku. Ku sipitkan mataku untuk menghalangi cahaya yang begitu menyilaukan. Ku temukan sosok seorang yang begitu aku kenal. Itu Fandy. Dia menatapku dan tersenyum. Aku berlari kearahnya tapi dia menjauh. Semakin ku dekati dia semakin menjauh.
"Fan... Jangan pergi"
Brukk
"Nak ada apa?" Aku melihat mamanya Fandy sedang memandangku bingung. Karena aku terbangun tiba-tiba terjatuh.
"Astaghfirullah. Tante ilham tadi mimpi buruk tentang Fandy. Sungguh membingungkan." jelasku yang masih ketakutan. Dia membantuku berdiri.
"Memangnya yang apa yang ada di mimpimu?" Tanyaknya dengan memandangku.
"Waktu itu saya berada di sebuah pemakan aku melihat tante, om, banyak lagi. Sedang menangis. Aku kira tante menangis karena orang lain. Aku menghampiri jasad untuk turut salam perpisahan. Aku kaget ketika melihat jasad itu. Jasad itu adalah fandy. Aku hampir tidak percaya itu. Lalu aku merasa tersedot ke belakang. Aku dibawa ke tempat yang aku belum tahu. Aneh rasanya berada disana. Soalnya disitu tida ada benda satupun. Semua putih tanpa berujung batasan. Lalu tiba2 ada sinar yang terang. Dibalik sinar itu aku melihat Fandy sedang tersenyum kearahku. Aku lari menghampiri dia Tapi Fandy menghindar kebelakang kayak yang terbang. Semakin aku mendekatnya tapi Fandy semakin mejauh. Aku bingung tante. Apa tante tahu arti mimpi ini?" jawabku secara detail. Tak satupun aku lewatkan.
Aku mendengar mamanya Fandy mendesah pelan, "Rupanya Fandy mengabarimu melewati mimpimu." ujarnya sambil merunduk.
"Maksudnya tante apa?" Tanyaku kebingungan.
"Maafkan tante sebelumnya nak, karena takmemberi tahumu. Tante dan om berencana membawa Fandy ke Singapur untuk perawatan."
Aku tersentak mendengarnya. Jadi tandanya fandy meninggalkan aku sampai pulih? Tapi sampai kapan?. Ya Tuhan.... Bagaimana aku bisa lalui hariku tanpa dia?
"Kapan fandy akan dibawa ke singapure tante?"
" Besok lusa"
"Hah!!! Besok tante?" Tanyaku kaget.
"Ya, maafkan tante ya nak. Karena sebelumnya tidak memberitahu."
Aku menghela nafas lembut.
"Tidak apa-apa tante. Itu kan demi kebaikan Fandy. Apa hak saya melarangnya. Toh saya bukan siapa-siapa tante" ujar ku setengah hati.
"Dak nak. Kamu sahabatnya anak saya Fandy. Kalian telah lama bersahabat. Pasti sangat sedih bila ditingalkan sahabatnya. Nah karena itu tante tidak tega memberitahu mu."
Bukan sedih tapi sakit timpalku dalam hati.
"Kamu belum sarapan kan? Nih... Tante tadi bawa nasi goreng. Karena kamu belum tidur tante biarkan dulu. Mungkin kamu kecapean." Ujar mamanya Fandy seraya menyodorkan nasi goreng.
"Makasih tante..."
"Ya sama-sama"
><><><><
Hari ini Fandy akan berangkat. Aku sengaja tidak ikut karena hanya akan membuatku tambah sakit. Aku tadi bilang ke Mamanya Fandy melawati ponsel bahwa aku tidak bisa ikut karena mengerjakan tugas mendadak, tugasnya harus dikumpulkan besok. Berhasil membuat percaya mamanya Fandy.
Aku merenung dikamar. Memikirkan nasibku. Bisakah aku hidup tanpa dia? Mudah-mudahan dia tak lama disana. Tuhan... Berilah dia kesembuhan. Aku tidak bisa hidup tanpa dia.
*
Hari-hariku sangatlah kelabu. Perasaan ku semakin mengebu. Aku tak kuat menghadapi hari tanpa mu. Aku hanya bisa memandang kalung pemberianmu untuk sekedar mengobati rindu. Apakah kamu sekarang sudah sadar fan? Cepatlah pulang jangan lama-lama disana. Aku akan menunggumu sampaikapan pun. Meskipun ini sangat menyakitkan.
~0~0~0~0~
Meski dirimu bukan milikku
Namun hatiku tetap untukmu
Berjuta pilihan disisiku
Takkan bisa mengantikanmu
Walau badai menerpa
Cintaku takkan ku lepas
Berikan kesempatan untuk membuktikan
Ku mampu menjadi yang terbaik
Dan masih menjadi yang terbaik
Ku akan menanti
Meski harus penantian panjang
Ku akan tetap setia menunggumu
Ku tahu kau hanya untukku
Biarkan waktuku
Habis oleh penantian ini
Hingga kau percaya betapa besar
Cintaku padamu ku tetap menanti
Walau badai menerpa
Cintaku takkan ku lepas
Berikan kesempatan untuk membuktikan
Ku mampu jadi yang terbaik
Dan masih jadi yang terbaik
Ku akan menanti
Meski harus penantian panjang
Ku akan tetap setia menunggumu
Ku tahu kau hanya untukku
Biarkan waktuku
Habis oleh penantian ini
Hingga kau percaya betapa besar
Cintaku padamu ku tetap menanti
Penantian panjang
Ku akan menanti
Meski harus penantian panjang
Ku akan tetap setia menunggumu
Ku tahu kau hanya hanya untukku
Biarkan waktuku
Habis oleh penantian ini
Hingga kau percaya betapa besar
Cintaku padamu ku tetap menanti
Cintaku padamu..
Ku tetap menanti
Meski dirimu bukan milikku
Namun hatiku tetap untukmu
*Nikita will : kutetap menanti
~0~0~0~0~
4 tahun kemudian
Aku menuruni tangga. Hari ini sangat sial bagiku. Dosen memberikan tugas terlalu belebihan. Mana aku sanggup melakukannya. Aku menggrutu tak jelas. Sungguh sial hari ini.
Bughh
"Eh kamu punya mata gak sih" aku memarahi orang yang telah menabrakku tadi. Sudah sial malah tambah sial.
"Maaf mas... Aku tadi gak sengaja"
Deg
Aku terpaku melihat orang yang tadi menabrakku. Sepertinya aku mengenal suara itu. Ku pandangi wajahnya. Aku mengenali wajah itu. Dia
begitu familier bagiku.
"Fandi?"
The end

Comments
0 Comments

0 comments:

Post a Comment

Terimakasih atas kunjungannya, besar harapan penulis tolong tinggalkan jejak dalam kolom komentar, terimakasih....