“Dompetku?” desisku pelan sambil merogoh
semua kantungku. Ternyata dompetku raib.
“Hei kau! Umm terimakasih sudah
menyelamatkanku dari para penjahat itu tadi…”
“Hn…” jawabku singkat dan kembali
berjalan.
“Eh tunggu! Umm… ini dompetmu bukan? Aku
temukan tidak jauh dari tempat kau bertarung tadi,” katanya sambil tersenyum.
Kami saling tatap.
Keceriaanmu, Aromamu dan Tubuhmu
By: Yanz
Genre: Romance drama
Rate: Mature for sex content
Namaku Fajar, 25 tahun. Baru beberapa
jam aku ke kota, tapi sudah menemukan kenyataan bahwa hidup di kota itu kejam
dan begitu banyak tindakan kriminal. Syukurlah aku sudah membekali diri dengan
ilmu bela diri. Bukan hanya bisa melindungi diri sendiri tapi juga orang lain,
seperti orang yang ada di depanku ini, dia dirampok 3 penjahat tadi. Dia
terlihat seperti pemuda yang berumur kisaran 20 tahun, kulit yang putih, wajah
oriental, gayanya cukup fashionable dan bisa diperkirakan bahwa dia bukanlah
seorang pemuda yang hidup dari kalangan bawah.
“Hei, apa benar ini dompetmu?” tanyanya
lagi.
Aku terbangun dari lamunanku, “Ehem… ya,
terimakasih…” jawabku datar, mengambil dompet dan berlalu.
Dia kembali mengikuti langkahku,
“Sama-sama. Umm.. namamu siapa? Aku Kevin. Kau siapa?” tanyanya dengan senyum
ceria.
“Fajar…” jawabku singkat.
“Umm.. bawaanmu bayak sekali. Kau baru
datang di sini?”
“Hm.. ya.. ada masalah?”
“Gak sih… tapi aku hutang budi denganmu,
kalau kau berkenan kau bisa tinggal dulu di apartemenku sampai kau mendapatkan
tempat tinggal.”
Aku berhenti, menatapnya sejenak, dia
tersenyum lebar, “Tidak, terimakasih. Aku tidak mau merepotkan.”
“Gak lah, aku tinggal sendiri dan sangat
sepi. Yaa paling tidak kau bisa menjadi teman mengobrolku nanti. Ayolaah…
jangan biarkan aku dalam hutang budi yang tak terbayar.”
“Tadi kau sudah mengembalikan dompetku,
kurasa itu setimpal.”
“Tidak sebanding dengan nyawaku yang
baru saja kau selamatkan. Jangan terlalu keras kepala, kau fikir enak tidur di
luar?”
“Baiklah aku ikut denganmu…”
“Nah, bagus… ayo, mobilku ada di arah
sana…”
-0-0-0-
“Apartemen yang sangat mewah, kau pasti
orang kaya…” kataku ketika masuk di apartemennya.
“Duduk dulu. Ahahaha.. bukan aku yang
kaya, tapi orang tuaku. Yaa.. walaupun aku sudah mulai berpenghasilan semenjak
memasuki dunia modeling tapi orang tuaku lah yang paling berjasa.”
“Oh… Hn..”
“Kau sendiri mau kerja apa di sini
Fajar?”
“Apapun, yang penting halal.”
“Niat yang mulia. Ah, jadi model saja
sepertiku? Kau juga tampan, macho pula.”
Aku tertawa pelan, “Haha… tidak pernah terbayangkan
sebelumnya.”
Dia menatapku takjub, “Eh.. eh ternyata
kau juga bisa tertawa? Kufikir kau hanya bisa cool…”
Aku hanya diam. Terlihat dia mengambil
setoples lolypop dan menyodorkannya untukku. Aku hanya menggeleng, sedangkan
dia memakan lolypop besar berbentuk bulat gepeng dan berwarna-warni bagaikan
pelangi, “Aku sangat suka dengan makanan manis, terutama lolypop ini!”
“Aku malah sebaliknya, sangat muak
dengan hal manis,” ya… aku sangat tidak suka hal manis, kecuali bibir yang
manis.
“Kau ini aneh sekali, lolypop itu enak,
cobalah!”
“Aku sudah pernah mencoba, jangan
memaksaku. Tolong hargai, bukankan setiap orang punya perbedaan?”
Dia mengangguk dengan innocent. Dia
duduk di dekatku dan sesekali mencuri pandangan padaku. Aku diam, ya aku memang
pendiam. Aku merasa tidak punya hal yang terlalu penting untuk dibicarakan. Dia
menjilat-jilat permennya dengan wajah yang sangat imut, entah mengapa aku jadi
tertarik.
“Permen sebanyak ini, kau memakannya
setiap hari?” tanyaku.
“Iya! Aku sangat suka, bahkan aku punya
2 kardus!” katanya girang.
Aku menatapnya heran, sedikit heran
ternyata masih ada pemuda yang bukan remaja lagi masih suka memakan permen,
seperti anak kecil saja. Bahkan apartemennya pun berkesan sangat ceria dengan
warna orange yang mendominasi, “Apa gigimu tidak rusak jika terlalu sering
memakannya hm?” kataku sambil memegang dagunya dan membuka mulutnya, “Gigi yang
bagus…” desisku pelan.
Entah mengapa wajah putihnya langsung
berubah memerah, “Jangan dekatkan wajahmu begitu,” katanya salah tingkah.
Aku jadi merasa tidak enak, “Umm maaf…”
Dia menyentuh lenganku sehingga
menimbulkan desiran aneh, “Harusnya aku yang meminta maaf. Hehe aku hanya umm…
susah menjelaskannya.”
Aku menatapnya dengan curiga, dia
terlalu manis untuk ukuran cowok normal. Apa mungkin dia juga gay? Hmm
harap-harap cemas rasanya, tapi raut wajahnya yang menampakkan kegugupan
membuatku sangat yakin. Lalu aku pun mengetesnya. Kuraih tangannya yang
menggenggam lenganku, kemudian aku genggam dengan hangat. Terlihat wajahnya
salah tingkah dan bertambah merah, “Kau kenapa memerah?” tanyaku menggoda
sambil mendekatkan wajah, sangat dekat. Seolah ingin menciumnya. Dia semakin
salah tingkah dan menunduk.
“Eh… jangan terlalu dekat, aku jadi
tidak bisa bernafas,” katanya sambil mendorong dadaku pelan.
“Kenapa tidak bisa bernafas? Apa aromaku
tidak enak…”
“Bukan, aku suka aromamu… ah maksudku…
aku…”
CUP
Aku langsung mengecup bibir ranumnya
itu, dia terdiam dengan tangan yang masih menempel di dadaku. Kutatap wajahnya,
dia memejamkan mata. Kedua tangan mungilnya kugenggam dengan erat dan
kuletakkan ke kedua pipiku setelah melepaskan ciuman, “Kau begitu menggoda,
seperti loly pop, kau begitu cerah, aroma dan rasanya pun manis,” ucapku lembut
sambil mengecup kedua tangannya secara bergantian.
Dia menggigit bibir bawahnya dan
pandangannya lari kemana-mana karena gugup, kemudian dia memeluk dadaku,
“Ternyata bukan hanya aku, detak jantungmu pun jadi sangat cepat…” katanya yang
meletakkan kuping di dadaku dan meraba dadaku. Aku memeluknya dengan hangat dan
kumasukkan tanganku ke dalam bajunya untuk meraba punggungnya.
“Aaah… euumhhh… geli,” dia menggeliat.
“Apa kau sengaja membawaku karena kau
menginginkanku?” tanyaku menggodanya.
“Um… sedikit…” katanya bangkit dan
menatapku dengan tatapan cemas. Aku tersenyum tipis.
“Dasar nakal…” bisikku seraya menjilati
kupingnya. Dia menggeliat, aku menciumi wajahnya dan melumat bibir bawahnya
dengan lembut sedangkan tanganku meraba perut dan dadanya.
“Aaakhh… eummhh uh… geli, aah…” desahnya
dengan menggoda, sehingga membuatku semakin liar.
Dia menatapku lekat sedangkan tangannya
mencengkram kuat bahuku. Kutarik pinggangnya dan mencium lehernya, merasakan
aroma segar dari pemuda imut ini, keindahannya melebihi lolypop buatku, bahkan
dia bisa menjadi candu buatku jika bisa ‘kumakan’. Kujilat leher jenjangnya,
kadang kugigit pelan agar dia mengalunkan desahan indah dari mulutnya . dia
memeluk erat leherku dan memejamkan mata karena nikmat saat aku memberikan
banyak tanda cinta di lehernya. Aku berhenti sejenak, menatap wajah indah dan
polos miliknya yang bak seorang malaikat kemudian kubisikkan, “Bolehkah aku
memilikimu?”
Dia menatapku ragu, wajahnya memerah
namun dia mengangguk pelan mungkin karena tidak mampu mengungkapkan
kegugupannya melalui perkataan. Kubuka bajunya, menampakan tubuh mulusnya yang
berwarna kekuningan, aku pun membuka pakaianku. Sesaat kukecup lembut bibirnya
sebelum aku turun ke dadanya, kurebahkan perlahan tubuhnya ke sofa coklat
panjang itu dan menikmati nipple segar dan kemerahan itu telah menegang. Kuraba
perutnya sedangkan lidahku menari di nipplenya, kadang kuhisap dan kugigit
pelan, “Aaaakhh…. Eeummmhh… oooohhh… geli… aaahhh…” dia mendorong bahuku pelan,
mungkin karena tidak sanggup menerima rangsangan geli dan nikmat yang luar
biasa.
“Kenapa?” tanyaku lembut dan mengecup
tangan mungilnya.
“A-aku…meskipun sudah lama aku
mengidam-idamkan ingin bercinta dengan lelaki tapi belum pernah diserang lelaki
begini, makanya aku tidak terbiasa.”
“Kau akan terbiasa, aku akan
memperlakukanmu dengan lembut dan perlahan,” bisikku kemudian mengecup
keningnya. Tangannya melingkar di pinggangku lalu aku peluk tubuh mungilnya
dengan erat. Nyaman, ya nyaman sekali.
Setelah berhasil menenangkannya aku
kembali melanjukan aktivitasku yang sempat tertunda. Kujilat perutnya,
sedangkan tanganku meremas tonjolan keras yang ada di balik celana jeansnya.
Perlahan kutarik resleting itu, melemparkan celananya dan melihat penis
kerasnya tercetak cukup jelas di balik CDnya, sangatlah menggoda. Kubuka lebar
selangkangannya, pertama-tama kujilati paha mulusnya sedangkan matanya menatap
aku yang di bawahnya, mulutnya terbuka terlihat dia ngos-ngosan dan bersusah
payah mengatur nafas, alisnya berkerut terpancar kecemasan.
“Kau jangan khawatir, ini akan terasa
nikmat…” kataku pelan. Aku kembali menjilati dan menghisap pahanya sedangkan
aku sedikit menggoda dengan mengocok penis kerasnya dengan cepat.
“Ooohh… Aaaahh… aaaakkhh… eummmhh…
oooohh…” dia menggerang dan meremas sofa dengan kuat.
Kuremas-remas testisnya dan menjilati
perutnya, “Kau menyukainya hmm?”
“I-iya… aaaakkhh… more… enghhhh…
aaaahh…”
Aku tersenyum licik, kusejajarkan badan
kami, masih dalam posisi aku yang menunggangi tubuhnya. Lalu kugesekkan penis
kerasku yang masih terbungkus rapi di dalam celana dengan penisnya, dia
memejamkan mata dengan nikmat. Aku kembali menghisap lehernya, tangannya
kuangkat di atas kepala kemudian ciumanku turun ke dadanya, dan naik lagi
kelengannya. Dia menggelinjang geli, deru nafasnya terdengar jelas, dia terus
mendesah dan menatapku dengan tatapan cinta. Dia membuatku gemas, bukan sekedar
nafsu tapi aku sangat menyayangi sosok mungil itu detik itu juga, memeluknya
dan mencumbunya adalah hal terindah yang bisa membuat jantungku bernyanyi
riang.
Kali ini aku mencumbunya penuh nafsu
sehingga membuatnya menggerang lebih hebat ketika aku menghisap dadanya dan
mengocok penisnya, “Aaaaakhhh… ooohhh…. Aaaaakhhh… eummhhh… oooohh…” tubuhnya
bergerak-gerak dalam dekapanku.
Aku turun ke bawah, melihat penampakan
penis indah kemerahan telah menegang dengan sempurna. Kujilat ujungnya sehingga
membuat bulu kakinya merinding, lalu kumasukkan penisnya perlahan ke dalam
mulutku sedangkan tanganku meremas testisnya. Hisapanku semakin kuat dan cepat
sehingga desahannya tidak bisa lagi ditahan, tubuhnya pun berusaha memberontak
namun kutahan. Aku merasakan ketidak nyamanan dengan celanaku karena semakin
sempit, lalu kubuka celanaku. Terlihat kejantanan kokoh dan mengacung tinggi
ini sudah sangat ‘kelaparan’, dia menatap gugup penisku yang lebih besar dari
miliknya itu sedangkan aku tersenyum.
“Enghhh aku takut,” bisiknya sambil
mempererat pelukan. Kuusap rambutnya dengan lembut.
“Jangan ragu padaku…”
Kembali kulebarkan pahanya, menusuk
lubangnya dengan jemariku. Benar saja, lubangnya masih sangat sempit menandakan
tak ada seorang pun yang pernah menjamahnya, “Aaah… rasanya masih asing
buatku,” katanya sambil meremas bahuku.
“Kau akan menikmatinya sayang,” aku
mengecup lembut pipinya. Kubasahi jariku dengan saliva kemudian kulumuri ke
lubangnya untuk mempermudah aku memasukinya nanti.
Jari keduaku berhasil menerobos
lubangnya, “Enghhh… uuuhh…” dia melenguh pelan.
Jari ketigaku pun masuk dan keluar masuk
melalui lubangnya, dia mulai menggerang keras dan mencakar bahuku, “Sabar
sayang…” aku kembali menenangkannya dan mengecup hidungnya. Dia menatapku
sejenak kemudian menyembuyikan wajahnya di sela-sela leherku. Kugesekkan
penisku ke lubangnya.
“Aaaaaakhh… aaaaah… aaaargghhh… ooohh…”
erangannya semakin menjadi saat aku berhasil memasukkan seluruh penisku.
Aku mendorong tubuhnya, memintanya
menatapku kemudian mengecup bibirnya, erangannya tenggelam dalam ciuman kami
sedangkan aku memberanikan diri memaju-mundurkan tubuh.
“Aaaaakhh… sakit sekali, aku mohon
hentikhaann aaaakkhh…” teriaknya disertai butiran air matanya. Aku jadi iba,
tapi aku sudah tidak bisa lagi menahan nafsuku yang telah menyeruak.
Aku menciumi wajahnya dan menjilat air
mata yang ada di pipinya, “Tenanglah… ini hanya sementara…” bisikku dan
menatapnya lekat. Aku memperdalam penisku, menahan rasa ibaku dan memuaskan
hasratku.
Setelah sekitar 10 menit keluar-masuk
dari lubangnya, akhirnya dia bisa menikmati permainan ini, “Aaaah… eummmhhh…
ooohhh…” desahnya
“Enghhh… uuuhhh…. Aaaahh….” aku pun
tidak bisa menahan desahanku karena himpitan lubangnya yang semakin kuat.
“Aaaaakhhh… Aaaaarrrggghhhhh…” dia
mengocok penisnya hingga memuntahkan lahar kental itu sedangkan aku
memaju-mundurkan pinggulku lebih cepat dan tubuhku pun roboh menindihnya,
keringatku berkucuran dan aku menahan getaran karena klimaks yang kami rasakan.
Dia menatapku yang tersengal-sengal,
perlahan dia mendekatkan bibir dan mengecup bibirku.
“Aku ingin memiliki malam ini, besok dan
selamanya. Bolehkah?” tanyaku sambil mengecup lembut bibir bawahnya.
Senyumnya merekah, “Kau
sungguh-sungguh?” tanyanya dengan memeluk leherku.
Aku juga tersenyum tipis, “Aku
sungguh-sungguh, mungkin aku terlalu lancing dan ini terlalu cepat tapi apa kau
tau aku sangat bahagia di dekatmu malaikatku?” dia hanya mengangguk bersemangat
dan menempelkan kepalanya di dada bidangku.