Friday 29 June 2012

Message


“ini” kata Rere sambil menyerahkan secarik kertas pada seorang pria yang ia panggil Zul.
“sudah?” jawab Zul lembut.
“iya, aku sudah mencatat mulai dari teman TK sampai teman kuliah-ku” sahut Rere manja. Zul hanya membalasnya dengan senyuman dan masih terduduk di depan laptopnya.
“aku pergi dulu ya” kata Rere sambil mencium pipi Zul.
“hati-hati, kabarkan aku kalau sudah selesai”
“oke”

Zul, baru saja melamar Rere sekitar 3 bulan yang lalu. Mereka berencana akan melangsungkan pernikahan dalam jangka waktu 1 bulan kedepan. Orang-orang bilang mereka adalah pasangan yang serasi. Rere yang cantik sangat pantas bersanding dengan Zul yang menawan.

Zul masih tak mau berpaling dari laptopnya. Ia sedang mencoba mengundang teman-teman lamanya yang saling berjauhan lewat jejaring social Facebook. Beberapa temannya yang juga sedang online justru mengajaknya chating-an sampai-sampai ia enggan untuk menghentikannya.
            “dasar!” oceh Zul sambil tertawa sendiri saat membalas chat dari teman-teman lamanya. Beberapa jam kemudian satu persatu teman-temannya pun offline, ia mulai bosan. Ia meregangkan otot-ototnya sambil menengadahkan kepala ke arah langit-langit. Tertegun sejenak. Tiba-tiba ekspresinya berubah. Seperti seseorang yang baru mengingat sesuatu. Sesuatu yang sudah lama terlupakan. Ia pun kembali meletakkan jari-jarinya diatas keyboard. Ia logout facebooknya lalu dengan sedikit ragu-ragu ia mengetik alamat email lain beserta passwordnya.
           
Email               : topjantan@yahoo.com
            Password         : *********

Begitu ia klik, berpuluh-puluh inbox dan notification tertera disana. Ia pun segera membukanya satu persatu.

            From : Aliandra
            15 Jan 2012
Apa yang harus aku lakukan untuk membuatmu membalas semua pesan-ku Zul? Aku sudah mencarimu kemana-mana. Tolong beritahu aku dimana kamu?

From : Aliandra
16 Jan 2012
Aku tidak punya semangat lagi buat jalanin hari-hari ini. Kamu kemana Zul?

From : Aliandra
17 Jan 2012
Zul aku mohon, ini terlalu menyakitkan buat aku. kamu menghilang tanpa ada sepatah kata dan tidak ada 1 nomor telepon pun yang bisa aku hubungi. Zul!! Jawab!!

From : Aliandra
18 Jan 2012
Tanpa kamu aku kacau…

From : Aliandra
            19 Jan 2012
Zul, aku sudah tidak sanggup lagi menjalani semua ini. Mungkin ini yang terbaik.

Zul terkejut membaca pesan-pesan itu. Matanya melebar tampak tak menyangka.
            “19 Januari??” ocehnya sambil menghitung pesan terakhir itu baru dikirim kemarin. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa Al masih mencarinya hingga saat ini. Zul menghela napas panjang. Ada rasa iba dalam dadanya.
            “Al, kenapa kamu masih terus mencariku? Lupakan aku Al” ocehnya pada diri sendiri. Ia menutup laptopnya. Ada raut khawatir yang baru saja muncul setelah membaca pesan-pesan tadi. Kemudian Zul bangkit dari posisinya dan menghampiri lemari baju. Dari sana ia mengambil sebuah kunci kecil yang kemudian ia gunakan untuk membuka laci di meja tadi.
            “apa masih berfungsi?” ocehnya sendiri saat ia raih sebuah ponsel yang tampaknya telah lama ia simpan di laci sana. Ia pun menghidupkannya.
            “masih?” pikirnya.

            Message from : Al
            13 Jan 2012
            Zul, aku buat makan siang buat kamu. Nanti aku ke rumah-mu ya! ^_^

            Message from : Al
            13 Jan 2012
            Kamu dimana? Aku sudah di depan rumah-mu

            Message from : Al
            14 Jan 2012
            Angkat telpon aku Zul. Kamu dimana?

            Message from : Al
            15 Jan 2012
            Zul, aku tunggu di depan rumah-mu sampai kamu benar-benar ada di hadapanku.

Zul menutup puluhan pesan yang belum sempat ia baca, ia tak sanggup untuk meneruskannya. Rasa pedih menjalar ke seluruh tubuhnya, entah kenapa tapi tiba-tiba ia mengingat wajah Alian yang polos dan naïf. Apakah itu terlalu kejam untuk Alian?
            “sudah hampir 3 bulan” pikir Zul.
Ia tengok jam di dinding, jarumnya hampir mengarah ke arah jam 6 sore. Ia bergegas keluar dari kamarnya, dengan cepat ia pun menyalakan mobil dan segera mengendarainya. Ada apa dengan hari ini, kenapa perasaannya jadi sangat tak menentu dan sosok Alian selalu terngiang-ngiang di benaknya. Zul menoleh ke samping, 3 bulan yang lalu Alian selalu dengan ceria bercerita tentang kejadian-kejadian yang ia alami di kursi mobil itu.  
Beberapa menit kemudian Zul tiba di depan rumah-nya. Satu-satunya tempat yang menjadi saksi hubungan rahasia Zul dan Alian. Rumah sewaan itu, memang sudah ditinggalkan Zul, tapi masih belum ada penyewa lain yang menempati karena masih menjadi hak Zul sepanjang tahun ini. Pelan-pelan ia langkahkan kaki untuk semakin mendekati pintu masuk rumahnya. Bayangan bagaimana Al kebingungan mencari-cari dirinya terlintas sesaat. Bayangan bagaimana Al menunggunya berhari-hari di depan pintu membuat Zul menghela napas panjang.
Zul merogoh saku celananya untuk mengambil kunci. Tanpa ragu-ragu ia pun membuka pintunya agar bisa masuk ke dalam. Begitu ia buka, ada banyak kertas yang berserakan di lantai tepat di depan pintu. Mungkin saat itu Al berusaha memberikan pesan lewat celah kecil di bawah pintu. Zul mengambil satu dari sekian banyak kertas itu.

            Aku kacau Zul,
Kamu pergi tanpa secuil kata-kata, tanpa sedikit alasan. Kemana aku harus mencari kenyataan dan jawaban dari semua pertanyaanku?
Apa salahku? Apa aku tak pantas lagi untukmu? Kenapa kamu pergi begitu saja? Dimana kamu? Aku bingung Zul…

Zul bergetar membaca pesan itu. Ia sama sekali tak menyangka akan menyisakan luka yang teramat dalam bagi Al. Harusnya tidak seperti ini, bila dulu Zul mengakhiri hubungannya dengan Al sebelum ia pergi dari kehidupan Al. Zul sendiri bingung, apa yang harus ia lakukan? Apakah ia harus menemui Al dan menjelaskan semuanya, semua alasan kenapa bisa begini atau ia hanya butuh sikap tidak peduli dan melupakan semua pesan-pesan Al yang menyayat hati itu?.

Zul mengumpulkan semua pesan yang berserakan dan membakarnya di halaman belakang.
            “tidak perlu memikirkan hal yang tidak penting Zul, 1 bulan lagi kamu akan menikah. Jangan buat dirimu goyah” ucapnya sendiri sambil menatap dalam kobaran api yang membara. Tiba-tiba sehelai kertas tertiup angin dan mendarat tepat di depan wajah Zul. kertas itu bertuliskan :
           
Zul, hidupku itu adalah kamu
Tapi kamu telah pergi,
Maka aku pun ingin hidupku pergi cukup sampai di sini, bila kamu tidak menemuiku ditempat pertama kali kita bertemu.

Zul membelalakkan kedua matanya. Tanpa ragu-ragu ia segera bergegas dari rumah itu dan langsung menuju tempat yang dimaksud Alian.
            “tempat pertama kali aku dan dia bertemu?” pikirnya. Jika Zul tidak salah ingat, tempat pertama kali mereka berdua bertemu, di tepian pantai Ancol.

Benar, saat itu Alian dan Zul berkenalan karena Alian mengisi liburan kuliahnya untuk menjadi pekerja paruh waktu mempromosikan sebuah produk permen Lolipop baru. Saat itu Alian harus mengenakan kostum Lolipop yang lucu dan menggemaskan. Alian langsung menyukai Zul sejak pertama kali pandangan mereka bertemu. Zul menjadi korban Al saat tertangkap harus mencoba produk Lolipop terbaru yang Alian jual. Entah kenapa saat itu mereka sama-sama tahu kalau mereka memiliki orientasi seksual yang berbeda dengan yang lainnya.

            “dimana kamu Al?” bisik Zul saat keluar dari mobilnya.
Ia berjalan setengah berlari menelusuri pantai Ancol yang mulai dimakan malam. Pasangan muda-mudi yang masih menikmati romantisnya senja terbenam hilir mudik melakukan acara mereka masing-masing. Tiba-tiba ponsel Zul berdering, panggilan dari Rere mengagetkannya.
            “hallo?” sapa Zul
            “kamu dimana sayang?”
            “umm, aku lagi keluar cari angin”
            “bosan ya mengurus undangan? Ya sudah kembali sebelum makan malam ya” ujar Rere dari balik telepon. Zul hanya mengiyakan lalu mematikan ponselnya.
            “Alian??”
Dari kejauhan Zul melihat sosok yang sangat ia kenal itu tengan berdiri di ujung batu karang. Tanpa basa-basi Zul segera berlari berusaha menghampirinya tapi setibanya ia disana tidak ada seorang pun yang tengah berdiri seperti yang Zul lihat dari kejauhan tadi. Zul tertegun tak percaya.


*                      *                      *

            “ayolah, aku sudah tak tahan” ujar Zul setelah menghentikan mobilnya di tempat yang gelap dan sepi.
            “Zul, ini di mobil” kata Al dengan polosnya.
            “tidak apa-apa sayang” jawabnya sambil mulai menciumi leher dan pipi Al.
            “Zuul” Al berusaha menahan keinginan Zul.
            “jangan menolak sayang, aku ingin melakukannya sekarang. Please” mohon Zul. Ia kemudian membuka resletting celananya. Lalu dengan perlahan menarik kepala Al untuk bisa mengulum penis Zul yang sudah tegang sempurna.
            “Aaaahhh, enak sayang. Begitu dong, kamu kan pacarku” desah Zul saat menikmati aksi Al melayaninya. Tak cukup sampai disitu, Zul membuka celana Al dan mengolesi lubricant di anusnya. Kemudian ia membimbing Al untuk duduk di pangkuannya dan memasukkan penis Zul ke dalam anus Al.
            “Aahrg, sakit Zul” desah Al.
            “tahan sayang” ujar Zul.
Dan dengan penuh gairah Zul membimbing Al untuk bergerak naik turun agar tercipta kenikmatan yang tiada tara.
PIIIM-PIIIIIIIMMMMMMMMMM

Suara klakson mobil mengagetkan Zul. Rupanya lampu merah telah berganti menjadi hijau. Khayalannya yang terbang kembali ke masa lalu membuatnya lupa bahwa ia sedang berhenti menunggu lampu merah berubah hijau. Ia pun segera meng-gas mobilnya.
            “sial!” umpatnya.

Malam sudah hampir larut, Zul pun mengemudikan mobilnya kembali pulang ke apartement. Tapi begitu ia tiba, Zul melihat sosok Al berdiri di depan lobi. Sosok lugunya, sosok manisnya masih sama seperti dulu, hanya saja ia tampak terlihat kacau. Dengan ragu-ragu Zul menghampiri Al yang sendirian disana.
            “Al??”
Al menoleh lalu tersenyum kecil.
            “Zul??” seru Al sambil memeluk Zul kegirangan. Zul terkejut dan salah tingkah, ia perhatikan orang-orang disekitar, untung saja mereka sibuk dengan kegiatannya masing-masing dan tidak memperhatikan adegan Al yang memeluk Zul. Tapi tiba-tiba,
            “Zul?” suara Rere mengagetkannya. Refleks Zul langsung mendorong Al menjauh.  Kemudian ia segera menarik tangan Al dan pergi dari sana. Yang tertinggal hanya Rere yang memandang aneh.

            “kamu kemana aja Zul?” tanya Al.
            “aku antar kamu pulang” kata Zul sambil menebar pandangannya khawatir Rere mengikuti. Al hanya diam, menuruti ucapan Zul, tapi dipertengahan jalan ia tak sabar untuk bertanya.
            “jawab aku Zul” kata Al. Zul menghela napas.
            “baik, aku akan menikah 1 bulan lagi. Maaf kalau aku membuatmu cemas. Tapi ini kenyataannya, aku harap kamu tidak mencari-cari dan mengganggu hidupku lagi” tutur Zul singkat. Al hanya diam, ia tertunduk lesu.
            “aku mengerti, tenang saja mulai sekerang aku tidak akan mengganggumu lagi” ujar Al.
            “terima kasih” jawab Zul dingin. Selama perjalanan ponsel Zul berdering terus, dan itu adalah panggilan dari Rere, tapi Zul tidak ingin mengangkatnya.
            “sudah sampai” kata Zul.
Mereka sudah tiba di depan kos Alian. Keduanya pun keluar dari mobil.
            “terima kasih Zul” ucap Al kemudian merogoh kunci kosan di sakunya. Zul hanya mengangguk lalu kembali masuk ke dalam mobil. Takut Rere akan marah maka ia segera menelepon balik calon isterinya itu.
            “halo? Ada apa sayang?” sapa Zul
            “kamu kemana aja? Telepon aku tidak diangkat dan kenapa tadi tiba-tiba kamu ninggalin aku?”
            “maaf, aku harus mengantar temanku” jawab Zul
            “teman yang mana?”
            “yang—tadi bersama ku itu”
            “yang mana? Aku tidak melihat siapa-siapa?”
            “yang tadi bersama ku sayang—“
            “aku hanya melihatmu sendirian di lobi apartement tadi” ujar Rere.
            “apa?” Zul tertegun. Ia berusaha mencerna ucapan Rere yang barusan. Pelan-pelan ia gerakkan kepalanya ke jendela dan melihat baru saja Al menutup pintu kos-nya. Tanpa ragu-ragu, Zul langsung keluar lagi dari mobilnya dan berlari hingga tiba di depan pintu kos Alian. Pelan-pelan ia putar gagang pintu dan mendorongnya hingga terbuka. Sehilir angin tertiup begitu ia membuka pintunya. Alangkah terkejutnya Zul ketika melihat keadaan kosan Al yang sangat kotor dan berdebu seperti telah ditinggalkan berbulan-bulan. Lebih terkejutnya lagi saat Zul masuk ke ruangan berikutnya ia melihat sosok Alian dengan leher tergantung di langit-langit kamar dan sudah tak bernyawa.

*                      *                      *

FIN
             

Comments
0 Comments

0 comments:

Post a Comment

Terimakasih atas kunjungannya, besar harapan penulis tolong tinggalkan jejak dalam kolom komentar, terimakasih....