“ini” kata Rere sambil menyerahkan secarik kertas pada
seorang pria yang ia panggil Zul.
“sudah?” jawab Zul lembut.
“iya, aku sudah mencatat mulai dari teman TK sampai
teman kuliah-ku” sahut Rere manja. Zul hanya membalasnya dengan senyuman dan
masih terduduk di depan laptopnya.
“aku pergi dulu ya” kata Rere sambil mencium pipi Zul.
“hati-hati, kabarkan aku kalau sudah selesai”
“oke”
Zul, baru saja melamar Rere sekitar 3 bulan yang lalu. Mereka
berencana akan melangsungkan pernikahan dalam jangka waktu 1 bulan kedepan.
Orang-orang bilang mereka adalah pasangan yang serasi. Rere yang cantik sangat
pantas bersanding dengan Zul yang menawan.
Zul masih tak mau berpaling dari laptopnya. Ia sedang mencoba
mengundang teman-teman lamanya yang saling berjauhan lewat jejaring social
Facebook. Beberapa temannya yang juga sedang online justru mengajaknya
chating-an sampai-sampai ia enggan untuk menghentikannya.
“dasar!” oceh Zul
sambil tertawa sendiri saat membalas chat dari teman-teman lamanya. Beberapa
jam kemudian satu persatu teman-temannya pun offline, ia mulai bosan. Ia
meregangkan otot-ototnya sambil menengadahkan kepala ke arah langit-langit.
Tertegun sejenak. Tiba-tiba ekspresinya berubah. Seperti seseorang yang baru
mengingat sesuatu. Sesuatu yang sudah lama terlupakan. Ia pun kembali
meletakkan jari-jarinya diatas keyboard. Ia logout facebooknya lalu dengan
sedikit ragu-ragu ia mengetik alamat email lain beserta passwordnya.
Email :
topjantan@yahoo.com
Password : *********
Begitu ia klik, berpuluh-puluh inbox dan notification tertera
disana. Ia pun segera membukanya satu persatu.
From : Aliandra
15 Jan 2012
Apa yang harus aku lakukan untuk membuatmu membalas
semua pesan-ku Zul? Aku sudah mencarimu kemana-mana. Tolong beritahu aku dimana
kamu?
From : Aliandra
16 Jan 2012
Aku tidak punya semangat lagi buat jalanin hari-hari
ini. Kamu kemana Zul?
From : Aliandra
17 Jan 2012
Zul aku mohon, ini terlalu menyakitkan buat aku. kamu
menghilang tanpa ada sepatah kata dan tidak ada 1 nomor telepon pun yang bisa
aku hubungi. Zul!! Jawab!!
From : Aliandra
18 Jan 2012
Tanpa kamu aku kacau…
From : Aliandra
19 Jan 2012
Zul, aku sudah tidak sanggup lagi menjalani semua ini.
Mungkin ini yang terbaik.
Zul terkejut membaca pesan-pesan itu. Matanya melebar tampak tak
menyangka.
“19 Januari??”
ocehnya sambil menghitung pesan terakhir itu baru dikirim kemarin. Ia sama
sekali tidak menyangka bahwa Al masih mencarinya hingga saat ini. Zul menghela
napas panjang. Ada
rasa iba dalam dadanya.
“Al, kenapa kamu
masih terus mencariku? Lupakan aku Al” ocehnya pada diri sendiri. Ia menutup
laptopnya. Ada
raut khawatir yang baru saja muncul setelah membaca pesan-pesan tadi. Kemudian
Zul bangkit dari posisinya dan menghampiri lemari baju. Dari sana ia mengambil sebuah kunci kecil yang
kemudian ia gunakan untuk membuka laci di meja tadi.
“apa masih
berfungsi?” ocehnya sendiri saat ia raih sebuah ponsel yang tampaknya telah
lama ia simpan di laci sana .
Ia pun menghidupkannya.
“masih?” pikirnya.
Message from : Al
13 Jan 2012
Zul, aku buat makan
siang buat kamu. Nanti aku ke rumah-mu ya! ^_^
Message from : Al
13 Jan 2012
Kamu dimana? Aku
sudah di depan rumah-mu
Message from : Al
14 Jan 2012
Angkat telpon aku Zul. Kamu dimana?
Message from : Al
15 Jan 2012
Zul, aku tunggu di depan
rumah-mu sampai kamu benar-benar ada di hadapanku.
Zul menutup puluhan pesan yang belum sempat ia baca, ia tak sanggup
untuk meneruskannya. Rasa pedih menjalar ke seluruh tubuhnya, entah kenapa tapi
tiba-tiba ia mengingat wajah Alian yang polos dan naïf. Apakah itu terlalu
kejam untuk Alian?
“sudah hampir 3
bulan” pikir Zul.
Ia tengok jam di dinding, jarumnya hampir mengarah ke arah jam 6
sore. Ia bergegas keluar dari kamarnya, dengan cepat ia pun menyalakan mobil
dan segera mengendarainya. Ada
apa dengan hari ini, kenapa perasaannya jadi sangat tak menentu dan sosok Alian
selalu terngiang-ngiang di benaknya. Zul menoleh ke samping, 3 bulan yang lalu
Alian selalu dengan ceria bercerita tentang kejadian-kejadian yang ia alami di
kursi mobil itu.
Beberapa menit kemudian Zul tiba di depan rumah-nya. Satu-satunya
tempat yang menjadi saksi hubungan rahasia Zul dan Alian. Rumah sewaan itu,
memang sudah ditinggalkan Zul, tapi masih belum ada penyewa lain yang menempati
karena masih menjadi hak Zul sepanjang tahun ini. Pelan-pelan ia langkahkan
kaki untuk semakin mendekati pintu masuk rumahnya. Bayangan bagaimana Al
kebingungan mencari-cari dirinya terlintas sesaat. Bayangan bagaimana Al
menunggunya berhari-hari di depan pintu membuat Zul menghela napas panjang.
Zul merogoh saku celananya untuk mengambil kunci. Tanpa ragu-ragu ia
pun membuka pintunya agar bisa masuk ke dalam. Begitu ia buka, ada banyak
kertas yang berserakan di lantai tepat di depan pintu. Mungkin saat itu Al
berusaha memberikan pesan lewat celah kecil di bawah pintu. Zul mengambil satu
dari sekian banyak kertas itu.
Aku kacau Zul,
Kamu pergi tanpa
secuil kata-kata, tanpa sedikit alasan. Kemana aku harus mencari kenyataan dan
jawaban dari semua pertanyaanku?
Apa salahku? Apa
aku tak pantas lagi untukmu? Kenapa kamu pergi begitu saja? Dimana kamu? Aku
bingung Zul…
Zul bergetar membaca pesan itu. Ia sama sekali tak menyangka akan
menyisakan luka yang teramat dalam bagi Al. Harusnya tidak seperti ini, bila
dulu Zul mengakhiri hubungannya dengan Al sebelum ia pergi dari kehidupan Al.
Zul sendiri bingung, apa yang harus ia lakukan? Apakah ia harus menemui Al dan menjelaskan
semuanya, semua alasan kenapa bisa begini atau ia hanya butuh sikap tidak
peduli dan melupakan semua pesan-pesan Al yang menyayat hati itu?.
Zul mengumpulkan semua pesan yang berserakan dan membakarnya di
halaman belakang.
“tidak perlu
memikirkan hal yang tidak penting Zul, 1 bulan lagi kamu akan menikah. Jangan
buat dirimu goyah” ucapnya sendiri sambil menatap dalam kobaran api yang
membara. Tiba-tiba sehelai kertas tertiup angin dan mendarat tepat di depan
wajah Zul. kertas itu bertuliskan :
Zul, hidupku itu
adalah kamu
Tapi kamu telah
pergi,
Maka aku pun ingin
hidupku pergi cukup sampai di sini, bila kamu tidak menemuiku ditempat pertama kali
kita bertemu.
Zul membelalakkan kedua matanya. Tanpa ragu-ragu ia segera bergegas
dari rumah itu dan langsung menuju tempat yang dimaksud Alian.
“tempat pertama
kali aku dan dia bertemu?” pikirnya. Jika Zul tidak salah ingat, tempat pertama
kali mereka berdua bertemu, di tepian pantai Ancol.
Benar, saat itu Alian dan Zul berkenalan karena Alian mengisi
liburan kuliahnya untuk menjadi pekerja paruh waktu mempromosikan sebuah produk
permen Lolipop baru. Saat itu Alian harus mengenakan kostum Lolipop yang lucu
dan menggemaskan. Alian langsung menyukai Zul sejak pertama kali pandangan
mereka bertemu. Zul menjadi korban Al saat tertangkap harus mencoba produk
Lolipop terbaru yang Alian jual. Entah kenapa saat itu mereka sama-sama tahu
kalau mereka memiliki orientasi seksual yang berbeda dengan yang lainnya.
“dimana kamu Al?”
bisik Zul saat keluar dari mobilnya.
Ia berjalan setengah berlari menelusuri pantai Ancol yang mulai
dimakan malam. Pasangan muda-mudi yang masih menikmati romantisnya senja terbenam
hilir mudik melakukan acara mereka masing-masing. Tiba-tiba ponsel Zul
berdering, panggilan dari Rere mengagetkannya.
“hallo?” sapa Zul
“kamu dimana
sayang?”
“umm, aku lagi
keluar cari angin”
“bosan ya mengurus
undangan? Ya sudah kembali sebelum makan malam ya” ujar Rere dari balik
telepon. Zul hanya mengiyakan lalu mematikan ponselnya.
“Alian??”
Dari kejauhan Zul melihat sosok yang sangat ia kenal itu tengan
berdiri di ujung batu karang. Tanpa basa-basi Zul segera berlari berusaha
menghampirinya tapi setibanya ia disana tidak ada seorang pun yang tengah
berdiri seperti yang Zul lihat dari kejauhan tadi. Zul tertegun tak percaya.
* * *
“ayolah, aku sudah
tak tahan” ujar Zul setelah menghentikan mobilnya di tempat yang gelap dan
sepi.
“Zul, ini di mobil”
kata Al dengan polosnya.
“tidak apa-apa
sayang” jawabnya sambil mulai menciumi leher dan pipi Al.
“Zuul” Al berusaha
menahan keinginan Zul.
“jangan menolak
sayang, aku ingin melakukannya sekarang. Please” mohon Zul. Ia kemudian membuka
resletting celananya. Lalu dengan perlahan menarik kepala Al untuk bisa
mengulum penis Zul yang sudah tegang sempurna.
“Aaaahhh, enak
sayang. Begitu dong, kamu kan
pacarku” desah Zul saat menikmati aksi Al melayaninya. Tak cukup sampai disitu,
Zul membuka celana Al dan mengolesi lubricant di anusnya. Kemudian ia
membimbing Al untuk duduk di pangkuannya dan memasukkan penis Zul ke dalam anus
Al.
“Aahrg, sakit Zul”
desah Al.
“tahan sayang” ujar
Zul.
Dan dengan penuh gairah Zul membimbing Al untuk bergerak naik turun
agar tercipta kenikmatan yang tiada tara .
PIIIM-PIIIIIIIMMMMMMMMMM
Suara klakson mobil mengagetkan Zul. Rupanya lampu merah telah
berganti menjadi hijau. Khayalannya yang terbang kembali ke masa lalu
membuatnya lupa bahwa ia sedang berhenti menunggu lampu merah berubah hijau. Ia
pun segera meng-gas mobilnya.
“sial!” umpatnya.
Malam sudah hampir larut, Zul pun mengemudikan mobilnya kembali
pulang ke apartement. Tapi begitu ia tiba, Zul melihat sosok Al berdiri di
depan lobi. Sosok lugunya, sosok manisnya masih sama seperti dulu, hanya saja
ia tampak terlihat kacau. Dengan ragu-ragu Zul menghampiri Al yang sendirian
disana.
“Al??”
Al menoleh lalu tersenyum kecil.
“Zul??” seru Al
sambil memeluk Zul kegirangan. Zul terkejut dan salah tingkah, ia perhatikan
orang-orang disekitar, untung saja mereka sibuk dengan kegiatannya
masing-masing dan tidak memperhatikan adegan Al yang memeluk Zul. Tapi
tiba-tiba,
“Zul?” suara Rere
mengagetkannya. Refleks Zul langsung mendorong Al menjauh. Kemudian ia segera menarik tangan Al dan
pergi dari sana .
Yang tertinggal hanya Rere yang memandang aneh.
“kamu kemana aja
Zul?” tanya Al.
“aku antar kamu
pulang” kata Zul sambil menebar pandangannya khawatir Rere mengikuti. Al hanya
diam, menuruti ucapan Zul, tapi dipertengahan jalan ia tak sabar untuk
bertanya.
“jawab aku Zul”
kata Al. Zul menghela napas.
“baik, aku akan
menikah 1 bulan lagi. Maaf kalau aku membuatmu cemas. Tapi ini kenyataannya,
aku harap kamu tidak mencari-cari dan mengganggu hidupku lagi” tutur Zul
singkat. Al hanya diam, ia tertunduk lesu.
“aku mengerti,
tenang saja mulai sekerang aku tidak akan mengganggumu lagi” ujar Al.
“terima kasih”
jawab Zul dingin. Selama perjalanan ponsel Zul berdering terus, dan itu adalah
panggilan dari Rere, tapi Zul tidak ingin mengangkatnya.
“sudah sampai” kata
Zul.
Mereka sudah tiba di depan kos Alian. Keduanya pun keluar dari
mobil.
“terima kasih Zul”
ucap Al kemudian merogoh kunci kosan di sakunya. Zul hanya mengangguk lalu
kembali masuk ke dalam mobil. Takut Rere akan marah maka ia segera menelepon
balik calon isterinya itu.
“halo? Ada apa sayang?” sapa Zul
“kamu kemana aja?
Telepon aku tidak diangkat dan kenapa tadi tiba-tiba kamu ninggalin aku?”
“maaf, aku harus
mengantar temanku” jawab Zul
“teman yang mana?”
“yang—tadi bersama
ku itu”
“yang mana? Aku
tidak melihat siapa-siapa?”
“yang tadi bersama
ku sayang—“
“aku hanya
melihatmu sendirian di lobi apartement tadi” ujar Rere.
“apa?” Zul
tertegun. Ia berusaha mencerna ucapan Rere yang barusan. Pelan-pelan ia
gerakkan kepalanya ke jendela dan melihat baru saja Al menutup pintu kos-nya.
Tanpa ragu-ragu, Zul langsung keluar lagi dari mobilnya dan berlari hingga tiba
di depan pintu kos Alian. Pelan-pelan ia putar gagang pintu dan mendorongnya
hingga terbuka. Sehilir angin tertiup begitu ia membuka pintunya. Alangkah
terkejutnya Zul ketika melihat keadaan kosan Al yang sangat kotor dan berdebu
seperti telah ditinggalkan berbulan-bulan. Lebih terkejutnya lagi saat Zul
masuk ke ruangan berikutnya ia melihat sosok Alian dengan leher tergantung di
langit-langit kamar dan sudah tak bernyawa.
* * *
FIN