Wednesday 27 June 2012

Sebab ku Sayang Dia...


By: Richie Reach

            Langit mendung berselimut kabut. Didalam kamar berukuran 3x4 meter, seorang laki-laki berusia 21’an masih meringkuk didalam selimut. Bantal basah, mata sudah hampir kering dan memerah. Ia sudah hampir tiga jam menangis tanpa seorang pun tahu. Hanya kesunyian peneman lara, dan kepedihan yang jadi sahabat setia. Jika ingat semua kejadian itu, rasanya ingin mati seketika dan terbangun setelah semua sudah berakhir. Baginya menjadi lelaki yang mencintai sesama sudah sama pedihnya, namun ketika ia bisa menerima dan bersahabat dengan kepahitan itu, kenapa orang yang ia cinta dan percayai tega membiarkan hatinya terkoyak. Dengan segala penghianatan.
            Revan, cowok itu baru saja menerima kenyataan kalau Angga lelaki yang ia cintai tega selingkuh dengan cowok lain. Hubungan yang sudah ia  bina hampir empat tahun pasca lulus SMA kandas  begitu saja. Lantaran ia memergoki Angga bercumbu dengan Fajar, teman rekan kerjanya di dalam kosannya. Tega dan tanpa rasa bersalah, dengan datar Angga meminta maaf. Sudah lebih dari 3 tahun Angga melakukan hal itu tanpa sepengetahuannya.
Apa arti janji kesetiaan yang selalu ia ucap. Revan tidak pernah sekalipun meladeni setiap orang yang berusaha mengenalnya lebih dekat, bahkan ia menjaga semua kepercayaannya. Namun apa balasannya, nihil. Hanya kepedihan dan sakit hati luar biasa yang didapat.
            Disini Revan hanya tinggal sendiri, seluruh keluarganya tinggal di Batam. Alhasil saat terpuruk, hanya diri sendiri yang bisa menenangkan hati. Namun, rasa perih sepertinya tidak bisa dibohongi. Kalau saja ada kesempatan, ia ingin memukul cowok itu dengan kerasnya dan membiarkanya jatuh tersungkur biar tahu rasanya sakit hati seperti apa.
            Lelah, sudah bukan saatnya menangisi semuanya. Namun kadang saat ingat kenangan itu, tak bisa ditahan juga air mata untuk menetes. Revan bangkit, ia membuka jendela. Ternyata hari sudah pagi. Berarti semalam suntuk ia tidak tidur. Untung saja hari ini weekend, otomatis ia tidak perlu repot-repot untuk berangkat kerja.
            Kesal, ia mengambil netbook, dan langsung berseluncur di dunia maya. Seperti biasa status galau dan sindiran maut ia rancang. Namun apa arti semua itu, yang ada malah seperti ia masih mencintai cowok itu, persetan dengan semua itu.
Dega Alviano: Apa yang kamu lakukan kalau ternyata pacar kamu selingkuh?
            Sial, status salah satu temen fb kenapa harus sama sih dengan kenyataanya sekarang. Kebetulan atau memang di sengaja, yang jelas mungkin kebetulan. Karena Revan sama sekali tidak mengenal siapa sosok Dega Alviano. Walau status-status romantic dan hal lainya sering nampung di beranda.
            Dengan berapi-api Revan langsung men-chat karena kebetulan Dega sedang online...
Revan Casanova         : Gantung dia di tower telkom
Dega Alviano  : Hehe, kok nge chat gak komen di status, bang?
Revan Casanova         : Emang gue abang tukang balon apa? nah Lu pagi-pagi
  bikin status aneh bikin orang galau
Dega Alviano              : Wah, maaf deh bang. Aku Cuma habis nonton film yang
  temanya tentang selingkuh, yah aku tulis aja di status.
  Abang kesindir yah, hehe? Maaf deh...
Revan Casanova         : Jiakh... sekali lagi manggil abang, gue getok pake tang
                                      Loh. Atau sekalian gue cium Lu pake setrika.
Dega Alviano              : Ih, sadis banget sih...
  ciumnya pake perasaan dong bang...
Revan Casanova         : Itu sih mau Lu, genit nih ababil...
Dega Alviano              : Ya ampun, mas...
  sensi banget yah, lah aku Cuma becanda doang
Revan Casanova         : Ampun nih anak, emang gue mas mas mie ayam apa?
  panggil nama gue aja, udah bagus-bagus nama gue,
  panggilnya abang, mas, seklian nanti aa biar jadi
  tukang baso...
Dega Alviano              : hehe, sorry deh kaka, peace J
Revan Casanova         : Ok... anak mana?
Dega Alviano              : Hm... kasih taiii ngga yah...
Revan Casanova         : Shiittt, jorok banget lu... gratis juga gue ogah
Dega Alviano              : :p hehe, becanda... sensi nih kaka
Revan Casanova         : sori deh, Cuma lagi kalut aja...
Dega Alviano              : Udah galau tingkat nasional yah, sampe kalut gitu...
Revan Casanova         : Ya gitu deh, sering banget status Lu muncul?
  emang gak ada kerjaan yah tiap hari fb’an terus.
  Bilang kasih tai lagi gue santet lo...
Dega Alviano              : Ia...ia... galak banget kaka, jadit atut...
Revan Casanova         : Lu belum jawan, anak mana? umur berapa?
  Jenis kelamin apa? Single apa sudah married?
  Orientasi... kerja atau kul, atau sekolah atau mungut
  rongsokan?
Dega Alviano              : aduh kaka, itu mau nanya atau mau introgasi. Au dah,
  aku anak sby, 18 tahun, pengangguran :p
Revan Casanova         : Oh pantes gak ada kerjaan, sibuk nyari mangsa yah?
Dega Alviano              : hm... makasih...
           
Selang beberapa menit Revan men-chat tapi Dega tidak membalas setelah beribu pertanyaan yang mengira-ngira dan menyeruak didalam dada, akhirnya sejam kemudian Dega men-chat dan ia bilang habis tidur. Amanlah, setidaknya kata-kata kasar Revan tidak menyakiti orang.
            Tiga jam Cuma bengong-bengong dan chat gak jelas dengan teman-teman dunia maya. Rasanya bosan juga. Iseng ia meng-klik profil Dega Alviano, teman yang sudah bikin dia ketawa kecil disaat kondisi galau. Lucu juga foto-fotonya, terlihat polos namun tidak kaku.
            Revan langsung ogah-ogahan ditempat tidur. Ia melihat handphone dari tadi seperti mayat hidup. Tidak ada sms atau telp masuk, beda dengan hari-hari lalu. Bahkan ia rindu sms perhatian. Ah Bandung menangis.
            Drettt...dret...dret...
            Nomor baru memanggil. Siapa yah? Batinnya. Ia berharap bukan Angga, sebab jika Angga ia berniat membanting hapenya.
            “Halo...” Revan mengawali
            Tidak ada suara.
            “Halo, siapa nih? Jangan iseng!”
            “Hehe... kasih taiii ngga yah,” suara dari sebrang
            “Siapa, gue matiin nih. Jangan jadi orang iseng.”
            “Hm... katanya minta ditelpon, di telpon marah-marah. Ah, memang nasib nelp orang galak, yaudah deh... aku matiin.”
            “Dega yah?”
            “Anda betul.” Dibarengi ketawa ngakak Dega, aneh. Memang aneh, cowo ini kebanyakan ketawa nggak jelas. Bahkan space ketawanya kalo di bundling sudah habis bergiga-giga. Hadeuuuh...
            “Habis iseng sih, lo keturunan kunti yah dari tadi ngakak mulu?”
            “Hehe bukan, keturunan bapakti”
            “Ga lucu”
            “Biaren, emang siapa yang bilang lucu.”
            “Au ah, nyebelin. Anak mana sih?”
            “Pikun yah kaka, udah dibilang anak sby”
            “Presiden dong”
            “Tuh tau, hehe. Kaka ada masalah, ka? Cerita aja, aku siap jadi tempat sampah buat kaka”
            “Sial, lo bilang gue mau buang sampah. Enak aja”
            Dega memang lucu. Bahkan disaat rasa pedih menghujam, ia mampu membasuh luka dengan segala canda dan tawa riang. Penuh dengan kepolosan. Andai saja cowok itu ada disini, mungkin Revan memilih menghabiskan waktu tertawa bersama dengannya, dari pada Revan harus capek-capek mikirin cowok gila berlabel ‘Angga’. Shiit
            Hari-hari Revan sekarang diiringi tawa renyah Dega. Entah ada formula apa yang membuat Revan bisa semudah itu lari dari kepedihan. Kenapa ia tidak kenal Dega satu bulan yang lalu.
♥♥
            Setiap malam Revan meluangkan waktunya untuk ngobrol dengan Dega via telpon. Jaraklah yang membuat mereka menciptakan maya dalam persahabatannya. Dua bulan selalu dilalui bersama lewat suara dan canda tawa di jejaring sosial. Seperti ada ikatan yang terasa, Revan selalu menyempatkan hari-harinya membelikan sesuatu dan mengirimnya pada cowok yang baginya lucu itu. Setiap ia beli baju di mall ia pasti beli dua. Dan mengirimnya ke Surabaya. Bahkan kadang-kadang rekan sekerjanya sampai heran.
                        Entah kenapa malam ini Dega sulit dihubungi. Telpon tidak diangkat. Tidak seperti biasanya, bahkan sms bertubi-tubi pun tidak dihiraukan. Apa mungkin sudah tidur. Padahal jelas-jelas tadi siang sudah janjian mau telponan malam ini.
            Revan jadi gelisah, yang ia sebalkan kenapa Dega lima menit yang lalu menulis status..

Jika malam ini kepergianku, Tuhan...
Aku ingin, tak lama rasa sakit saat kuputuskan urat nadiku
Dan biarkan aku tak menjadi kenangan bagi siapapun
Karena aku...
Tak berarti...

            Revan tersentak. Sms bertubi-tubi ia kirim dan menanyakan kenapa Dega menulis status itu. Dan apa arti dari semuanya. Revan cemas, baginya Dega sudah menjadi bagian dari hidupnya, walau selama ini tidak ada ikatan cinta ataupun apa. Namun mengenalnya adalah keindahan tersendiri.
            Akhirnya telpon diangkat juga setelah puluhan sms yang tidak terhitung, dan telpon yang tak terjawab...
            “Kamu kenapa? Harusnya cerita sama aku kalau ada masalah?” Revan setengah ngos-ngosan, bayangkan saja ia dibuat campur aduk perasaanya dan membiarkan selama dua jam bertanya-tanya.
            Hanya isakan tangis yang terdengar. Dan iringan lagu maafkan aku enda.
            “Cerita sama kaka, Deg. Kamu bilang kita saling terbuka...”
            Tak ada jawaban.
            “Harusnya kamu tahu gimana paniknya aku saat baca status kamu. Harusnya kamu tahu seperti apa perasaanku. Aku sayang sama kamu. Aku nggak mau kehilangan untuk kedua kalinya, aku pengen ketemu kamu...”
            “Maafin aku, ka. Aku nggak kuat”
            “Nggak kuat kenapa? Siapa yang nyakitin kamu, siapa bilang! Jangan jadi orang bodoh, bunuh diri bukan jalan untuk menyelesaikan masalah.”
            “Nggak pernah ada yang tahu kalau aku berusaha tersenyum diatas kepedihan. Dan nggak ada yang tahu juga kalau selama bertahun-tahun aku nyimpen borok. Aku ini nggak berguna...”
            “Tapi mati bukan jalan, apa maksud kamu upload gambar pisau. Apa maksud kamu nulis status itu. Kenapa kamu harus hadir dihidup aku kalau pada akhirnya kamu sama. Pecundang!”
            “Kaka nggak tahu gimana rasanya jadi aku”
            “Aku nggak tahu karena kamu nggak pernah ngasih tahu, kamu nggak jujur sama aku.”
            “Aku pengen mati, ka!”
            Air mata mentes. Entah pedih apa yang membuat Revan begitu takut kehilangan Dega, yang nyatanya belum ketemu. Suara isang tangis terdengar beriringan dibalik earphone.
            “Aku pikir kamu lebih baik dari pada cowok-cowok gay, nyatanya kamu sama saja. Pecundang. Kalau kamu memang masih memiliki hati dan menjaga perasaan aku, kamu datang kesini. Kamu hidup disini bareng sama aku. Kalau kamu memang merasa sampah, silahkan lalukan kebodohan yang kamu mau.”
            Dega hanya menangis terisak-isak. Revan merasa tidak tega. Baru pertama kali ia mendengar tangisan cowok itu selama beberapa bulan mengenalnya lebih dekat. Entah sakit apa yang ia rasa.
       ♥♥
            Sudah dua hari Revan tidak mendengar kabar Dega. Cowok itu seperti menghilang ditelan bumi. Nomor hape tidak aktif, facebook sudah tutup akun, dan twitter pun sama. Bahkan untuk mencari keberadaan cowok itu sulit sekali.
            Hari-hari Revan kembali hampa. Didalam kosan, Revan hanya duduk tidak jelas. Kehilangan Dega, ternyata melebihi kehilangan Revan.

3 Hari terakhir aku di Bandung,
Jakarta I’m coming, kurasa di Jakarta tidak menyakitkan seperti disini
Makasih untuk perusahaan yang mengerti keadaan aku...
L
Kangen sama kamu
D.A.

            Revan mencoba menghubungi nomor Dega kembali, tapi tidak aktif. Ia menatap kaos yang dikirim Dega, rasa kangen itu semakin besar. Pelan, ia mendekat... dan langsung memakai kaosnya.
            Tok...tok...tok...
            Siapa sih! Revan heran. Tumben-tumbenan ada yang ngetok malem-malem. Dengan sigap ia langsung membuka pintu...
            Krek...
            Jantung Revan seolah berhenti seketika. Sosok laki-laki tinggi dengan kulit putih dan berlesung pipi berdiri didepannya. Memberikan senyuman keteduhan. Seperti mimpi disiang bolong, ia meyakinkan diri, berulang kali ia mengucek-ucek matanya. Belum seratus persen yakin dengan apa yang dilihatnya. Kaos itu... Revan ingat betul kalo ia membelikan kaos bergambar shaun the sheep untuk seseorang yang spesial.
            “Kaka...” seuntai kata dan seulas senyum
            Revan membuka lebar daun pintu, menarik tangan cowok itu. Dan menutup pintu, dan dengan air mata ia memeluk cowok itu erat-erat. Impiannya terwujud, doa’nya pada Tuhan terkabul. Dega, cowok yang selama belakangan ini membuatnya sulit tidur dan resah.
            “Maafin aku kak, aku jarang ngabarin kaka. Aku sulit ngehubungi kaka.” Ujar Dega polos
            Keadaan mengharu biru. Cowok polos itu hanya membawa 1 tas besar, entah apa isinya. Yang jelas perasaan bahagia. Harapan tertaruh pada cowok yang tengah memeluknya dengan erat.
            “Kenapa kamu nggak ngabarin aku kalau kamu mau kesini? Kenapa semua akses ngehubungi kamu susah. Coba kalau kamu ternyata datang tiga hari lagi, apa kamu yakin bakal ketemu aku.”
            “Maafin aku.” Dega tertunduk “Aku udah ngusahain semuanya supaya bisa kesini.”
            Revan semakin menangis pilu. Kenapa baru sekarang ia menemukan orang yang sungguh-sungguh padanya. Rasanya Tuhan memang adil kali ini.
♥♥
Jakarta...
            Kehidupan sudah membaik. Bahkan Revan sudah menemukan arti tersenyum sesungguhnya. Demikian juga Dega. Namun sikap posesif Revan kadang membuat Dega bingung. Terlebih cowok itu ternyata banyak aturan. Namun tidak masalah bagi Dega. Baginya Revan adalah tempat berteduh paling indah, untuk menggenapkan seluruh kasih sayang.
            “Kamu kuliah saja yah, jangan kerja.” Ujar Revan saat kedunya menikmati makan malam di foodcourt dalam mall didaerah Jakarta
            “Aku kerja saja, Ka.”
            “Tapi lulusan SMA susah. Apa kamu mau jadi pelayan restoran begitu?”
            “Ngga papa kak, kerja apa aja. Aku nggak mau banyak nyusahin kaka. Udah dikasih tumpangan aja aku seneng.”
            “Aku nggak numpangin kamu. Jangan ungkit-ungkit hal seolah-olah aku tidak ikhlas. Udah pokoknya kamu harus kuliah”  
            “Sambil kerja yah kak?”
            “Nggak, kuliah aja. Cukup! Gajiku cukup buat sehari-hari, bahkan tabunganku cukup untuk biayai kamu.”
            Revan memang baik. Selain jadi Custamer Service di salah satu bank ternama. Revan juga punya usaha sampingan distro dan rumah makan di Bandung. Semuanya sudah ada yang mengatur. Untuk masalah keuangan sampai detik ini, Revan tidak ada kesulitan.
            ♥♥
            Hidup itu memang dinamis. Tidak ada yang tahu bagaimana keadaan kedepannya. Bahkan Revan dan Dega. Kini kebahagiaan tengah bersahabat. Sudah hampir tujuh bulan mereka bersama susah senang dilalui bersama. Bahkan Revan semakin mencintai cowok yang kini bersamanya.
            “Kak, makasih banyak” Dega mencium pipi cowok yang ada disampingnya, memeluknya dengan penuh kasih sayang. Revan hanya tersenyum.
            “Hal apa yang paling kaka takuti dalam hidup ini.”
            “Diselingkuhi. Sakit rasanya. Hm... kaya dicabik-cabik pake pisau.”
            “Dega janji, Dega bakal setia sama kaka. Cuma kaka yang paling Dega sayang.” Revan tersenyum.
            “Gimana kuliah kamu?”
            “Lancar aja kak, besok suruh bayar uang semester dua  juta lima ratus. Hm.. kak, aku kerja aja yah?”
            “NGGAK! Sudah berapa kali aku bilang, fokus kuliah saja. Gaji kamu kalau kerja juga nggak seberapa, yang ada entar kuliah kamu keteter. Aku masih bisa biayai kamu”
            “Ia...ia, aku minta maaf”
♥♥
            Hujan deras mengguyur ibukota dimalam hari. Revan keluar dari ATM. Sedangkan Dega masih saja duduk didalam kamar.
            “Beneran Deg, aku boleh nginep disini.” Ujar Steven yang sedang mengeringkan diri dengan handuk
            “Boleh kok, kakaku baik. Bentar lagi juga pulang”
            Steven adalah teman kuliah Dega, dan kebetulan Steven bernasib sama. Yakni, gay. Bukan untuk ditutupi, lagi. Namun diantara keduanya hanya sebatas berteman, walau entah apa yang dirasakan Steven lantaran Dega merespon perhatiannya biasa saja. Steven memakai kaosnya dan perlahan ia mendekat kearah Dega.
            “Bentar, bulu matanya ada yang jatuh”
            Stevan pelan mendekat hingga mereka berhadapan. Dan...
            Kreek...
            Makanan yang dibawa Revan jatuh. Dega jadi gelagapan, bingung. Ia takut Revan salah paham. Wajah Revan geram. Steven yang takut langsung memakai celana panjangnya dan langsung meminta izin pulang sama Dega. Ia juga takut ada kesalah pahaman.
            Dengan emosi yang memuncak Revan melempar makanan itu kemuka Dega. Dan meraih tubuh cowok itu, dan menjatuhkanya ketempat tidur.
            “Lo pikir lo siapa. Lo sama aja bangsat! Jadi selama ini lo bohongi gue.” Emosi Revan memuncak
            “Kaka, dengerin Dega dulu.”
            “Dengerin apa lagi.” Tamparan bertubi-tubi membuat Dega tidak berdaya. Ia pasrah.
            Revan mendorong kepala Dega ke tempat tidur hingga ia sesak nafas. Ia membiarkan Dega tersiksa. Ia merasa untuk keduakalinya menerima kenyataan kalau ia harus menerima sakit. Persetan dengan orang-orang yang bisanya menyakiti dan mengoyak-oyak perasaan orang.
            “Kaka dengerin aku dulu, ka.” Dega tidak bisa lama-lama menahan sakit. Pikirannya melayang kembali, ia ingat betul delapan bulan silam sebelum ia kabur. Ia menjadi pelampiasan amarah orang tuanya.
            “ANJING LO!” Revan memuncak
            “Setelah apa yang gue lakuin buat lo, lo tega ngehianatin gue. Lo butuh apa, lo cuma butuh duit gue. Iya...” Revan ngos-ngosan, ia membuka tas, dan uang yang ada didalam amplop coklat ia buka.
            “Kalo ini yang lo mau, lo ambil. PUNGUT!” Revan melmpar puluhan lembar uang lima puluh ribuan dan membiarkan berterbangan dan beberapa menyentuh muka Dega. Dega hanya bisa menangis.
            “Dari dulu aku udah biasa ngalamin hal ini, Kak”
            “Udah biasa, emang biasa. Karena lo emang sampah. Sampah yang bisanya cuma mencari iba orang lain, dan lo memanfaatkannya”
            “Ia kak, aku sampah yang nggak berguna.” Dega terisak
            “Sekarang, lo yang pergi atau gue yang pergi. Pintu udah kebuka lebar, lo pikir gue bisa dibohongi sekarang. Shiit...”
            Dega membereskan barang-barangnya. Ia merapihkan baju-baju, dan malam ini ia berniat untuk pergi dari kosan ini. Semoga wajah memar, dan badan yang seperti remuk bisa membalas semua jasa Revan. Revan yang dianggap Dega mau mengerti dan memahami, ternyata sama juga.
            “Ka, maafin aku kalau ada salah. Aku berterimakasih banyak sama kakak.” Dega mau mencium tangan Revan, namun Revan seperti jijik dan tak mau menyentuh cowok itu lagi. Dega pergi tanpa membawa uang sepeserpun bahkan, ia hanya membawa pakaian yang ia bawa dulu. Satu barang pun ia tidak berani bawa.
            “Lo yakin nggak bawa duit itu, bukanya itu yang lo cari penipu.”
            “Kalo cinta, itu harus percaya kak. Tahan kata-kata ketika kaka marah, dan bicara ketika semuanya sudah baik. Kalau emang selama ini aku merasa membohongi kaka, aku minta maaf. Aku sudah lakukan semua dengan kejujuran, sesuai dengan keinginan kakak. Tapi kalau aku tidak seperti yang kaka mau, aku minta maaf...”
            “Simpen kata-kata lo buat dapet iba dari orang lain.”
            Revan menutup kamarnya dan membiarkan Dega keluar dengan hujan mengiringi.
            Akhhhhhhhhh.... shiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiit! Anjriiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiit! Revan berteriak dengan kencangnya.
            Dega berjalan bingung tanpa arah. Kemana lagi ia mau melangkah.
            Revan membenamkan wajahnya di tempat tidur. Ia menangis sejadinya. Keduakalinya ia merasa diselingkuhi. Namun disaat tangannya mau meraih handphoennya. Ia memgang satu buku kecil. Milik Dega. Pelan-pelan ia membuka...

Untuk Hidup
Buku Kecilku, aku hanya ingin berbagi...
Aku cape nggak bisa kaya orang lain. Aku lemah, bahkan aku tidak bisa jadi apa-apa buat orang lain. Aku cape juga buat pelampiasan.

Diluar orang melihat aku seperti bahagia, tapi nyatanya. Untuk melawan saja aku tidak mampu. Sudah banyak rasa sakit ini. badan hampir penuh dengan memar dengan cambukan ikat pinggang.
**
Aku kenal dengan orang, namanya Revan. Baik, dia bisa jadi sahabat aku. hehe J kangen deh rasanya, pengen ketemu, kapan yah....
**
Dapet kiriman dari kak Revan, isinya 1 buah baju, 1 pack permen Yuppy yang bentuk hati, sama 1 pack permen Ampenlible loly pop yang rasa strawberry, pengen makan permennya tapi sayang.
**
Aku mikir buat mati aja. Kak Revan, maafin aku kalo gak bisa nepatin janji buat ketemu. Semoga nanti bisa ketemu di surga, hehe apa neraka yah?
**
            Ia membalik satu demi satu halaman.

Hape sayang, maaf yah aku jual kamu. Soalnya aku nggak ada pilihan lain. Aku sayang kak Revan, tapi aku nggak punya uang buat kesana. Nanti kalo aku udah kerja disana, aku cari kamu lagi terus aku tebus J
**
Aduh, gimana jadi bingung. Bandung luas ternyata, untung ada bapak ojek yang baik hati. Gratis pula, hehe tau aja yang punya uang pas-pasan. Moga amal ibadahnya diterima, o...o... ^_^
**
Buku kecil, aku senang kak Revan ternyata baik. Walau dia posesif, dan kadang emosian tapi aku sayang sama dia, aku bakal tetap setia sama dia. Hm...
**
Aku kuliah, jadi nggak enak hati. Aku udah banyak repotin kak Revan. Tuhan, lindungi selalu kak Revan.
**
Tepat 6 Bulan, ah... ga sabar dua bulan lagi. Kak Revan ultah, kasih kado apa yah? Hm... apa “Keperjakaan aku” haha ngawur deh. Kadonya apa yah, bingung...
**
Di kampus Cuma punya temen satu, Steven. Dia tinggal di Jakarta sama om-om, tau deh siapa? Apa pacarany O_o tapi kasihan dia, disiksa terus moga dia dapet jalan lain. Lindungi sahabat aku Tuhan.
**
Wah, satu bulan lagi buku kecil, maaf aku baru update lagi. Aku gak sabar nunggu ultah kak Revan ^_^ ngarep diajak tunangan, LOL emang kita bisa Nikah haha dimana yah? Belanda kali...
**
Aduhhh... si Steven nih mandi atau apa, lama banget. Pulsa cekak lagi, susah hubungi kak Revan kalau Steven mau nginep. Bolehin gak yah... *BINGUNG
**
            Revan meneteskan air mata. Ia mengambil hape Dega yang ada dimeja. Ia langsung melihat kotak keluar. Lima sms gagal dikirim.

Kak Revan, Steven mau nginep dikosan boleh ngga? Kasihan dia tadi pulang kul kehujanan, terus dia lagi ada masalah sama kakanya. Boleh nggak kaka?
**

            “Revannn goblog!” Revan berteriak sendiri dan membenturkan kepalanya. Cemburnya yang terlalu besar membuat fatal semuanya.  Revan menyesal sudah menyakiti Dega.
            Baju Dega basah kuyup. Ia menangis sejadinya. Tidak ada tempat berlabuh. Kenapa orang yang ia sayangi tega melakukan semua ini.
            Tanpa ia ketahui Revan berlari keluar mencarinya. Ia menyesal sudah mengusir Dega.

            Dega memandang langit, membiarkan wajahnya dibasahi air hujan. 
Tuhan,
Aku ingin bertemu dengan-Mu malam ini..
            Dega berjalan, ia tidak melihat kanan kiri. Tak peduli dan seketika itu...
            Bruukk... tubuhnya terpental jauh, sebuah mobil menabrak dirinya dari samping. Dan semuanya... terasa gelap.
            Revan yang saat itu baru sampai dan melihat.
            “Degaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!” Revan  menjerit...

Selesai

Kadang, untuk mengerti...
Kita harus tahu bagaimana rasanya kehilangan...
Karena, hidup tidak semanis loly pop...

Comments
0 Comments

0 comments:

Post a Comment

Terimakasih atas kunjungannya, besar harapan penulis tolong tinggalkan jejak dalam kolom komentar, terimakasih....